Ini alasan para ilmuwan dunia kini khawatirkan 'virus zombie'

id Virus,virus zombie,ilmuwan

Ini alasan para ilmuwan dunia kini khawatirkan 'virus zombie'

ilustrasi virus . (ANTARA/HO-Sutterstock)

Jakarta (ANTARA) - Di saat dunia belum sepenuhnya “bersih” atau berhasil memenangkan pertempuran melawan COVID-19 dan varian-varian baru yang muncul, sebuah ancaman baru berpotensi muncul, yakni virus zombie.

Virus zombie atau virus yang membeku di lapisan es Kutub Utara beresiko dapat lepas akibat pemanasan global dan menimbulkan wabah penyakit atau pandemi. Para ilmuwan menyebut mikroba Methuselah sebagai virus zombie.

"Strain mikroba Methuselah ini, atau yang juga dikenal sebagai virus zombie, telah diisolasi oleh para peneliti yang telah menimbulkan kekhawatiran bahwa keadaan darurat medis global baru dapat dipicu, bukan oleh penyakit yang baru dikenal dalam ilmu pengetahuan, melainkan oleh penyakit dari masa lalu," demikian laporan The Guardian, melansir Times of India, Jumat (26/1).

Baca juga: WHO: Tenggat waktu kesepakatan pandemi bisa terlewati

Ahli virus dari Erasmus Medical Center di Rotterdam, Marion Koopmans mengatakan kepada media setempat bahwa ada risiko nyata bahwa mungkin ada virus dari kutub yang mampu memicu wabah penyakit, kemungkinan seperti bentuk polio kuno. Dia mengimbau ilmuwan dan masyarakat untuk harus berasumsi bahwa hal seperti ini bisa saja terjadi sewaktu-waktu.

Pada tahun 2023, ahli genom Jean-Michel Claverie dan ilmuwan material Chantal Abergel menemukan beberapa megavirus permafrost, salah satunya berasal dari 48.500 tahun yang lalu. Pada 2014, para peneliti dari Universitas Aix-Marseille menjadi yang pertama mengisolasi virus dari lapisan es purba.

Permafrost adalah jenis tanah atau sedimen yang tetap membeku selama sebagian besar tahun, biasanya selama setidaknya dua tahun berturut-turut. Ditemukan di daerah dingin seperti Kutub Utara dan Antartika, permafrost mengandung es, tanah, dan bahan organik.

Kondisinya yang membeku memiliki peran penting dalam melestarikan peninggalan tumbuhan dan hewan purba. Namun, peningkatan suhu global menjadi ancaman bagi permafrost, yang menyebabkan pencairan, yang dapat melepaskan karbon dan metana yang tersimpan, sehingga memperparah perubahan iklim.