Deretan tempat ikonis di Jakarta yang wajib dikunjungi

id ikon di jakarta,wisata jakarta,Deretan tempat ikonis di Jakarta yang wajib dikunjungi

Deretan tempat ikonis di Jakarta yang wajib dikunjungi

Suasana kawasan Monumen Nasional (Monas) yang ditutup untuk umum saat pandemi COVID-19 di Jakarta, Jumat (17/4/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay. (ANTARA FOTO)

Jakarta (ANTARA) - Kota Jakarta menyimpan banyak sejarah yang bersemayam dalam tempat-tempat ikonik yang tersebar di berbagai penjuru. Kunjungi beberapa tempat ikonik di ibu kota untuk mengenal lebih jauh kota yang tahun ini berusia 493 tahun.

Berikut ini beberapa tempat ikonik yang disambangi ANTARA dalam tur virtual "Landmark Ikonik Jakarta" bersama Atourin, Rabu.

Daftar di bawah ini bisa menjadi inspirasi untuk mengenal Jakarta lebih jauh setelah wabah pandemi COVID-19 mereda dan orang-orang bisa bebas beraktivitas.

1. Pelabuhan Sunda Kelapa
Sebelum dinamakan Jakarta, kota ini bernama Sunda Kelapa karena berada di bawah kekuasaan kerajaan Sunda serta ditumbuhi banyak pohon kelapa. Nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta setelah Fatahillah merebut kekuasaan.

Selma Isnaini, pemandu dari Wisata Kreatif Jakarta, menyarankan wisatawan untuk datang ke pelabuhan Sunda Kelapa sebelum petang agar tidak bentrok dengan proses loading barang ke kapal.

Baca juga: TNI-Polri siap edukasi warga untuk terapkan protokol kesehatan di tempat wisata

Selain bagus untuk tempat berfoto, wisatawan bisa mencoba menaiki kapal besar melewati jembatan bambu di pelabuhan. Banyak juga nelayan di kapal kecil yang menawarkan jasa mengantarkan turis ke kapal besar.
 
Menara yang jadi bagian Museum Bahari ini dulu berfungsi sebagai menara pantau utama yang mengontrol keluar masuknya kapal. Nama Syahbandar diambil dari istilah profesi pengawas menara.

"Menaranya agak miring, kadang disebut menara miring," ujar dia.

Baca juga: Tujuan wisata yang diincar masyarakat Indonesia saat normal baru

Kemiringan menara yang dibangun pada 1839 ini disebabkan usia getaran dari kendaraan berat yang melewati jalan di sampingnya.

"Setiap tiga tahun sekali, miring 0,3 derajat," imbuh dia.

Dulu, orang-orang masih bisa naik hingga ke puncak menara. Namun Selma menuturkan tahun lalu bagian atasnya ditutup karena menara semakin miring.

Menara Syahbandar dulu merupakan tempat titik 0 KM Jakarta sebelum dipindahkan ke Monas.

3. Museum Bahari
Museum ini dulunya dipakai oleh Belanda sebagai gudang rempah-rempah, sumber penyebab di balik alasan penjajah memperebutkan Indonesia yang memiliki banyak rempah-rempah berharga.

Museum ini menyimpan koleksi miniatur kapal serta sejarah Indonesia pada masa pendudukan Belanda. Mengingat museum ini dulu berfungsi sebagai gudang rempah, bangunannya dilengkapi dengan banyak jendela agar sirkulasi udara lancar.

Baca juga: TMII dibuka kembali, satu tiket berlaku untuk dua orang

Museum Sejarah Jakarta alias Museum Fatahillah adalah bangunan mencolok yang ada di Kota Tua. Bangunan yang dulu berfungsi sebagai balai kota Batavia ini menyimpan koleksi perjalanan sejarah Jakarta. Gedung ini memiliki penjara bawah tanah yang pernah ditempati oleh Pangeran Diponegoro dan Cut Nyak Dien sebelum mereka diasingkan ke kota lain.

Lapangan di depan Museum Fatahillah jadi tempat berkumpul sekaligus tempat mempertontonkan proses eksekusi tahanan. Ketika eksekusi berlangsung, semua orang di sana mau tidak mau harus menjadi saksi mata.

"Ada tiga kali bunyi lonceng. Bunyi pertama, orang yang mau dieksekusi dikeluarkan dari penjara. Bunyi lonceng kedua, petinggi Belanda hadir di lantai dua dan vonis dibacakan. Bunyi lonceng ketiga, proses eksekusi."

Baca juga: Universal Studios Japan kembali dibuka untuk warga lokal

Selma menambahkan, dulu tahanan bisa memilih sendiri proses eksekusinya, antara dipenggal atau digantung. Kebanyakan memilih untuk dipenggal, kata dia.

"Pedang untuk memenggal sampai sekarang masih disimpan di dalam museum," ujar dia.

5. Gedung Chandra Naya
 Sekilas, hanya terlihat hotel Novotel Gajah Mada di sini, tapi bila Anda lebih seksama, sebetulnya ada gedung bersejarah bernama Chandra Naya.

Cagar Budaya ini merupakan rumah milik kapiten China terkaya pada masanya. Candra Naya yang pernah didiami keluarga Khouw van Tamboen bisa dimasuki secara gratis, namun pengunjung tak boleh membawa kamera profesional untuk berfoto.

Baca juga: Desa Taja Urap di Gumas dinilai miliki potensi wisata unggulan

Baca juga: Wisata kuliner kembali menggeliat di tengah pandemi COVID-19

Baca juga: Betang wisata Pantai Ujung Pandaran dipasangi siring darurat tunggu pembongkaran