Polres Kotim ungkap kasus pengoplosan beras

id Polres Kotim ungkap kasus pengoplosan beras,Beras oplosan ,Kapolres,Kotawaringin Timur,Mohammad Rommel

Polres Kotim ungkap kasus pengoplosan beras

Kapolres AKBP Mohammad Rommel berbincang dengan tersangka saat berada di gudang yang diduga tempat pengoplosan beras, Senin (1/4/2019). (Foto Istimewa)

Sampit (ANTARA) - Satuan Reserse Kriminal Polres Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah mengungkap praktik pengoplosan beras di sebuah gudang di Sampit dan menangkap seorang tersangka pelaku.

"Modus para tersangka adalah mengoplos atau mencampur beras yang kualitasnya paling rendah dengan beras kualitas premium, kemudian dikemas dengan beberapa merek tertentu untuk dijual lagi," kata Kapolres AKBP Mohammad Rommel di Sampit, Senin.

Praktik ilegal pengoplosan beras itu dilakukan di sebuah gudang di Jalan Manggis 2 Kecamatan Mentawa Baru Ketapang Sampit. Kegiatan itu diperkirakan sudah berlangsung sekitar satu tahun delapan bulan.

Rommel didampingi Wakapolres Kompol Dhovan Oktavianton dan Kepala Satuan Reserse Kriminal AKP Wiwin Junianto Supriadi meninjau gudang penyimpanan sekaligus diduga tempat pengoplosan beras tersebut. Di dalam gudang itu terdapat beras yang jumlahnya diperkirakan ratusan karung.

Pengungkapan kasus ini berawal ketika jajaran Satuan Reserse Kriminal mendapat informasi dari masyarakat bahwa ada orang mengoplos beras di Kotawaringin Timur. Hasil penyelidikan, petugas berhasil membongkar praktik ilegal tersebut.

Polisi menangkap seorang tersangka berinisial RD yang merupakan supervisor atau pengawas gudang. Kasus ini masih dikembangkan terkait siapa yang menyuruh dan bertanggung jawab atas kegiatan ilegal itu.

Selain mengoplos beras, pelaku diduga juga menjual beras tidak layak dengan cara "memperbaiki" tampilan beras yang sudah rusak atau kualitasnya jelek menggunakan zat kimia tertentu sehingga kutu di beras itu mati, kemudian beras dikemas untuk dijual lagi.

"Beras itu dipasarkan di Kotawaringin Timur. Gudang tersebut sudah dipasang garis polisi guna kepentingan penyelidikan. Masih kami data berapa banyak yang sudah terjual dan berapa beras yang masih tersisa di gudang," ujar Rommel.

Tersangka dijerat hukum dengan Pasal 62 juncto Pasal 8 ayat (1) huruf f Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 139 juncto Pasal 84 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18/2012 tentang Pangan dengan ancaman hukuman lima tahun penjara atau denda paling banyak Rp2 miliar.

"Masyarakat tidak perlu panik. Secara kasat mata bisa terlihat beras premium dan oplosan. Dia mencampur 50 berbanding 50. Kalau oplosan atau campuran itu akan terlihat banyak yang pecah," demikian Rommel.