Harmoni alam dan ruh leluhur di Pertapaan Tjilik Riwut

id Pertapaan Tjilik Riwut,Katingan,Sigit K Yunianto,Anggota DPR RI Sigit,SKY,Kalteng,Kasongan,batu banama

Harmoni alam dan ruh leluhur di Pertapaan Tjilik Riwut

Foto bersama Anggota DPR RI Sigit K. Yunianto beserta jajaran dan masyarakat setempat di Kasongan Lama, Kecamatan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. ANTARA/Ronny NT

Katingan (ANTARA) - Di lereng Bukit Batu yang kokoh menjulang di pinggir Jalan Trans Kalimantan, tepatnya di Kasongan Lama, Kecamatan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, tersembunyi sebuah tempat suci yang menyimpan gema masa lalu yakni Pertapaan Tjilik Riwut sang pahlawan Nasional asal daerah itu.

Tempat ini bukan hanya sekadar tempat objek wisata ataupun hamparan batu-batu hitam kecoklatan yang bertumpuk seperti benteng alam, melainkan sebuah portal menuju harmoni antara jiwa manusia, rahim bumi, dan ruh leluhur Suku Dayak Ngaju.

Di sini, angin berhembus pelan membawa bisik-bisik sungai Kahayan yang mengalir tak jauh, seolah menyanyikan lagu-lagu leluhur yang lahir dari tanah Borneo, di mana setiap pohon, batu, dan sungai adalah saksi bisu penciptaan alam semesta.

Baca juga: DPR RI soroti Desa Lawang Kamah Kapuas puluhan tahun tak teraliri listrik

Bayangkan langkah kaki seorang pahlawan yang ringan menyentuh permukaan batu itu. Tjilik Riwut, putra Dayak Ngaju yang lahir pada 2 Februari 1918 di Kasongan, adalah "orang hutan" yang selalu bangga dengan akarnya.

Sebagai pahlawan nasional, ia bukan hanya pejuang kemerdekaan yang menyatukan suku-suku Dayak pedalaman ke pangkuan NKRI, tetapi juga penjaga kearifan lokal. Di pertapaan ini, yang kini dikenal sebagai Bukit Batu Tjilik Riwut, ia pernah bertapa, merenung di antara sembilan batu bertuah yang konon meninggalkan jejak tapak kakinya.

Salah satu batu besar di kawasan Pertapaan Tjilik Riwut bertuliskan "Petehku Isen Mulang" yang artinya, "Pesan ku: Pantang Mundur", menjadi salah satu semboyan khas suku Dayak Kalimantan Tengah ANTARA/Ronny NT

Batu-batu itu, menurut cerita warga, bukan hanya relik karst purba, tapi penjaga rahasia, satu untuk kekuatan batin, yang lain untuk kesuburan tanah, dan sisanya untuk memanggil ruh leluhur agar alam tetap seimbang.

Tjilik Riwut, meski akhirnya memeluk Katolik, tak pernah lepas dari Kaharingan kepercayaan yang ia tulis dalam bukunya Maneser Panatau Tatu Hiang, Menyelami Kekayaan Leluhur.

Baca juga: Sigit K. Yunianto janji tindak lanjuti keluhan warga Barsel soal listrik, gas, dan akses pasir

Di sana, ia mengajarkan bahwa agama asli Dayak adalah harmoni dengan alam, di mana Ranying Hatalla, Sang Pencipta, menitipkan roh-roh leluhur pada hutan belantara, bukit, dan ngarai. Harmoni alam di Pertapaan Tjilik Riwut terasa begitu nyata.

Hutan tropis yang mengelilingi bukit ini adalah kanvas hijau yang hidup burung enggang bernyanyi di pagi hari, sementara orang utan simbol kekuatan Dayak menjaga keseimbangan ekosistem.

Patung Pahlawan Nasional Tjilik Riwut di objek wisata Bukit Batu, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. ANTARA/Ronny NT

Tjilik Riwut, yang pernah mengelilingi pulau Borneo tiga kali hanya dengan kaki dan perahu, memahami bahwa alam adalah guru terbesar.

Ruh leluhur Dayak Ngaju, yang bersemayam di setiap ritual Tiwah atau aruh adat, mengingatkan kita untuk tidak mengganggu keseimbangan itu.

Baca juga: Sigit K Yunianto: Wujudkan Banggai Ammonia Plant sebagai pilar swasembada energi hijau

Baca juga: Dorong pemerataan listrik, anggota DPR RI Sigit K Yunianto Sidak PLTU Kalteng

Pertapaan ini juga menjadi tempat ziarah bagi generasi muda, di mana mereka belajar bahwa identitas bukanlah beban, tapi sayap untuk terbang ke masa depan

Dalam kunjungannya ke Katingan, Anggota DPR RI Sigit K. Yunianto menyaksikan keajaiban ini dengan mata penuh kekaguman. Sebagai wakil rakyat yang peduli pada pelestarian budaya dan lingkungan, Sigit tak hanya berfoto di depan batu-batu suci, tapi juga berdialog dengan warga.

Anggota DPR RI Sigit K. Yunianto saat berkunjung ke objek wisata Bukit Batu, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. ANTARA/Ronny NT

"Tempat ini adalah jembatan antara masa lalu dan masa depan kita," ujarnya, sambil menyentuh permukaan batu yang dingin.

Bagi Sigit, Pertapaan Tjilik Riwut adalah pengingat bahwa di tengah hiruk-pikuk pembangunan Ibu Kota Nusantara, kita harus menjaga ruh Dayak harmoni yang membuat Kalimantan Tengah tetap hijau dan suci.

Kunjungannya bukan sekadar seremoni, tapi panggilan untuk aksi mendukung ekowisata di Bukit Batu, melindungi hutan Katingan dari tambang liar, dan mempromosikan Kaharingan sebagai warisan UNESCO.

Baca juga: Sigit K Yunianto: Peringatan Maulid Nabi Muhammad jadi seruan kedamaian bangsa

Baca juga: Berikut 14 calon Ketua DPD PDIP Kalteng

Di sini, alam dan leluhur berbisik "Kami adalah satu." Bagi siapa saja yang datang dari Palangka Raya yang hanya kurang lebih satu jam perjalanan tempat ini menawarkan kedamaian abadi, pengingat bahwa harmoni sejati lahir dari menghormati akar.

Sebagai mantan Ketua DPRD Palangka Raya, beliau pernah berpesan bahwa generasi muda harus menjadi garda terdepan menjaga adat istiadat, termasuk situs seperti Pertapaan Tjilik Riwut.

Pertapaan Tjilik Riwut bukan akhir cerita, tapi awal dari legenda baru, di mana generasi seperti Sigit K. Yunianto melanjutkan api obor leluhur, menerangi jalan menuju Borneo yang lestari.

Objek wisata Bukit Batu, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. ANTARA/Ronny NT


Pewarta :
Uploader : Ronny
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.