Benarkah hipertensi dan diabetes bisa turunkan fungsi otak?

id hipertensi,diabetes,Benarkah hipertensi dan diabetes bisa turunkan fungsi otak?

Benarkah hipertensi dan diabetes bisa turunkan fungsi otak?

Ilustrasi (pixabay)

Jakarta (ANTARA) - Hipertensi dan diabetes bisa menyebabkan berbagai komplikasi masalah pada tubuh termasuk menurunkan fungsi kognitif seseorang, ungkap dokter spesialis penyakit dalam Dr Rensa, SpPD-K.Ger.

"Pada hipertensi ada perubahan sirkulasi darah di otak, mudah terjadi stroke. Efek stroke kerusakan jaringan otak. Kalau jaringan otaknya yang penting-penting, seperti bahasa, memori, sudah pasti akan mempengaruhi fungsi kongnitifnya secara langsung," kata dia di Jakarta, Selasa.

Selain itu, pasien hipertensi umumnya mengalami perubahan pada selnya dan berlangsung terus menerus sehingga menurunkan fungsi sel saraf di otak. Hasilnya, lagi-lagi menurunkan fungsi kognitifnya.

Dalam kesempatan yang sama, dokter spesialis saraf Atma Jaya Dr dr Yuda Turana, SpS mengungkapkan, penurunan fungsi kogntif ini bisa terjadi setahun setelah pasien terdiagnosis hipertensi.

Di sisi lain, pada penderita diebetes, kondisi gula darah yang tinggi secara terus menerus mencetuskan proses inflamasi atau peradangan kronis, dan berujung terganggunya fungsi otak.

"Kalau terjadi terus menerus akan mengganggu sel otak, menurunkan fungsi otak bahkan menurunkan jumlah sel otak lebih cepat," tutur Rensa.

Salah satu masalah kesehatan yang berhubungan penurunan fungsi kognitif, demensia. Kondisi ini, mengutip dari laman Alzheimer Indonesia, menggambarkan serangkaian gejala seperti kehilangan memori, perubahan suasana hati, kesulitan berpikir dan pemecahan masalah hingga bahasa.

Untuk memastikan kondisi kesehatan otak, penyandang diabetes, hipertensi dan individu sehat sekalipun, sebaiknya melakukan pemeriksaan medis. Dalam konteks penuaaan otak, sebaiknya mereka yang sudah berusia 40 tahun sudah melakukannya.

"Setiap orang saat usia 40 tahun sebaiknya sudah pernah melakukan medical check up atau umur yang lebih muda namun dengan faktor risiko misalnya obesitas, diabetes," tutur Yuda.

Dia mengatakan, pemeriksaan medis menjadi langkah awal deteksi dini dan memperlambat progresivitas demensia yang hingga kini belum ada obatnya.