Sampit (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menyoroti kembali terjadinya insiden serangan buaya yang menimbulkan korban jiwa.

“Pertama-tama kami menyampaikan turut berduka cita kepada keluarga korban atas kejadian ini, selanjutnya kami meminta pemerintah daerah bagaimana caranya agar menghindari kejadian seperti ini kedepannya,” kata Wakil Ketua II DPRD Kotim Rudianur di Sampit, Selasa.

Diketahui, seorang warga Desa Parebok Kecamatan Teluk Sampit bernama Badaruzaman (52) ditemukan tidak bernyawa setelah diterkam seekor buaya muara saat mandi di sungai pada Senin (21/10) sekitar 21:00 WIB.

Jenazah korban ditemukan sekitar pukul 23:00 WIB di seberang Sungai Parebok, berjarak kurang lebih 25 meter dari lokasi kejadian. Serangan buaya terjadi ketika korban mandi di Sungai Parebok yang tak terlalu lebar, setelah selesai bekerja menghanyutkan buah kelapa yang baru dipanen.

Aktivitas ini sudah sering dilakukan korban, terlebih rumah korban memang berada di pinggir sungai yang bermuara di Sungai Mentaya tersebut. Namun nahas terjadi. Diduga saat mandi, korban tidak menyadari kemunculan buaya yang kemudian menerkam dan membawa tubuhnya ke dalam sungai. 

Kejadian ini sempat terdengar warga setempat. Selanjutnya, warga bersama aparat berwenang beramai-ramai mencari korban. 

Rudianur yang merupakan perwakilan Dapil III meliputi wilayah setempat mengatakan, bahwa di wilayah selatan Sungai Mentaya memang sering dilaporkan kemunculan buaya. Warga pun sudah sering diingatkan agar berhati-hati ketika beraktivitas di sungai.

Namun, kejadian yang baru-baru ini cukup mengejutkan baginya karena serangan terjadi bukan di Sungai Mentaya melainkan anak sungainya, yakni Sungai Parebok yang sebenarnya tidak terlalu lebar.

Baca juga: DPRD Kotim tegaskan TPP harus selesai satu tahun anggaran

“Kejadian ini sangat luar biasa, karena kita jadi tahu bahwa di sungai-sungai kecil pun buaya-buaya tersebut sudah mencari mangsa,” sebutnya.

Untuk itu, ia meminta pemerintah daerah bersama instansi terkait melakukan upaya-upaya pencegahan untuk menghindari kasus serangan buaya terhadap manusia ini kembali terjadi. Misalnya dengan memasang jaring atau alat perangkap di anak Sungai Mentaya, khususnya Sungai Parebok.

Terlebih, menurutnya tak sedikit masyarakat di Desa Parebok dan Basawang yang memanfaatkan sungai untuk kehidupan sehari-hari, termasuk bekerja. 

Warga setempat yang sebagian merupakan petani kelapa kerap menggunakan sungai tersebut untuk proses angkut atau pemindahan hasil panen. Kelapa-kelapa dijatuhkan di sungai untuk kemudian dihanyutkan sampai ke titik yang dituju.

Ketika proses tersebut tak jarang petani juga ikut terjun ke sungai untuk menggiring kelapa-kelapa hasil panennya. Situasi seperti ini tentunya bisa membahayakan keselamatan petani, jika di sungai tersebut terdapat predator ganas seperti buaya.

Selain itu, ia mendorong pemerintah bersama instansi terkait untuk memperbanyak papan peringatan dan menggencarkan edukasi kepada masyarakat terkait keberadaan buaya dan ancamannya. Menurutnya, masyarakat selama ini masih abai, meskipun tau sering kemunculan buaya di wilayah itu.

“Masyarakat mungkin tidak mengira bahwa buaya akan masuk ke sungai kecil itu, sehingga terjadilah peristiwa nahas ini. Untuk itu, juga perlu diingatkan kembali kepada masyarakat agar lebih waspada,” ucapnya.

Terakhir, Rudianur meminta pemerintah daerah agar memperhatikan keluarga korban yang ditinggalkan dengan memberikan santunan dan semacamnya untuk setidaknya meringankan kesedihan pihak keluarga.

Baca juga: DPRD Kotim setujui perubahan APBD 2024, berikut rinciannya

Baca juga: Komisi I minta Pemkab Kotim penuhi hak pegawai yang belum terbayarkan

Baca juga: Komisi III DPRD Kotim rekomendasikan penambahan anggaran Rp3,3 miliar


Pewarta : Devita Maulina
Uploader : Admin 2
Copyright © ANTARA 2024