Sampit (ANTARA) - Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah mencatat potensi penerimaan pajak dari lahan perkebunan kelapa sawit yang belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU) mencapai ratusan miliar rupiah.
“Saat ini masih ada beberapa perusahaan yang belum menyelesaikan atau masih proses untuk mendapatkan sertifikat HGU. Kalau perhitungan kami potensi pajak dari lahan yang belum HGU itu mencapai Rp668 miliar,” kata Kepala Bapenda Kotim Ramadansyah di Sampit, Minggu.
Ramadansyah menyebutkan, lahan yang belum memiliki sertifikat HGU itu tersebar di 17 perusahaan perkebunan kelapa sawit. Namun, ia menyampaikan untuk detail informasi terkait progres perizinannya merupakan kewenangan Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kotim.
Dalam hal ini pihaknya menyoroti potensi pajak yang bisa didapatkan melalui penyelesaian HGU tersebut, sebab untuk mendapatkan sertifikat HGU perusahaan terkait berkewajiban membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) kepada pemerintah daerah setempat.
“Seperti tahun 2023 lalu, ada perusahaan dan koperasi yang membayar HGU dengan total nilai sekitar Rp60 miliar, nilai yang besar untuk pendapatan asli daerah (PAD) kita,” ujarnya.
Ramadansyah juga menyampaikan, target PAD Kotim tahun 2024 lumayan besar, yakni Rp585.143.313.400. Penetapan target ini mengacu pada potensi perolehan pajak daerah, sedangkan yang paling tinggi potensinya adalah BPHTB.
Berdasarkan perhitungan pihaknya jika lahan yang belum memiliki HGU itu dikenakan pajak rata-rata Rp11.000 per meter, maka total potensi pemasukan daerah yang diterima mencapai Rp668 miliar.
Baca juga: Bupati Kotim: Alhamdulillah tunggakan TPP dan dana desa sudah lunas
“Itu juga kalau dihitung rata-rata Rp11.000, tapi perhitungan sebenarnya kan berdasarkan tahun tanam. Nah, di wilayah kita ini ada yang perhitungan Rp14.000 hingga Rp20.000 per meter, jadi potensi penerimaan kita lebih besar dari itu,” jelasnya.
Pria yang juga menjabat sebagai Pelaksana Tugas Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Riset dan Inovasi Daerah (Bapprida) Kotim ini berharap perusahaan di Kotim yang masih ada lahannya belum atau masih proses untuk mendapat sertifikat HGU agar segera mengurusnya, sebagai kewajiban yang harus ditunaikan.
Apabila, semua perusahaan dapat segera memenuhi kewajiban HGU tersebut, tentunya target PAD Kotim tahun ini bisa tercapai dengan mudah, bahkan terlampaui.
Ia menambahkan, PAD merupakan salah satu pilar kemandirian suatu daerah. Peningkatan PAD menunjukkan semakin tinggi keberhasilan daerah dalam mengelola sumber-sumber penerimaan di daerah.
Semakin tinggi penerimaan PAD suatu daerah, maka tingkat kemandiriannya akan semakin besar sehingga ketergantungan terhadap transfer dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah lainnya menjadi menurun.
PAD juga berperan penting dalam menunjang program pembangunan pemerintah untuk memajukan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Baca juga: Karang Taruna Kotim siap bantu pasarkan produk UMKM melalui website
Baca juga: Antisipasi bahaya kebakaran, Disdamkarmat disiagakan di gudang logistik KPU Kotim
Baca juga: BPBD Kotim terima hibah kendaraan dan peralatan pemadam dari provinsi
“Saat ini masih ada beberapa perusahaan yang belum menyelesaikan atau masih proses untuk mendapatkan sertifikat HGU. Kalau perhitungan kami potensi pajak dari lahan yang belum HGU itu mencapai Rp668 miliar,” kata Kepala Bapenda Kotim Ramadansyah di Sampit, Minggu.
Ramadansyah menyebutkan, lahan yang belum memiliki sertifikat HGU itu tersebar di 17 perusahaan perkebunan kelapa sawit. Namun, ia menyampaikan untuk detail informasi terkait progres perizinannya merupakan kewenangan Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kotim.
Dalam hal ini pihaknya menyoroti potensi pajak yang bisa didapatkan melalui penyelesaian HGU tersebut, sebab untuk mendapatkan sertifikat HGU perusahaan terkait berkewajiban membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) kepada pemerintah daerah setempat.
“Seperti tahun 2023 lalu, ada perusahaan dan koperasi yang membayar HGU dengan total nilai sekitar Rp60 miliar, nilai yang besar untuk pendapatan asli daerah (PAD) kita,” ujarnya.
Ramadansyah juga menyampaikan, target PAD Kotim tahun 2024 lumayan besar, yakni Rp585.143.313.400. Penetapan target ini mengacu pada potensi perolehan pajak daerah, sedangkan yang paling tinggi potensinya adalah BPHTB.
Berdasarkan perhitungan pihaknya jika lahan yang belum memiliki HGU itu dikenakan pajak rata-rata Rp11.000 per meter, maka total potensi pemasukan daerah yang diterima mencapai Rp668 miliar.
Baca juga: Bupati Kotim: Alhamdulillah tunggakan TPP dan dana desa sudah lunas
“Itu juga kalau dihitung rata-rata Rp11.000, tapi perhitungan sebenarnya kan berdasarkan tahun tanam. Nah, di wilayah kita ini ada yang perhitungan Rp14.000 hingga Rp20.000 per meter, jadi potensi penerimaan kita lebih besar dari itu,” jelasnya.
Pria yang juga menjabat sebagai Pelaksana Tugas Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Riset dan Inovasi Daerah (Bapprida) Kotim ini berharap perusahaan di Kotim yang masih ada lahannya belum atau masih proses untuk mendapat sertifikat HGU agar segera mengurusnya, sebagai kewajiban yang harus ditunaikan.
Apabila, semua perusahaan dapat segera memenuhi kewajiban HGU tersebut, tentunya target PAD Kotim tahun ini bisa tercapai dengan mudah, bahkan terlampaui.
Ia menambahkan, PAD merupakan salah satu pilar kemandirian suatu daerah. Peningkatan PAD menunjukkan semakin tinggi keberhasilan daerah dalam mengelola sumber-sumber penerimaan di daerah.
Semakin tinggi penerimaan PAD suatu daerah, maka tingkat kemandiriannya akan semakin besar sehingga ketergantungan terhadap transfer dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah lainnya menjadi menurun.
PAD juga berperan penting dalam menunjang program pembangunan pemerintah untuk memajukan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Baca juga: Karang Taruna Kotim siap bantu pasarkan produk UMKM melalui website
Baca juga: Antisipasi bahaya kebakaran, Disdamkarmat disiagakan di gudang logistik KPU Kotim
Baca juga: BPBD Kotim terima hibah kendaraan dan peralatan pemadam dari provinsi