Hary Tanoe Mangkir Dari Panggilan Kejagung Soal Dugaan Korupsi

id hary tanoesoedibjo, kejagung, kejaksaan

Hary Tanoe Mangkir Dari Panggilan Kejagung Soal Dugaan Korupsi

Hary Tanoesoedibjo (FOTO ANTARA)

Jakarta (Antara Kalteng) - Mantan Komisaris PT Mobile8 Telecom, Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo, Rabu, mangkir dari panggilan penyidik Kejaksaan Agung sebagai saksi dugaan korupsi kelebihan bayar pajak perusahaan telekomunikasi itu periode 2007-2008.
         
"Saksi Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo tidak hadir memenuhi panggilan penyidik dengan alasan sedang berada di luar kota," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Amir Yanto di Jakarta, Rabu.
         
Sebagaimana Surat No.030/2016/0581.01/ HP&P, tanggal 6 April 2016 perihal Permohonan Penundaan Pemeriksaan Saksi dari Pengacara Saksi pada Hotman Paris & Partners Law Firm serta memohon agar pemeriksaan dapat dilaksanakan pada hari Senin tanggal 11 April 2016,
    
Pada pertengahan Maret 2016, Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo, Kamis, memenuhi panggilan penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) untuk diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi restitusi pajak perusahaan tersebut.
         
Dalam kesempatan itu, ia menegaskan dalam kasus itu dirinya tidak tahu menahu soal restitusi pajak yang sedang disasar oleh penyidik Kejagung karena saat itu bukan menjabat sebagai Komisaris PT Mobile8 Telecom (PT Smartfren).
          
Hary Tanoe tidak mau membeberkan persoalan kasus itu saat ditanya oleh wartawan.
          
Dugaan korupsi itu setelah tim penyidik mendapatkan keterangan dari Direktur PT Djaya Nusantara Komunikasi bahwa transaksi antara PT Mobile8 Telecom dan PT Djaya Nusantara Komunikasi tahun 2007-2009 senilai Rp80 miliar adalah transaksi fiktif dan hanya untuk kelengkapan administrasi pihak PT Mobile8 Telecom akan mentransfer uang senilai Rp80 milar ke rekening PT Djaya Nusantara Komunikasi.
         
Transfer tersebut dilakukan pada Desember 2007 dengan dua kali transfer, pertama transfer dikirim senilai Rp50 miliar dan kedua Rp30 miliar.
         
Namun, faktanya PT Djaya Nusantara Komunikasi tidak pernah menerima barang dari PT Mobile8 Telecom. Permohonan restitusi pajak lalu dikabulkan oleh KPP, padahal transaksi perdagangan fiktif.