Jakarta
(ANTARA News) - Singapura memandang terorisme maritim dan pembajakan di
laut ancaman utama keamanan kawasan dan pelayaran internasional yang
dapat berujung kepada gangguan keamanan ekonomi dan kesejahteraan
dunia.
Hal itu diutarakan Kepala Staf Angkatan
Laut Singapura, Rear Admiral Ng Chee Peng, sebagai pembicara kunci, di
depan ratusan hadirin simposium internasional keamanan maritim yang
digelar TNI AL, di Jakarta, Selasa.
Ke-32
negara dari berbagai kawasan hadir, 14 kepala staf atau panglima
angkatan laut mengutarakan pandangannya tentang kerja sama keamanan
maritim kawasan. Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Marsetio, menjadi
tuan rumah simposium menyambut HUT ke-68 TNI AL itu.
Singapura
sebagai negara pelabuhan transito besar dunia, sangat berkepentingan
dengan keamanan perairan laut dan samudera. Sebanyak 90 persen
perdagangan dunia senilai 16 triliun dolar Amerika Serikat setahun
terjadi melalui jalur laut.
Ng menyatakan,
dampak terorisme maritim sangat fatal sebagaiman terjadi pada satu kapal
Superferry 14, pada 2004, dengan 100 nyawa warga sipil melayang
sia-sia. Juga saat milisi Mesir meluncurkan roket ke kapal Cosco Asia,
di Terusa Suez.
Tentang pembajakan, dia
melihat efektivitas patroli bersama negara-negara Selat Malaka sangat
terbukti. Telah cukup banyak pembajakan bisa dibasmi berkat patroli
bersama ini.
"Kita harus lanjutkan upaya
bersama membasmi pembajakan ini secara paripurna. Dari sisi kami, sejak
2009 kami berkontribusi dengan mengerahkan kapal pendarat tank dan
helikopter Super Puma ke Teluk Aden dan kapal frigat RSN Intrepid," kata
Ng.
Guna meningkatkan efektivitas itu, kata
Ng, dia menawarkan konsep penguatan pada tiga aspek, yaitu meningkatkan
keyakinan dan kepercayaan para pihak, konektivitas, dan penguatan
kapasitas. Singapura memandang konektivitas mutlak bagi kesiagaan
operasional para pihak.
"Untuk itu diperlukan
kelancaran proses pertukaran informasi dan prosedur yang terus
disempurnakan melalui berbagai latihan bersama," katanya.