Sampit (ANTARA) - Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menggelar kegiatan Advokasi Adaptasi Kurikulum Pendidikan Inklusif bagi Sekolah Dasar (SD) yang diikuti Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) di 17 kecamatan.
"Kegiatan ini merupakan upaya kami meningkatkan pemahaman terkait pendidikan inklusif dalam rangka membantu anak-anak, agar berkembang secara optimal," kata Sekretaris Kepala Disdik Kotim Yolanda Lolita di Sampit, Jumat.
Ia menjelaskan, kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 48 Tahun 2023 tentang akomodasi yang layak untuk peserta didik penyandang disabilitas di bawah di semua satuan pendidikan.
Peraturan ini menggarisbawahi pentingnya penyediaan layanan pendidikan inklusif yang berkualitas dan setara bagi semua peserta didik termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK).
Peraturan ini juga menegaskan bahwa setiap sekolah harus menyediakan akomodasi yang layak bagi peserta didik penyandang disabilitas. Bahkan, sekolah harus memodifikasi dan menyesuaikan berbagai aspek baik dari segi kurikulum sarana prasarana sehingga untuk metode pembelajaran bisa berkesesuaian untuk ABK.
Kepala sekolah memiliki peran penting sebagai motor penggerak perubahan di setiap satuan pendidikan. Dalam konteks pendidikan inklusif, kepala sekolah sebagai pemimpin di lingkungan satuan pendidikan adalah bertugas memastikan bahwa setiap peserta didik memiliki kesempatan belajar yang sama dengan fasilitas yang memadai dan serta suasana belajar yang kondusif.
"Kami mengapresiasi para kepala sekolah yang hadir dalam kegiatan ini dan senantiasa menjaga komitmen untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan lingkungan satuan pendidikan masing-masing," tuturnya.
Ia melanjutkan, pendidikan inklusif ini bukan hanya sebatas untuk menyatukan peserta didik yang berkebutuhan khusus dengan yang lainnya di dalam satu kelas di sekolah, tapi juga merupakan upaya untuk memberikan layanan pendidikan setara dan adil bagi semua anak.
Dengan memberikan perhatian khusus kepada peserta didik yang membutuhkan, sehingga setiap anak dapat berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing.
Kurikulum inklusif juga menuntut adanya fleksibilitas dan penyesuaian berdasarkan kondisi peserta didik. Salah satu poin penting dalam Permendikbud Ristek Nomor 48 Tahun 2023 adalah bahwa setiap satuan pendidikan wajib melaksanakan penyesuaian adaptasi kurikulum.
Hal ini meliputi fleksibilitas dalam metode pembelajaran materi yang disampaikan sehingga cara penilaian dilakukan untuk peserta didik penyandang harus diberikan kesempatan untuk belajar dengan cara yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka.
Kondisi ini tentunya membutuhkan kreativitas dan inovasi dari pihak guru dalam menyampaikan materi pembelajaran. Selain itu, penting juga untuk melibatkan para orang tua dan wali peserta didik dalam proses ini.
Baca juga: Penjabat Sekda Kotim tekankan pentingnya perencanaan dalam penanggulangan bencana
"Kami menggelar kegiatan advokasi ini dengan harapan bisa meningkatkan kapasitas kepala sekolah untuk menghadapi perubahan yang signifikan dalam dunia pendidikan terutama terkait kurikulum pendidikan inklusif," demikian Yolanda.
Tak jauh berbeda disampaikan, Ketua Panitia Advokasi Adaptasi Kurikulum Pendidikan Inklusif, Muhammad Noor Akbar bahwa kegiatan ini untuk mengakomodasi kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah yang ada ABK.
Berbeda dengan bimbingan teknis (Bimtek), kegiatan ini sifatnya hanya mengimbau atau mengajak para peserta untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif sesuai Permendikbud Ristek Nomor 48 Tahun 2023.
"Harapan kami peserta bisa meneruskan ke sekolah di wilayah masing-masing, karena sesuai perbup KKKS atau Komunitas Belajar ini menjadi ujung tombak sosialisasi pengimbasan sesuai kebijakan merdeka belajar," sebutnya.
Sebelumnya pihaknya ingin melaksanakan bimtek yang hasil keluarannya adalah penyusunan kurikulum yang sudah akomodatif dan adaptif dengan pendidikan inklusif. Namun, setelah konsultasi dengan beberapa pihak terkait maka digelar kegiatan advokasi terlebih dahulu.
Baca juga: Pjs Bupati Kotim sebut jalan Lingkar Selatan dikerjakan tahun ini
Meski bersifat advokasi atau pendampingan, kegiatan itu tetap akan menyinggung cara menyusun modul, menyusun ATP yang sudah memang mengakomodasi kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah yang memang ada ABK.
Kegiatan yang digelar di aula Kantor Disdik Kotim ini diikuti 50 peserta dari KKKS 17 Kecamatan yang ada di Kotim. Dengan harapan para peserta yang hadir bisa mengimbaskan ilmu yang dapat kepada guru dan sekolah di lingkungan masing-masing.
Selain KKKS, pihaknya juga mengundang satuan pendidikan yang pada pendataan PPDB lalu mengisi data bahwa sekolahnya menerima ABK. Untuk semua jenis ABK ada diterima di sekolah umum kecuali tunanetra yang belum ada terisi.
