PDIP tegaskan usul pemilihan kepala daerah oleh DPRD tak bisa tergesa-gesa

id PDIP,pemilihan kepala daerah oleh DPRD,Kalteng,Said Abdullah

PDIP tegaskan usul pemilihan kepala daerah oleh DPRD tak bisa tergesa-gesa

Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Timur HM Said Abdullah saat pembukaan Konferensi Daerah (Konferda) PDI Perjuangan Jawa Timur dan Konferensi Cabang (Konfercab) se-Jawa Timur, di Surabaya, Sabtu (20/12). ANTARA/ Faizal Falakki.

Jakarta (ANTARA) - Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan menyebutkan usulan kepala daerah dipilih melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) perlu dikaji mendalam.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan Said Abdullah mengatakan kajian mendalam diperlukan agar sebuah kebijakan menjawab akar masalah dan didasarkan pada kepentingan publik lebih luas.

"Jangan sampai kita membuat kebijakan berdasarkan selera politik sesaat," ujar Said dalam keterangan di Jakarta, Senin.

Dia menyampaikan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung yang dijalani saat ini memang disertai sejumlah masalah, seperti ongkos pilkada yang dikeluarkan oleh kandidat sangat tinggi.

Namun untuk mengurai masalah ongkos biaya tinggi pilkada, menurutnya, tidak serta-merta bisa diselesaikan dengan pilkada lewat DPRD, yang merupakan jumping conlucsion atau mengambil kesimpulan terburu-buru.

Said menegaskan esensi pilkada langsung merupakan keterlibatan langsung dalam memilih pemimpin di daerah, sehingga jika di ganti DPRD maka pemilihannya diwakilkan oleh DPRD.

"Langkah ini bisa membengkokkan aspirasi rakyat di daerah, karena bisa jadi antara kepentingan DPRD dengan rakyat atas figur kepala daerah bisa berbeda," tuturnya.

Untuk mengatasi ongkos pilkada langsung yang mahal, dirinya menyarankan bisa dilakukan revisi Undang-Undang (UU) tentang Pilkada dengan memperkuat penegakan hukum atas politik uang.

Dia menyarankan pembenahan hukum, dengan sistem peradilan pidana alias criminal justice system dalam konteks pelanggaran hukum pemilu, yang didominasi oleh politik uang.

Untuk itu, diharapkan pula penguatan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), yang harus memiliki aparat penyidik independen atau bisa melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) khusus dalam penanganan politik uang.

Dengan demikian, kata dia, pihak yang menerima dan memberi politik uang bisa dikenakan sanksi pidana lebih berat dan kandidatnya dibatalkan pencalonannya.

Pada saat yang sama, dirinya menilai perlu ada peradilan ad hoc khusus untuk penanganan politik uang di setiap daerah. KPK dan Bawaslu bisa melibatkan para akademisi dan praktisi hukum sebagai penyidik ad hoc dalam penanganan politik uang.

"Karena pilkada dan pemilu serentak, maka politik uang bisa berlangsung masif, sistematis, dan serentak. Oleh sebab itu, perlu aparatus yang juga kredibel dan berjumlah banyak," kata Said.

Ketua Badan Anggaran DPR RI itu berpendapat berbagai langkah tersebut bisa menimbulkan efek jera, baik bagi pemberi maupun penerima politik uang, sehingga peluang kandidat memenangkan pilkada dengan biaya murah peluangnya lebih besar.

Di sisi lain, dia mengingatkan masyarakat pun perlu diberikan edukasi bahwa menerima politik uang merupakan tindak pidana, merusak demokrasi, serta menghambat peluang daerah mendapatkan pemimpin yang baik, berintegritas, dan jujur.

Maka dari itu, sambung dia, semua pihak, penyelenggara pemilu, perguruan tinggi, organisasi, dan para tokoh sosial, perlu menggelorakan voter education, yakni mendidik pemilih cerdas.

Said meyakini apabila berbagai langkah tersebut dijalankan serius dan berkelanjutan, persoalan pilkada mengeluarkan ongkos mahal bisa diantisipasi.

"Tentu ini bukan bim salabim sekali jadi, butuh proses, dan kami optimistis hal itu bisa berjalan dengan baik. Kuncinya tentu kita semua, para pemimpin politik, tokoh masyarakat, akademisi, budayawan, aktivis LSM, semuanya memiliki komitmen yang sama membangun demokrasi di daerah," katanya menegaskan.

Adapun wacana kepala daerah dipilih DPRD mencuat dari Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) I Tahun 2025 Partai Golkar menghasilkan salah satu rekomendasi agar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dipilih melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu (21/12), mengatakan rekomendasi itu disampaikan sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat, dengan menitik beratkan pada keterlibatan dan partisipasi publik dalam proses pelaksanaannya.

"Partai Golkar mengusulkan Pemilihan Kepala Daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah," kata Bahlil.

Terkait dengan pelaksanaan Pemilu, menurut dia, Partai Golkar merekomendasikan perbaikan dan penyempurnaan sistem proporsional terbuka dengan memperbaiki aspek teknis penyelenggaraan, penyelenggara, dan tata kelola untuk mewujudkan pemilu yang jujur dan adil.


Pewarta :
Uploader : Ronny
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.