Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jember menghadirkan lima orang saksi dalam sidang perkara pencabulan anak dan kekerasan seksual yang dilakukan terdakwa Kiai FM terhadap santri-santrinya di salah satu pondok pesantren di Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Sidang lanjutan yang dipimpin oleh majelis hakim Alfonsus Nahak dan dihadiri oleh Jaksa Penuntut Umum Adek Sri Sumiarsih dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi menghadirkan terdakwa FM yang didampingi tim kuasa hukumnya di ruang sidang Candra Pengadilan Negeri Jember, Kamis.
"Hari ini kami menghadirkan lima orang saksi termasuk saksi pelapor dan semuanya datang ke PN Jember. Terdakwa dihadirkan di persidangan karena sebelumnya terdakwa mengikuti secara daring," kata JPU Adek Sri Sumiarsih di PN Jember.
Ia menjelaskan ada sekitar 20 orang saksi yang akan dihadirkan dalam persidangan yang digelar secara tertutup tersebut, namun puluhan saksi akan dihadirkan secara bertahap dalam persidangan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
FM didakwa melakukan pencabulan terhadap anak dan kekerasan seksual dengan korban beberapa santrinya, baik santri dewasa maupun anak-anak di pondok pesantren yang diasuhnya di Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember.
Setelah mendengarkan keterangan saksi-saksi dalam sidang yang digelar secara tertutup tersebut, majelis hakim menunda sidang pekan depan dengan melanjutkan agenda pemeriksaan saksi-saksi yang akan dihadirkan oleh JPU.
Terdakwa FM didakwa melanggar Pasal 82 ayat (2) Jo Pasal 76E Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
FM juga dijerat Pasal 6 huruf c Jo Pasal 15 huruf b Undang-undang RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Selain itu, FM juga dijerat Pasal 296 ayat (2) ke-2 KUHP.
UU RI Nomor 17 Tahun 2016 digunakan karena ada dua perempuan yang menjadi korban diketahui masih berusia di bawah umur dan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual merujuk adanya korban perempuan yang sudah dewasa.