Sampit (ANTARA) - Menyikapi maraknya pemasangan alat peraga kampanye (APK) menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, Bawaslu Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menyatakan hal tersebut belum memenuhi unsur untuk ditetapkan sebagai pelanggaran.
“Pemasangan APK ada diatur dalam PKPU tentang kampanye. Memang boleh memasang APK tapi ada waktunya. Artinya, untuk saat ini pemasangan APK itu termasuk kampanye di luar jadwal,” kata Ketua Bawaslu Kotim Muhamad Natsir di Sampit, Kamis.
Beberapa bulan sebelum pelaksanaan kampanye pilkada, pemasangan APK berupa spanduk, baliho hingga poster mulai bertebaran di wilayah Kotim, khususnya Kota Sampit.
Natsir menjelaskan, walaupun pemasangan APK saat ini di luar ketentuan atau bisa disebut sebagai pelanggaran, namun, untuk benar-benar ditetapkan sebagai pelanggaran, harus dilakukan konstruksi terlebih dahulu dengan mengacu pada norma yang berlaku.
Salah satu unsur yang harus dipenuhi agar bisa ditetapkan sebagai pelanggaran adalah ada subjek hukum yang bisa ditindaklanjuti sesuai Undang-Undang Pilkada, baik itu peserta pemilu maupun tim kampanye.
Sementara, saat ini belum ada penetapan peserta Pilkada 2024, sehingga subjek hukum belum terpenuhi dan tidak bisa ditetapkan sebagai pelanggaran. Undang-Undang Pilkada hanya mengatur pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaannya, seperti penyelenggara, peserta dan pengawas.
“Kita tahu bahwa saat ini belum ada penetapan, kalau tidak salah 23 September penetapannya dan barulah sah sebagai subjek hukum. Kalau di kondisi sekarang memang belum memenuhi unsur,” ujarnya.
Baca juga: Bupati Kotim sebut seleksi jabatan sekda tunggu persetujuan pusat
Kendati demikian, apabila ada yang melapor terkait pemasangan APK di luar masa kampanye maka Bawaslu Kotim akan tetap memproses laporan tersebut. Sebab, ada kode etik yang mengatur Bawaslu untuk tidak boleh menolak laporan apapun.
Laporan tetap diproses sesuai prosedur, yakni melalui konstruksi pemenuhan unsur sesuai norma yang berlaku, meski hampir bisa dipastikan jika laporan tersebut disampaikan sebelum ada penetapan maka hasilnya tidak akan memenuhi unsur untuk ditetapkan sebagai pelanggaran.
“Mungkin juga kami bisa meneruskan laporan ini ke pemerintah daerah karena berkaitan dengan pemasangan baliho dan spanduk. Atau ke pihak kepolisian terkait Undang-Undang lalu lintas, misalnya APK tersebut membahayakan pengguna jalan,” lanjutnya.
Menurut Natsir, sebenarnya yang berhak mengatur terkait pemasangan APK, khususnya spanduk dan baliho, adalah pemerintah daerah melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
Pemasangan spanduk dan baliho berkaitan dengan retribusi daerah yang diatur dalam peraturan daerah (Perda). Contohnya di Kabupaten Katingan yang dengan tegas menurunkan Satpol PP untuk mencabut atau melepas APK yang tidak membayar retribusi.
“Jadi ini berkaitan dengan ketegasan pemerintah daerah dan bagaimana memanfaatkan potensi dari maraknya pemasangan APK untuk retribusi daerah,” ucapnya.
Natsir mengatakan, jika Pemkab Kotim ada aturan untuk memberikan kebebasan pemasangan spanduk dan baliho dengan konteks politik, maka pihaknya hanya bisa mengimbau agar pemasangan APK jangan sampai membahayakan masyarakat, khususnya pengguna jalan.
Baca juga: Kapolres baru harus mampu menjawab setiap tantangan di Kotim
Baca juga: Bupati Kotim wacanakan Tumbang Kalang jadi Desa Toleransi Umat Beragama
Baca juga: Dinkes Kotim komitmen sukseskan Pekan Imunisasi Nasional Polio