Seberapa penting bangun portofolio kerja dengan sertifikat pelatihan?

id portofolio ,portofolio kerja,sertifikat pelatihan

Seberapa penting bangun portofolio kerja dengan sertifikat pelatihan?

Ilustrasi - peserta pelatihan di Balai Latihan Kerja Magelang, Jawa Tengah. ANTARA/HO Humas Pemkot Magelang

Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana (PMO) Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengingatkan pentingnya angkatan kerja untuk membangun portofolio dengan kelengkapan sertifikat pelatihan informal yang sesuai dengan bidang terkait untuk melamar pekerjaan.

"Saya mengharapkan, mengajak teman-teman, yuk, bareng-bareng membangun portofolio kredensial kita. Jadi tidak hanya pendidikan formal, tapi yang nonformal itu menjadi bagian dari portofolio tentang diri kita sehingga kita bisa lebih siap untuk melamar pekerjaan atau saat berpindah pekerjaan," kata Denni saat diskusi bersama media di Jakarta, Kamis.

Dia menekankan bahwa ijazah pendidikan formal bukanlah jaminan bagi seseorang untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang diinginkan, meski dapat memperbesar peluang seseorang untuk bekerja.

Di samping itu ijazah formal, penting pula bagi angkatan kerja untuk melengkapi profilnya dengan sertifikat pelatihan atau kursus. Ini bermanfaat guna menunjukkan kepada perusahaan bahwa pelamar memiliki keterampilan (skill) sesuai dengan bidang yang dituju serta memiliki nilai tambah.

Baca juga: 40 pengurus koperasi di Palangka Raya ikuti pelatihan manajerial

Oleh sebab itu, kata Denni, pemerintah telah membuka peluang bagi angkatan kerja untuk dapat mengakses berbagai jenis pelatihan keterampilan melalui platform Kartu Prakerja. Dengan begitu, diharapkan angkatan kerja bisa terus meningkatkan keterampilan (upskilling) dan mendapatkan keterampilan baru (reskilling).

"Prakerja itu menambal skill, memperkuat CV, dan mensinyalkan bahwa kita ini adalah seorang pembelajar," tutur Denni.

Menurut Denni, Prakerja telah membantu meningkatkan persentase angkatan kerja di Indonesia yang pernah mengikuti pelatihan. Ini merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), angkanya meningkat hampir dua kali lipat dari yang sebelumnya 10,25 persen pada 2020 menjadi 19,08 persen pada 2023.

"Lewat Prakerja, teman-teman bisa mengakses pelatihan praktis yang membuat teman-teman kompetitif di job market. Kita tidak menggantikan pendidikan tinggi atau pendidikan dasar, tapi kita menambah atau complement dari itu," kata Denni.

Namun sayangnya, persentase angkatan kerja yang tidak pernah mengikuti pelatihan juga masih sangat besar dari tahun ke tahun. Hal ini, kata Denni, menjadi tantangan mengingat program Prakerja yang sudah berjalan tiga tahun belakangan baru menyentuh sekitar 17 juta peserta.

Survei dari J-PAL Asia Tenggara pada 2021 menyebutkan bahwa rata-rata pendapatan per bulan penerima program Kartu Prakerja meningkat Rp122.500, lebih tinggi 10 persen dibandingkan non-penerima.

Denni menjelaskan bahwa angka tersebut setara dengan 4,2 persen dari rata-rata upah buruh per bulan, setara dengan 61,25 persen dari Bansos Kartu Sembako per bulan, setara dengan 15,5 persen return on investment.

"Artinya negara itu diuntungkan dengan berinvestasi di sumber daya manusia lewat Prakerja. Jadi, Prakerja memberikan dampak yang baik. Membuat program ini bisa sustainable karena hasilnya lebih tinggi daripada ongkosnya. Membuat orang menjadi mandiri dan bermartabat karena lewat kerja," kata Denni.

Baca juga: Atasi kesenjangan talenta, Indonesia AI gelar pelatihan teknologi

Baca juga: Disnaker Palangka Raya siapkan lima program pelatihan kerja