Palangka Raya (ANTARA) - Hairunnisa kini menjadi bukti nyata bahwa produk lokal UMKM Kalimantan Tengah (Kalteng) mampu bersaing di pasar internasional kelas atas. Wanita kelahiran Samarinda, Kalimantan Timur ini sejak usia lima tahun sudah menetap di Palangka raya,Kalteng.
Setelah delapan tahun membangun perusahaan di New Zealand bernama "Exquisite Wood Limited" bersama suaminya yang berasal dari Selandia Baru, Rodney Taua, ia berhasil memasarkan produk kerajinan lokal khas Kalteng, seperti tikar purun, tampian, tas rotan.
Hairunnisa yang juga pemilik galeri Lifestyle Nusantara di Kota Palangka Raya itu menjelaskan, bahwa produk-produk kerajinan dari bahan purun (rumput purun yang dianyam jadi tikar khas Kalimantan) dan tampian (daun palem kering dari hutan Dayak) yang semula hanya dipakai sehari-hari di pedalaman Kalimantan, kini di inovasi menjadi tas rotan modern, tikar lipat travel-friendly, hingga hiasan lampu bohlam estetik.
Perempuan penuh canda itu juga mengungkapkan, pasar utamanya adalah para wisatawan kulit putih (bule) dan wisatawan dari kepulauan Pasifik (khususnya Tonga, Samoa, Cook Islands) yang sangat menghargai produk alami, ramah lingkungan, dan punya 'soul' etnis yang kuat.
Selain itu, bagi mereka anyaman Borneo punya tekstur dan aroma yang tidak bisa ditiru oleh produk massal dari tempat lain, sehingga langsung jadi souvenir impian dan sering sold out di pasar-pasar seni Bali atau bahkan saat dipajang di pameran internasional.
"Yang menjadi kebanggaan hingga saya terharu, bahwa mereka sering menyebut 'his is the best product from Indonesia, from Borneo'. Hal ini yang menjadi saya bangga menjadi orang Kalimantan, walaupun saya tinggal dan menetap di New Zealand, saya tetap cinta Indonesia," kata ibu dua orang anak itu.
Tonton juga: https://www.instagram.com/p/DRe2qJ0DXF0/
Ia menyebutkan, bukti bahwa inovasi sederhana dari desa kecil di Kalimantan bisa menaklukkan selera dunia dengan produk lokal khas Kalimantan.
Menurutnya, wisatawan mancanegara sudah sangat terbiasa dengan produk-produk Bali sehingga barang dari Bali terasa biasa saja bagi mereka.
Sebaliknya, produk Kalimantan yang masih langka justru dianggap unik, otentik, dan memiliki nilai cerita (storytelling) yang kuat, handmade, eco-friendly, dan berbahan alami.
Dia menceritakan, seperti tampian yang biasanya dipakai untuk hiasan, kami inovasi kan dengan memasang bohlam di tengahnya dan menjadi lampu hias, hal ini sangat menarik perhatian mereka.
Selanjutnya, tikar purun kualitas terbaik juga kami jual untuk dekorasi pengantin adat Islander atau hiasan dinding, dan itu pun langsung habis dengan sekali membawa sebanyak 400–500 lembar.
Meski berhasil sukses, Hairunnisa mengaku perjalanan ini dilakukan secara mandiri bersama suaminya, selama delapan tahun tanpa adanya dukungan langsung dari pemerintah daerah setempat.
Berbeda dengan UMKM dari Bali, Semarang, dan Malang yang sudah rutin bekerja sama dengannya untuk bisa masuk pasar New Zealand.
Tonton juga: https://www.youtube.com/shorts/T0Q3eM65DUc
“Kami hanya butuh dorongan dan perhatian dari pemerintah terkait produk UMKM lokal. Minimal ada quality control resmi, pembinaan pengemasan, fumigasi, dan phyto-sanitary yang standar ekspor. New Zealand itu negara paling ketat di dunia soal biosecurity, tidak boleh ada binatang atau bibit penyakit masuk. Semua barang harus difumigasi dan lolos sertifikasi,” tegasnya.
Suami dari Hairunnisa, Rodney Taua mengatakan, selain mengembangkan produk lokal UMKM Kalteng, ia juga menjalankan kerja sama usaha furniture di Jepara.
Menurut Rodney, bahan baku dari Kalimantan menjadi yang paling berkualitas di antara berbagai daerah lainnya. Furniture yang mereka produksi tidak dibuat massal, melainkan sistem made by order.
Setelah selesai, produk langsung diekspor ke New Zealand melalui gudang penyimpanan mereka di Jepara.
Hairunnisa membuka peluang bagi para pelaku UMKM yang ingin membawa produknya menembus pasar internasional, terutama di Kalteng. Namun, seluruh proses tetap mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, mulai dari pemilihan bahan, proses produksi, hingga standar packaging.
Tonton juga: https://www.tiktok.com/@antarakalteng_video/video/7576664844552686855?lang=id-ID
Selain memasarkan produk berbahan dari Kalimantan, Hairunnisa juga menjual kerajinan dan furniture berbahan dari Jawa dan Bali. Saat ini, Lifestyle Nusantara tengah memberikan promo menarik sebesar 15 hingga 20 persen. Alamatnya di jalan G.Obos VII, Palangka Raya, Kalimantan Tengah.
Hairunnisa juga menceritakan betapa tingginya biaya operasional di New Zealand. Sewa toko kecil saja bisa mencapai sekitar Rp100 juta rupiah per bulan, belum termasuk sewa rumah yang untuk dua kamar tidur saja bisa mencapai Rp8 juta per minggu.
Tonton juga: https://x.com/Antara_Kalteng/status/1993319922878058954
Namun, ia tetap bangga bisa membawa nama Kalteng ke kancah dunia sambil mempertahankan paspor Indonesia meski sudah berstatus Permanent Resident (PR) Selandia Baru.
"Tapi saya tetap memegang paspor Indonesia sampai mati. Saya ingin anak-cucu tahu akar saya dari sini, dari Kalimantan," tutup Hairunisa dengan mata berbinar.
Kisah Hairunnisa menjadi inspirasi sekaligus 'wake-up call' bagi pemerintah daerah dan pelaku UMKM Kalteng, karena potensi produk kita luar biasa, tetapi tanpa dukungan sistematis dari pemerintah, kita tidak akan tembus hingga ke pasar global dengan sendirian.