Jakarta (ANTARA) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyebutkan data kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak yang ada di lapangan lebih besar dari yang dilaporkan di laman siagapmk.id.
"Bicara PMK dengan pengumpulan data surveilans di lapangan, mohon maaf saya melihat ini puncak gunung es. Melihat data yang paling kecil saja di koperasi persusuan, datanya dua minggu lalu kami bandingkan itu korbannya jauh lebih besar daripada data nasional," kata Wakil Ketua Komisi Tetap Bidang Peternakan Kadin Indonesia Yudi Guntara Noor dalam webinar mengenai PMK yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) di Jakarta, Jumat.
Yudi membandingkan data Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) per 22 Juni yang mencatat kematian sapi akibat PMK di provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat sebanyak 1.601 ekor dan sapi yang dipotong paksa sebanyak 2.852 ekor. Sementara data dari Kementerian Pertanian per 22 Juni yaitu 2.460 ekor ternak dipotong paksa dan 1.499 ekor mati akibat PMK secara nasional di seluruh Indonesia.
Yudi mengemukakan perbedaan data di lapangan dengan yang dilaporkan secara resmi oleh pemerintah dikarenakan tidak seluruhnya hewan ternak yang sakit akibat PMK dilaporkan kepada dinas peternakan daerah oleh para peternak atau pemilik ternak.
"Ini menandakan bahwa majority peternak atau pemilik ternak tidak melakukan pelaporan atas kondisi PMK," kata Yudi.
Dia menjelaskan alasan peternak tidak melaporkan ternaknya yang sakit diduga PMK dikarenakan alasan sosial ekonomi.
Menurut Yudi, peternak masih tetap memotong dan menjual ternaknya yang terindikasi PMK dengan gejala ringan. Hal itu dikarenakan peternak tidak ingin mengalami kerugian akibat PMK.
Yudi menerangkan hal tersebut yang menjadi alasan penyebaran PMK begitu cepat di Indonesia.
"Tetap dipotong di mana-mana, tetap dijual di mana-mana, lalu lintas ke mana-mana, peternaknya pun jalan-jalan ke mana-mana, jadi akhirnya seperti hari ini, menyebar cukup cepat," katanya.
Alasan lain peternak tidak melaporkan ternaknya ke pemerintah daerah dikarenakan birokrasi dan regulasi yang belum jelas. Terutama belum ada kejelasan mekanisme ganti rugi apabila ada ternak yang mati.
Yudi membandingkan dengan negara lain yang pemerintahnya membeli hewan ternak yang sakit akibat PMK, dan langsung dimusnahkan atau potong bersyarat agar tidak terjadi penyebaran. Hal itu dilakukan untuk mencegah kerugian bagi para peternak.
"Saya tidak menyalahkan peternak, yang kita salahkan adalah kondisi di lapangan yang memang tidak mampu memberikan perlindungan," katanya.
Berita Terkait
Perkiraan susunan pemain Persib Bandung vs Bali United leg kedua
Sabtu, 18 Mei 2024 6:58 Wib
Gresik Petrokimia gagal bendung ketangguhan Jakarta BIN
Sabtu, 18 Mei 2024 6:50 Wib
PT ITK siap berinvestasi Rp45 miliar kelola Dermaga Telang Baru di Bartim
Jumat, 17 Mei 2024 17:09 Wib
Bali United waspadai semua pemain Persib Bandung di leg kedua
Jumat, 17 Mei 2024 16:30 Wib
Persib sebut laga kontra Bali United tak akan berjalan mudah
Jumat, 17 Mei 2024 16:28 Wib
Sebanyak 26.477 calon haji Indonesia telah tiba di Madinah
Jumat, 17 Mei 2024 7:18 Wib
Jamaah calon haji Indonesia dilindungi asuransi
Jumat, 17 Mei 2024 7:14 Wib
KMHDI Mengajar jangkau perdesaan di Pulang Pisau
Jumat, 17 Mei 2024 6:52 Wib