Legislator Kotim curigai pemodal besar sawit turut manfaatkan STDB
Sampit (ANTARA) - Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah Muhammad Abadi meminta pemerintah daerah lebih selektif dalam menerbitkan Surat Tanda Daftar Budidaya atau STDB karena dia curiga ada pemodal besar yang membuka perkebunan sawit skala besar dengan memanfaatkan STDB atas nama masyarakat.
"Ada indikasi ada yang membuka lahan sawit ratusan hektare tapi masih menggunakan STDB dan atas nama pemilik lama. Hal seperti ini harus ditelusuri dan ditertibkan," kata Abadi di Sampit, Kamis.
Sasaran penerbitan STDB ini adalah pelaku usaha perkebunan dengan luasan lahan kurang dari 25 hektare. Proses penerbitan didahului dengan pendataan, verifikasi dan validasi lapangan atas lahan milik pekebun yang mengajukan permohonan.
STDB merupakan bukti administrasi legal untuk mendorong peningkatan mutu kelapa sawit karena mencantumkan posisi lahan petani, kualitas bibit sampai pada hasil panen. STDB ini akan menjadi modal bagi petani dalam menjual hasil panen maupun mengembangkan usaha.
Abadi mengatakan, ada laporan warga terkait adanya indikasi perkebunan sawit skala besar di Kecamatan Telaga Antang yang dikelola pemodal besar. Perkebunan itu bukan milik perusahaan, tetapi menggunakan STDB atas nama warga selaku pemilik lahan.
Menurut Ketua Fraksi PKB ini, pengelolaan kebun kelapa sawit skala besar oleh pemodal besar dengan memanfaatkan STDB, merupakan tindakan tidak tepat. Bahkan dia menyebut hal itu ada indikasi mengakali aturan.
Baca juga: Pemkab Kotim siapkan posko vaksinasi bantu pemudik
STDB dibuat untuk petani dengan luasan lahan maksimal 25 hektare. Namun jika dikelola pemodal besar dengan kumpulan lahan mencapai ratusan hektare, seharusnya perizinannya atas nama nama perusahaan, tidak boleh memanfaatkan kumpulan STDB.
STDB merupakan skema pemerintah dalam membuat kebijakan membantu petani. Jika ternyata pemodal besar yang memanfaatkannya, maka berarti dukungan pemerintah tersebut salah sasaran.
"Bisa saja itu supaya bisa irit biaya, menghindari kewajiban, bahkan menggunakan fasilitas negara karena STDB itu untuk petani ekonomi menengah ke bawah, bukan untuk pengusaha. Kami berharap ini disikapi. Jangan dibiarkan," tegas Abadi.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Kotawaringin Timur Imam Subekti saat rapat dengan Komisi I belum lama ini mengatakan, STDB hanya untuk luasan lahan maksimal 25 hektare.
STDB dikhususkan membantu petani agar bisa mengembangkan pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan. Pihaknya belum ada menerima informasi ada pemodal besar yang mengelola kebun sawit dengan memanfaatkan STDB. Namun, masalah ini menjadi perhatian pihaknya.
Baca juga: Bawa 371 gram sabu dari Pontianak, tertangkap di Sampit
Baca juga: DPRD Kotim dorong pemkab fasilitasi masyarakat di pelosok dapatkan legalitas tanah
Baca juga: Demo ke DPRD Kotim mahasiswa soroti infrastruktur dan lonjakan kebutuhan pokok
"Ada indikasi ada yang membuka lahan sawit ratusan hektare tapi masih menggunakan STDB dan atas nama pemilik lama. Hal seperti ini harus ditelusuri dan ditertibkan," kata Abadi di Sampit, Kamis.
Sasaran penerbitan STDB ini adalah pelaku usaha perkebunan dengan luasan lahan kurang dari 25 hektare. Proses penerbitan didahului dengan pendataan, verifikasi dan validasi lapangan atas lahan milik pekebun yang mengajukan permohonan.
STDB merupakan bukti administrasi legal untuk mendorong peningkatan mutu kelapa sawit karena mencantumkan posisi lahan petani, kualitas bibit sampai pada hasil panen. STDB ini akan menjadi modal bagi petani dalam menjual hasil panen maupun mengembangkan usaha.
Abadi mengatakan, ada laporan warga terkait adanya indikasi perkebunan sawit skala besar di Kecamatan Telaga Antang yang dikelola pemodal besar. Perkebunan itu bukan milik perusahaan, tetapi menggunakan STDB atas nama warga selaku pemilik lahan.
Menurut Ketua Fraksi PKB ini, pengelolaan kebun kelapa sawit skala besar oleh pemodal besar dengan memanfaatkan STDB, merupakan tindakan tidak tepat. Bahkan dia menyebut hal itu ada indikasi mengakali aturan.
Baca juga: Pemkab Kotim siapkan posko vaksinasi bantu pemudik
STDB dibuat untuk petani dengan luasan lahan maksimal 25 hektare. Namun jika dikelola pemodal besar dengan kumpulan lahan mencapai ratusan hektare, seharusnya perizinannya atas nama nama perusahaan, tidak boleh memanfaatkan kumpulan STDB.
STDB merupakan skema pemerintah dalam membuat kebijakan membantu petani. Jika ternyata pemodal besar yang memanfaatkannya, maka berarti dukungan pemerintah tersebut salah sasaran.
"Bisa saja itu supaya bisa irit biaya, menghindari kewajiban, bahkan menggunakan fasilitas negara karena STDB itu untuk petani ekonomi menengah ke bawah, bukan untuk pengusaha. Kami berharap ini disikapi. Jangan dibiarkan," tegas Abadi.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Kotawaringin Timur Imam Subekti saat rapat dengan Komisi I belum lama ini mengatakan, STDB hanya untuk luasan lahan maksimal 25 hektare.
STDB dikhususkan membantu petani agar bisa mengembangkan pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan. Pihaknya belum ada menerima informasi ada pemodal besar yang mengelola kebun sawit dengan memanfaatkan STDB. Namun, masalah ini menjadi perhatian pihaknya.
Baca juga: Bawa 371 gram sabu dari Pontianak, tertangkap di Sampit
Baca juga: DPRD Kotim dorong pemkab fasilitasi masyarakat di pelosok dapatkan legalitas tanah
Baca juga: Demo ke DPRD Kotim mahasiswa soroti infrastruktur dan lonjakan kebutuhan pokok