Sampit (ANTARA) - Anggota DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah, H Ardiansyah mengingatkan pelaku usaha, khususnya perusahaan besar untuk membayar tunjangan hari raya pekerja sesuai aturan menjelang Hari Raya Idul Fitri nanti.

"Walaupun pemerintah melarang mudik lebaran, perusahaan tetap harus membayar THR karyawan sesuai aturan. Itu hak karyawan dan sudah diatur dalam aturan," kata Ardiansyah di Sampit, Selasa.

Menurutnya, THR menjadi hak karyawan yang ketentuannya sudah diatur pemerintah. Artinya, ini merupakan kewajiban perusahaan untuk mengalokasikan anggaran pembayarannya.

Diakui saat ini ekonomi sedang sulit akibat dampak pandemi COVID-19, namun perusahaan tetap harus memenuhi kewajibannya membayar THR pekerja. Jika ada perusahaan yang tidak mampu membayar THR karena alasan kondisi keuangan maka ada prosedur yang harus ditempuh.

Bagi pekerja, THR sangat diharapkan oleh pekerja, apalagi di tengah kondisi saat ini. Meski tidak boleh mudik lebaran, uang THR tersebut dibutuhkan pekerja untuk berbagai keperluan, apalagi itu memang hak pekerja sesuai aturan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 06 tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja atau buruh di perusahaan, perusahaan diwajibkan membayar THR tersebut.

Pengusaha wajib memberikan THR keagamaan kepada pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus-menerus atau lebih. THR keagamaan diberikan kepada pekerja atau buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

Bagi pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih diberikan satu bulan upah yang besarannya terdiri upah pokok ditambah tunjangan tetap atau upah pokok tanpa tunjangan.

Baca juga: Bupati Kotim ajak masyarakat peduli cegah radikalisme

Bagi pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja satu bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan maka diberikan secara proporsional sesuai dengan masa kerja yakni dengan perhitungan masa kerja dikali satu bulan upah dibagi 12.

Bagi pekerja atau buruh yang berdasarkan perjanjian harian lepas maka upah satu bulan dihitung dengan rumus sama dengan perhitungan upah per bulan yakni pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan, sedangkan pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan maka upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.

THR keagamaan wajib dibayar oleh pengusaha paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. THR wajib diberikan dalam bentuk uang dengan ketentuan mata uang rupiah Negara Republik Indonesia.

Sesuai aturan, pengusaha yang terlambat membayar THR keagamaan kepada buruh atau pekerja maka dikenai denda sebesar lima persen dari total THR keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar.

"Aturannya kan sudah jelas. Kalau memang keuangan perusahaan tidak memungkinkan, ikuti prosedur dengan membuat pernyataan sesuatu aturan. Musyawarahkan dengan pekerja supaya tetap ada solusi," kata pria yang merupakan anggota Komisi I.

Ardiansyah meminta perusahaan mempersiapkan jauh-jauh hari agar pembayaran THR bisa tepat waktu. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi diharapkan mengawasi untuk memastikan setiap perusahaan membayar THR sesuai aturan.

Baca juga: Pemkab Kotim berharap Pasar Ramadhan tidak menimbulkan klaster baru COVID-19

Baca juga: Legislator sebut peredaran miras pengaruhi wibawa Pemkab Kotim

Baca juga: Diskominfo Kotim rangkul Pramuka jadi pelopor melek teknologi informasi


Pewarta : Norjani
Uploader : Admin 2
Copyright © ANTARA 2024