Baca juga: Pemprov Kalteng dan Pemkab Kotim berkolaborasi kendalikan inflasi
Baca juga: Rencana Jembatan Mentaya dievaluasi, Pemkab prioritaskan pembangunan jalan
Baca juga: Tanamkan rasa cinta warisan budaya, warga SMPN 1 Sampit kompak kenakan batik
"Kegiatan ini merupakan upaya kami meningkatkan pemahaman terkait pendidikan inklusif dalam rangka membantu anak-anak, agar berkembang secara optimal," kata Sekretaris Kepala Disdik Kotim Yolanda Lolita di Sampit, Jumat.
Ia menjelaskan, kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 48 Tahun 2023 tentang akomodasi yang layak untuk peserta didik penyandang disabilitas di bawah di semua satuan pendidikan.
Peraturan ini menggarisbawahi pentingnya penyediaan layanan pendidikan inklusif yang berkualitas dan setara bagi semua peserta didik termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK).
Peraturan ini juga menegaskan bahwa setiap sekolah harus menyediakan akomodasi yang layak bagi peserta didik penyandang disabilitas. Bahkan, sekolah harus memodifikasi dan menyesuaikan berbagai aspek baik dari segi kurikulum sarana prasarana sehingga untuk metode pembelajaran bisa berkesesuaian untuk ABK.
Kepala sekolah memiliki peran penting sebagai motor penggerak perubahan di setiap satuan pendidikan. Dalam konteks pendidikan inklusif, kepala sekolah sebagai pemimpin di lingkungan satuan pendidikan adalah bertugas memastikan bahwa setiap peserta didik memiliki kesempatan belajar yang sama dengan fasilitas yang memadai dan serta suasana belajar yang kondusif.
"Kami mengapresiasi para kepala sekolah yang hadir dalam kegiatan ini dan senantiasa menjaga komitmen untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan lingkungan satuan pendidikan masing-masing," tuturnya.
Ia melanjutkan, pendidikan inklusif ini bukan hanya sebatas untuk menyatukan peserta didik yang berkebutuhan khusus dengan yang lainnya di dalam satu kelas di sekolah, tapi juga merupakan upaya untuk memberikan layanan pendidikan setara dan adil bagi semua anak.
Dengan memberikan perhatian khusus kepada peserta didik yang membutuhkan, sehingga setiap anak dapat berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing.
Kurikulum inklusif juga menuntut adanya fleksibilitas dan penyesuaian berdasarkan kondisi peserta didik. Salah satu poin penting dalam Permendikbud Ristek Nomor 48 Tahun 2023 adalah bahwa setiap satuan pendidikan wajib melaksanakan penyesuaian adaptasi kurikulum.
Hal ini meliputi fleksibilitas dalam metode pembelajaran materi yang disampaikan sehingga cara penilaian dilakukan untuk peserta didik penyandang harus diberikan kesempatan untuk belajar dengan cara yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka.
Kondisi ini tentunya membutuhkan kreativitas dan inovasi dari pihak guru dalam menyampaikan materi pembelajaran. Selain itu, penting juga untuk melibatkan para orang tua dan wali peserta didik dalam proses ini.
Baca juga: Penjabat Sekda Kotim tekankan pentingnya perencanaan dalam penanggulangan bencana
"Kami menggelar kegiatan advokasi ini dengan harapan bisa meningkatkan kapasitas kepala sekolah untuk menghadapi perubahan yang signifikan dalam dunia pendidikan terutama terkait kurikulum pendidikan inklusif," demikian Yolanda.
Tak jauh berbeda disampaikan, Ketua Panitia Advokasi Adaptasi Kurikulum Pendidikan Inklusif, Muhammad Noor Akbar bahwa kegiatan ini untuk mengakomodasi kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah yang ada ABK.
Berbeda dengan bimbingan teknis (Bimtek), kegiatan ini sifatnya hanya mengimbau atau mengajak para peserta untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif sesuai Permendikbud Ristek Nomor 48 Tahun 2023.
"Harapan kami peserta bisa meneruskan ke sekolah di wilayah masing-masing, karena sesuai perbup KKKS atau Komunitas Belajar ini menjadi ujung tombak sosialisasi pengimbasan sesuai kebijakan merdeka belajar," sebutnya.
Sebelumnya pihaknya ingin melaksanakan bimtek yang hasil keluarannya adalah penyusunan kurikulum yang sudah akomodatif dan adaptif dengan pendidikan inklusif. Namun, setelah konsultasi dengan beberapa pihak terkait maka digelar kegiatan advokasi terlebih dahulu.
Baca juga: Pjs Bupati Kotim sebut jalan Lingkar Selatan dikerjakan tahun ini
Meski bersifat advokasi atau pendampingan, kegiatan itu tetap akan menyinggung cara menyusun modul, menyusun ATP yang sudah memang mengakomodasi kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah yang memang ada ABK.
Kegiatan yang digelar di aula Kantor Disdik Kotim ini diikuti 50 peserta dari KKKS 17 Kecamatan yang ada di Kotim. Dengan harapan para peserta yang hadir bisa mengimbaskan ilmu yang dapat kepada guru dan sekolah di lingkungan masing-masing.
Selain KKKS, pihaknya juga mengundang satuan pendidikan yang pada pendataan PPDB lalu mengisi data bahwa sekolahnya menerima ABK. Untuk semua jenis ABK ada diterima di sekolah umum kecuali tunanetra yang belum ada terisi.
Baca juga: Pemprov Kalteng dan Pemkab Kotim berkolaborasi kendalikan inflasi
Baca juga: Rencana Jembatan Mentaya dievaluasi, Pemkab prioritaskan pembangunan jalan
Baca juga: Tanamkan rasa cinta warisan budaya, warga SMPN 1 Sampit kompak kenakan batik