75 alat telekomunikasi ilegal dimusnahkan! Langkah tegas Kemkomdigi

id Kemkomdigi musnahkan,Kalteng,75 alat telekomunikasi ilegal dimusnahkan,Yogyakarta ,Ervan Fathurokhman Adiwidjaja

75 alat telekomunikasi ilegal dimusnahkan! Langkah tegas Kemkomdigi

Kementerian Komunikasi dan Digital memusnahkan 75 perangkat telekomunikasi ilegal yang disita dari hasil penindakan Balai Monitoring (Balmon) Spektrum Frekuensi Radio Kelas I Yogyakarta dan Balai Monitoring Spektrum Frekuensi Radio Kelas I Semarang di Sleman, Daerah Istimea Yogyakarta pada Kamis (27/11/2025). ANTARA/Farhan Arda Nugraha

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) melakukan pemusnahan terhadap 75 perangkat telekomunikasi ilegal dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah guna menjaga tata kelola pemanfaatan spektrum frekuensi radio di Indonesia.

Pelaksana Harian (Plh) Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Kemkomdigi, Ervan Fathurokhman Adiwidjaja, menegaskan pemerintah memandang spektrum frekuensi radio sebagai salah satu aset strategis negara.

"Jika ruang ini dipenuhi pemancar ilegal dan perangkat tanpa izin, yang terganggu bukan hanya kualitas sinyal, tetapi keselamatan dan layanan telekomunikasi publik," kata Ervan di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada Kamis.

Menurutnya, tindakan pemusnahan ini bertujuan untuk melindungi berbagai layanan vital seperti kualitas jaringan telekomunikasi, keselamatan penerbangan, keandalan sistem kebencanaan, dan lainnya.

Kemkomdigi memusnahkan sebanyak 75 perangkat telekomunikasi ilegal yang disita dari hasil penindakan oleh Balai Monitoring (Balmon) Spektrum Frekuensi Radio Kelas I Yogyakarta dan Balai Monitoring Spektrum Frekuensi Radio Kelas I Semarang.

Perangkat yang dimusnahkan mencakup 15 perangkat dari hasil penindakan Balmon Yogyakarta yang terdiri dari pemancar frekuensi rakitan, perangkat microwave link, access point, dan repeater GSM.

Lalu 60 perangkat dari Balmon Semarang yang terdiri dari exciter siaran radio, ethernet switch, media converter router, dan modem yang digunakan tanpa izin yang sah.

Ervan menjelaskan, pendekatan yang ditempuh dalam menertibkan perangkat telekomunikasi ilegal tidak represif sejak awal, melainkan bertahap dan mengedepankan pembinaan.

Prosesnya diawali dari sosialisasi aturan, lalu pihak yang melanggar akan mendapat teguran, pemanggilan, dan klarifikasi, hingga pengenaan sanksi administrasi.

Apabila perangkat telekomunikasi terbukti tidak bersertifikat, tidak memenuhi standar, serta tidak memungkinkan untuk memiliki ISR (Izin Stasiun Radio), maka akan ditempuh tindakan pemusnahan.

"Seluruh rangkaian kegiatan pengawasan, penertiban, penyitaan serta pemusnahan perangkat ini berlandaskan pada Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 yang mengatur tentang tata kelola alat dan penggunaan spektrum frekuensi radio," ujar Ervan,

Upaya penegakan hukum ini, katanya, telah mengamankan potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berupa denda masing-masing di wilayah Yogyakarta dan Semarang sebesar Rp406 juta dan Rp242 juta.

Dia memaparkan, beberapa bentuk pelanggaran penggunaan perangkat ilegal yang masih sering terjadi, antara lain radio siaran yang mengudara pada frekuensi ilegal, penggunaan pemancar rakitan tanpa sertifikat.

Kemudian wireless access point yang dimodifikasi sehingga memancar di luar alokasi izin kelas dan melanggar ketentuan sertifikat alat, serta repeater GSM tanpa sertifikasi yang dapat mengganggu jaringan operator seluler resmi.

Ervan mengimbau masyarakat untuk tidak mudah percaya pada iklan perangkat penguat sinyal atau radio yang tidak jelas perizinannya. Dia juga mengingatkan komunitas radio untuk berhenti menggunakan perangkat rakitan dan perangkat murah yang tidak bersertifikat.

"Apa yang tampak murah di awal justru bisa menjadi sangat mahal ketika mengakibatkan gangguan layanan publik dan berujung pada sanksi administratif maupun sanksi pidana," ucapnya.


Pewarta :
Uploader : Ronny
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.