Pria tersebut, Abel Ochoa, 47 tahun, sudah disuntik mati dan dinyatakan meninggal di ruang eksekusi negara bagian tersebut di Huntsville pada pukul 18.48 waktu setempat.
Hukuman mati itu dilaksanakan 17 tahun setelah tim juri menyatakan ia bersalah melakukan pembunuhan sangat berat, menurut pernyataan Departemen Peradilan Kejahatan Texas, AS.
Ochoa adalah narapida ketiga di Amerika Serikat dan kedua di Negara Bagian Texas yang pada 2020 menjalani hukuman mati.
Texas, yang mengeksekusi mati sembilan orang pada 2019, telah melaksanakan hukuman tersebut terhadap lebih banyak narapidana dibandingkan dengan negara-negara bagian lainnya sejak Mahkamah Agung Amerika Serikat mengembalikan kewenangan pemberian hukuman mati pada 1976.
AS menjadi satu-satunya negara demokratis di Barat yang mempertahankan hukuman mati.
Pada 4 Agustus 2002 dan setelah menggunakan narkoba, Ochoa masuk ke ruang keluarga serta menembak mati istrinya, Cecilia, putrinya yang berusia sembilan bulan, Anahi, ayah mertuanya, Bartolo, serta saudari iparnya, Jackie, kata jaksa.
Ia kemudian mengisi ulang pistol .99 Ruger miliknya dengan peluru dan mengejar putrinya yang berusia 7 tahun, Crystal, ke arah dapur. Di dapur, ia menembak Crystal empat kali.
Ochoa juga menembak saudari iparnya, Alma, satu-satunya korban yang selamat dalam penembakan itu.
Polisi membekuk Ochoa tak lama setelah penembakan ketika ia sedang mengendarai mobil istrinya.
Dalam kesaksiannya, Ochoa menulis bahwa ia merasa marah karena istrinya tidak mau lagi memberi uang untuk membeli narkoba, demikian terungkap melalui dokumen pengadilan.
Pada Kamis, Mahkamah Agung AS menolak permintaan Ochoa untuk menghentikan pelaksanaan hukuman mati.
Di Amerika Serikat, ada 22 orang yang dieksekusi mata pada 2019.
Jumlah itu turun dari 25 orang pada 2018, yaitu saat negara itu berada di posisi ketujuh dunia menyangkut jumlah orang yang dieksekusi mati. Posisi AS berada di belakang Irak dan Mesir, menurut Amnesty Interntional.
Sumber: Reuters