Sampit (ANTARA) - Salah seorang warga Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, Yuanita Hamdani walau sempat galau, akhirnya memutuskan menyerahkan dua ekor anak kucing hutan peliharaannya ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat.
"Saya sayang sekali sama mereka. Saya sempat galau selama tiga hari, memikirkan apakah harus diserahkan atau tidak. Awalnya saya merasa bisa memelihara, tetapi saya lihat perilaku mereka semakin liar dan ganas," kata Yuanita di Sampit, Senin.
Penyerahan satwa liar yang dilindungi Undang-Undang itu dilaksanakan di rumah Yunita di Jalan Kopi Selatan, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang kepada Komandan BKSDA Resort Sampit Muriansyah.
Yuanita bercerita, awalnya ia mendapatkan dua anak ekor kucing hutan dari temannya. Adapun, temannya mendapatkan kucing hutan tersebut ketika membuka lahan dan kala itu tidak ada induk kucing hutan yang terlihat di sekitar lokasi.
Mengetahui Yuanita suka memelihara kucing dan tidak tega membiarkan anak kucing hutan itu tanpa perlindungan induknya, maka teman tersebut berinisiatif menyerahkan satwa itu kepada Yuanita yang kemudian merawat dan menamai kedua satwa itu Macan dan Belang.
Selama kurang lebih satu setengah bulan kedua anak kucing hutan itu dipelihara dengan telaten oleh Yuanita. Namun, seiring bertambah usia satwa dengan nama ilmiah Felis Bengalensis itu semakin menunjukkan perilaku liar tak seperti kucing rumahan.
"Waktu diserahkan ke saya, kedua anak kucing hutan itu masih kecil sekali. Sekarang kurang lebih satu bulan setengah sudah saya pelihara. Saya kira sama seperti kucing biasa ternyata sangat liar dan memang tidak bisa dipelihara," tuturnya.
Melihat perilaku Macan dan Belang yang semakin agresif, Yuanita mencoba mencari informasi terkait kucing hutan ke beberapa orang yang berpengalaman dan mengetahui bahwa kucing hutan memang tidak bisa dipelihara dan rata-rata umurnya tidak panjang dibawah asuhan manusia.
Selain itu, ia mencari informasi di internet dan mengetahui bahwa kucing hutan termasuk satwa liar yang dilindungi Undang-Undang. Ia kemudian menghubungi BKSDA Kalteng melalui media sosial.
Meski sempat galau karena harus berpisah dengan Macan dan Belang yang dirawatnya dengan sepenuh hati, namun dengan berbagai pertimbangan Yuanita memantapkan hatinya untuk menyerahkan satwa itu ke BKSDA.
"Saya menyerahkan ini dengan sukarela, karena memang mereka tidak cocok untuk dipelihara, sehingga biarlah mereka lepas di alam bebas. Saya juga tidak ingin menjadi salah satu pencetus kepunahan satwa yang sudah langka. Jangan sampai anak cucu kita tidak bisa lagi melihat kucing hutan," demikian Yuanita.
Baca juga: Kotim kembali raih penghargaan Kabupaten Layak Anak
Komandan BKSDA Resort Sampit Muriansyah mengapresiasi Yuanita yang dengan kesadaran diri menyerahkan satwa liar yang dilindungi Undang-Undang kepada pihaknya.
Penyerahan satwa dilindungi secara sukarela menunjukkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian satwa liar dan habitatnya.
"Kami berterima kasih kepada warga yang sudah menyerahkan satwa liar yang dilindungi ke BKSDA. Semoga ini juga menjadi contoh bagi warga lainnya agar ketika menemukan ataupun yang masih memelihara satwa dilindungi, agar menyerahkan ke BKSDA setempat," ucapnya.
Sementara berdasarkan pemeriksaan singkat, ia menyampaikan bahwa kondisi kedua anak kucing hutan itu tampak sehat. Kedua anak kucing hutan itu diperkirakan berusia dua bulan, dengan jenis kelamin jantan dan betina. Selanjutnya, kedua anak kucing hutan ini rencananya akan segera dibawa ke Seksi Konservasi Wilayah II Pangkalan Bun BKSDA Kalteng.
"Karena kedua kucing hutan ini masih anak, maka harus direhabilitasi dulu di yayasan sebelum bisa dilepasliarkan ke alam," demikian Muriansyah.
Baca juga: Legislator Kotim sebut pengemasan pariwisata tidak harus boros
Baca juga: Pemkab Kotim gelontorkan Rp4 miliar untuk rehabilitasi sekolah
Baca juga: Camat MBK usulkan penambahan puskesmas atasi penumpukan pasien
