Sampit (ANTARA) - Proses pembebasan lahan untuk pengembangan Bandara Haji Asan Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah memasuki tahap akhir, pasalnya mayoritas warga yang memiliki lahan itu telah setuju harga yang ditawarkan Tim Appraisal.
“Sebelumnya kami sudah mengadakan musyawarah dengan para pemilik lahan, termasuk dari Tim Appraisal menyampaikan besaran harga yang ditawarkan untuk tanah tersebut dan alhamdulillah sebagian besar pemilik menyetujui,” kata Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Perumahan (DCKTRP) Kotim Rafiq Riswandi di Sampit, Senin.
Rafiq menjelaskan, sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku setelah pemilik lahan setuju dengan harga yang ditawarkan, maka tahap berikutnya adalah proses validasi keaslian dokumen dari pemilik lahan oleh Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kotim.
Dokumen kepemilikan tanah yang telah tervalidasi itu nantinya disampaikan oleh ATR/BPN kepada DCKTRP Kotim sebagai landasan bagi pihaknya untuk melakukan pembayaran.
Sebelum itu, pemilik lahan diminta untuk membuat rekening di Bank Kalteng dan pembayaran dilakukan melalui transfer ke rekening para pemilik lahan, sehingga tidak ada transaksi tunai.
“Insyaallah, kalau sudah dilakukan pembayaran maka selanjutnya kami akan melakukan balik nama terhadap dokumen kepemilikan tanah dan disertifikasi oleh pemilik sebelumnya. Kalau sudah begitu artinya prosesnya sudah selesai,” ujarnya.
Kendati, Rafiq mengakui ada beberapa pemilik lahan yang belum setuju dengan harga yang ditawarkan oleh Tim Appraisal, karena pemilik lahan menginginkan harga yang lebih tinggi, yakni sekitar Rp450 ribu per meter persegi.
Sementara itu, pihaknya tidak mengetahui secara rinci harga per meter persegi yang ditawarkan Tim Appraisal, karena surat rekomendasi sebelumnya disampaikan dalam amplop tertutup dan diserahkan langsung kepada masing-masing pemilik lahan.
Namun, berdasarkan paparan singkat dari Tim Appraisal pada musyawarah sebelumnya diketahui bahwa harga per bidang tanah kemungkinan besar berbeda dengan mengacu pada sejumlah indikator yang digunakan untuk perhitungan harga.
“Misalnya tanah yang ada bangunan, lalu yang ada tanaman dan tumbuhan seperti pohon buah dan sebagainya itu nilainya berbeda dan itu sudah ada perhitungannya. Kami tidak diberi tahu rincian per meternya berapa, tetapi hanya totalnya saja,” jelasnya.
Baca juga: Fraksi DPRD Kotim soroti penurunan target pendapatan pada perubahan APBD 2025
Ia melanjutkan, berdasarkan total harga yang disampaikan oleh Tim Appraisal maka anggaran yang disiapkan pemerintah daerah, yakni sekitar Rp4 miliar, cukup untuk pembayaran pembebasan lahan tersebut.
Akan tetapi, Rafiq menegaskan pihaknya tetap menjadikan rekomendasi Tim Appraisal sebagai acuan dalam pembebasan lahan. Karena, pihaknya yakin rekomendasi yang diberikan Tim Appraisal sudah melalui tahapan penilaian sesuai ketentuan yang berlaku.
Sekalipun, misalnya nilai yang ditawarkan Tim Appraisal lebih besar dari anggaran yang disiapkan pemerintah daerah, maka pihaknya siap mengusulkan penambahan anggaran pada perubahan APBD 2025.
Lebih detail, ia menyebutkan total lahan di sekitar kawasan bandara yang ingin dibebaskan kali ini seluas 1,78 hektare yang terbagi dalam 14 bidang dengan tujuh pemilik berbeda.
Lima dari tujuh pemilik telah setuju dengan harga yang ditawarkan Tim Appraisal, atau jika dihitung berdasarkan jumlah bidang lahan, sebanyak 10 bidang sudah dapat dilakukan proses pembayaran sedangkan empat bidang lainnya belum.
Disamping belum ada persetujuan dari pemilik, berdasarkan informasi yang diterima pihaknya empat bidang lahan tersebut juga masih dalam sengketa, karena ada pihak lain yang juga mengklaim kepemilikan lahan tersebut.
“Berkaitan dengan sengketa lahan ini sesuai Permen ATR/BPN Nomor 19 Tahun 2021, maka proses selanjutnya akan kami limpahkan ke pengadilan. Jadi nanti pengadilan yang akan memprosesnya atau istilahnya itu konsinyasi,” lanjutnya.
Berikutnya, untuk empat bidang lahan yang belum dapat dibebaskan akan diserahkan sepenuhnya kepada pihak pengadilan dan pemerintah daerah juga akan menitipkan uang untuk pembayaran lahan tersebut ke pengadilan.
Ia menambahkan, sebenarnya apabila empat bidang lahan itu pada akhirnya tidak dapat dibebaskan maka tidak lantas menghambat rencana pemindahan gedung Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) bandara yang merupakan tujuan dari pembebasan lahan tersebut.
“Sepuluh bidang tanah yang sudah disetujui pemiliknya itu kalau ditotal sekitar 1 hektare dan itu cukup untuk pemindahan gedung PKP-PK, karena gedung itu juga tidak terlalu memakan tempat, tetapi kalau empat bidang tanah lainnya bisa dibebaskan juga itu lebih baik lagi,” demikian Rafiq.
Baca juga: Bupati Kotim sebut purna tugas ASN bukan akhir dari pengabdian
Baca juga: Program swasembaga pangan buka peluang usaha pertanian di Kotim
Baca juga: Bupati Kotim: Perlu kolaborasi hukum adat dan perda dalam penanganan sampah
