Sampit (ANTARA) - Harga cabai rawit di Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah melonjak bahkan sampai dua kali lipat dibanding sebelumnya, diperkirakan dampak pasokan terganggu akibat musim hujan.
“Harga cabai sedang naik, sebelumnya masih dapat Rp4 ribu satu ons sekarang sudah Rp10 ribu satu ons,” kata salah seorang pedagang sembako di Pusat Perbelanjaan Mentaya (PPM) Sampit, Nana, Senin.
Ia menyampaikan, kenaikan harga ini dimulai sekitar tiga hari terakhir. Sebelumnya harga cabai rawit di kisaran Rp4 ribu - Rp5 ribu per ons atau Rp50 ribu per kilogram, tapi kini harga pasarannya tembus Rp10 ribu per ons atau Rp90 ribu per kilogram.
Berdasarkan informasi yang ia terima, kondisi ini disebabkan hujan yang turun terus menerus di daerah sentra produksi cabai sehingga membuat hasil panen berkurang. Kondisi ini otomatis membuat pasokan cabai rawit pun berkurang.
Bahkan, salah satu pemasok utama cabai rawit di Sampit, yakni Pulau Jawa, dalam dua hari terakhir tidak mengirimkan pasokan. Sehingga, para pedagang hanya mengandalkan pasokan dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
“Pasokan dari Jawa kosong, petani lokal juga kosong. Pasokan yang ada sekarang ini cuma dari Banjarmasin, itu pun berbagi dengan Samarinda yang juga mengambil cabai dari sana. Malah kabarnya, di Samarinda harga cabai sudah di atas Rp100 ribu,” ujarnya.
Kondisi ini berdampak terhadap daya beli masyarakat. Banyak konsumen mengeluhkan kenaikan harga cabai yang signifikan, hingga tak sedikit yang batal membeli. Jika biasanya ia bisa menjual setidaknya 2 kilogram cabai rawit, sekarang hanya sekitar 1 kilogram.
Baca juga: Sejumlah warga di Kotim mengungsi akibat banjir
“Karena mahal pembeli pada kabur, tapi mau bagaimana lagi kami menerima dari pemasok juga sudah mahal. Untuk mengakalinya, saya mengurangi mengambil barang ke pemasok, apalagi cabai ini cepat busuk dan tidak bisa disimpan lama,” pungkasnya.
Salah seorang pedagang lainnya, Yani menambahkan, selain cabai beberapa komoditas juga mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi dampak dari musim hujan yang mengganggu hasil panen.
Contohnya, daun bawang yang sebelumnya dijual dengan harga Rp6 ribu - Rp7 ribu per ons, kini menjadi Rp12 ribu per ons. Daun prei dari Rp30 ribu per ikat menjadi Rp45 ribu per ikat, lalu tomat dari kisaran Rp8 ribu - Rp10 ribu per kilogram menjadi Rp25 ribu - Rp30 ribu per kilogram.
“Rata-rata tanaman yang tidak tahan dengan musim hujan bakal naik harganya. Melihat cuaca sekarang ini perkiraan harga masih bakal naik, apalagi dekat bulan Ramadhan,” ucapnya.
Menyikapi kenaikan harga cabai dan sejumlah komoditas ini, seorang ibu rumah tangga bernama Halimah mengaku sudah biasa. Kendati demikian, kondisi ini memang berdampak pada biaya rumah tangganya.
“Kalau harga-harga pada naik begini otomatis biaya pengeluaran bertambah. Sebenarnya kondisi seperti ini sudah biasa, tinggal bagaimana mengaturnya supaya cukup,” demikian Halimah.
Baca juga: PPK di Kotim mulai rekapitulasi suara Pemilu 2024
Baca juga: KPU Kotim laksanakan PSU di TPS 04 Mentaya Seberang
Baca juga: Anak-anak RA di Kotim dikenalkan nilai demokrasi sejak dini
“Harga cabai sedang naik, sebelumnya masih dapat Rp4 ribu satu ons sekarang sudah Rp10 ribu satu ons,” kata salah seorang pedagang sembako di Pusat Perbelanjaan Mentaya (PPM) Sampit, Nana, Senin.
Ia menyampaikan, kenaikan harga ini dimulai sekitar tiga hari terakhir. Sebelumnya harga cabai rawit di kisaran Rp4 ribu - Rp5 ribu per ons atau Rp50 ribu per kilogram, tapi kini harga pasarannya tembus Rp10 ribu per ons atau Rp90 ribu per kilogram.
Berdasarkan informasi yang ia terima, kondisi ini disebabkan hujan yang turun terus menerus di daerah sentra produksi cabai sehingga membuat hasil panen berkurang. Kondisi ini otomatis membuat pasokan cabai rawit pun berkurang.
Bahkan, salah satu pemasok utama cabai rawit di Sampit, yakni Pulau Jawa, dalam dua hari terakhir tidak mengirimkan pasokan. Sehingga, para pedagang hanya mengandalkan pasokan dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
“Pasokan dari Jawa kosong, petani lokal juga kosong. Pasokan yang ada sekarang ini cuma dari Banjarmasin, itu pun berbagi dengan Samarinda yang juga mengambil cabai dari sana. Malah kabarnya, di Samarinda harga cabai sudah di atas Rp100 ribu,” ujarnya.
Kondisi ini berdampak terhadap daya beli masyarakat. Banyak konsumen mengeluhkan kenaikan harga cabai yang signifikan, hingga tak sedikit yang batal membeli. Jika biasanya ia bisa menjual setidaknya 2 kilogram cabai rawit, sekarang hanya sekitar 1 kilogram.
Baca juga: Sejumlah warga di Kotim mengungsi akibat banjir
“Karena mahal pembeli pada kabur, tapi mau bagaimana lagi kami menerima dari pemasok juga sudah mahal. Untuk mengakalinya, saya mengurangi mengambil barang ke pemasok, apalagi cabai ini cepat busuk dan tidak bisa disimpan lama,” pungkasnya.
Salah seorang pedagang lainnya, Yani menambahkan, selain cabai beberapa komoditas juga mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi dampak dari musim hujan yang mengganggu hasil panen.
Contohnya, daun bawang yang sebelumnya dijual dengan harga Rp6 ribu - Rp7 ribu per ons, kini menjadi Rp12 ribu per ons. Daun prei dari Rp30 ribu per ikat menjadi Rp45 ribu per ikat, lalu tomat dari kisaran Rp8 ribu - Rp10 ribu per kilogram menjadi Rp25 ribu - Rp30 ribu per kilogram.
“Rata-rata tanaman yang tidak tahan dengan musim hujan bakal naik harganya. Melihat cuaca sekarang ini perkiraan harga masih bakal naik, apalagi dekat bulan Ramadhan,” ucapnya.
Menyikapi kenaikan harga cabai dan sejumlah komoditas ini, seorang ibu rumah tangga bernama Halimah mengaku sudah biasa. Kendati demikian, kondisi ini memang berdampak pada biaya rumah tangganya.
“Kalau harga-harga pada naik begini otomatis biaya pengeluaran bertambah. Sebenarnya kondisi seperti ini sudah biasa, tinggal bagaimana mengaturnya supaya cukup,” demikian Halimah.
Baca juga: PPK di Kotim mulai rekapitulasi suara Pemilu 2024
Baca juga: KPU Kotim laksanakan PSU di TPS 04 Mentaya Seberang
Baca juga: Anak-anak RA di Kotim dikenalkan nilai demokrasi sejak dini