Dirjen Imigrasi: Golden Visa bukan untuk jual Indonesia

id Golden Visa,Dirjen Imigrasi,Silmy Karim,Kalteng

Dirjen Imigrasi: Golden Visa bukan untuk jual Indonesia

Peluncuran Golden Visa. ANTARA/HO-Ditjen Imigrasi

Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Silmy Karim menegaskan layanan Golden Visa bukan untuk menjual Indonesia kepada warga negara asing, melainkan untuk memberi kesempatan bagi pemilik modal melihat Indonesia lebih dekat.

"Kalau dihubungkan dengan jual, apa yang dijual? Hanya izin masuk. Saya rasa itu (Golden Visa) bukan untuk menjual, tetapi memberikan akses kepada masyarakat internasional melihat Indonesia," ujar Silmy Karim dalam webinar bertajuk "Menilik Golden Visa Menuju Golden Indonesia 2045" dipantau dari Jakarta, Kamis.

Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika menanggapi perihal keterkaitan Golden Visa dengan kampanye "Indonesia is not for sale" atau yang berarti "Indonesia tidak untuk dijual".

Menurut Silmy, layanan Golden Visa memberi kesempatan bagi para pemilik modal untuk melihat berbagai potensi yang dimiliki Indonesia.

Dengan demikian, para pemilik modal dapat tertarik untuk turut berkontribusi dalam pengembangan perekonomian nasional. Kontribusi terhadap perekonomian nasional yang ia maksud, meliputi pembukaan lapangan pekerjaan dan investasi.

"Manfaat yang kita dapatkan (dari Golden Visa) itu kan Indonesia harus bersaing di dunia internasional untuk mendapatkan investasi dan good quality revenues," ujar Silmy.

Dalam kesempatan itu, Silmy juga menegaskan bahwa kebijakan Golden Visa tersebut juga merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memerangi para WNA yang tidak berkualitas atau merugikan masyarakat lokal.

Silmy merujuk pada ramainya kasus warga negara asing yang membuka jasa penyewaan motor di Bali.

"Saya perintahkan anggota saya untuk melakukan operasi. Kok bisa dia (WNA) bisnis sewa motor? Ternyata diizinkan, ada NIB (Nomor Induk Berusaha)-nya, dan yang mengeluarkan adalah pemerintah provinsi," kata Silmy.

Menindaklanjuti hal tersebut, Silmy berkoordinasi dengan Bahlil Lahadalia yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Buah dari koordinasi mereka merupakan aturan berupa investasi minimal bagi para WNA yang ingin membuka bisnis di Indonesia.

Dengan demikian, dapat melindungi UMKM yang dikelola oleh masyarakat lokal. "Akhirnya menjadi Rp10 miliar (investasi minimal)," katanya.

Semenjak itu, lanjut Silmy, tidak ada lagi izin usaha baru berkategori UMKM yang dikeluarkan untuk WNA.

Apabila pemerintah kembali menemukan usaha WNA yang tidak memiliki izin, Silmy menegaskan bahwa Imigrasi akan langsung menindaklanjuti dan mendeportasi WNA tersebut, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Jadi, nggak pas kalau (Golden Visa) dikaitkan dengan negara bukan untuk dijual," kata Silmy.