Menurut tim peneliti, seperti disiarkan Medical Daily belum lama ini, intervensi komunitas berbasis alam seperti berkebun dapat mengurangi faktor risiko penyakit tidak menular dan kronis yang dapat dimodifikasi, termasuk pola makan yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, dan pemutusan hubungan sosial.
Dalam percobaan pertama secara acak dan terkontrol, para peneliti menemukan mereka yang terlibat dalam aktivitas itu, makan lebih banyak serat dan melakukan lebih banyak latihan fisik. Tingkat stres dan kecemasan mereka juga menurun secara signifikan.
Baca juga: Berikut tanda-tanda kanker pankreas yang tidak boleh diabaikan
Untuk keperluan penelitian, tim menyaring 493 orang dewasa antara 1 Januari 2017 dan 15 Juni 2019. Dari angka tersebut, sebanyak 291 partisipan menyelesaikan pengukuran awal dan secara acak ditugaskan ke dua kelompok yakni intervensi dan kontrol.
Kelompok intervensi ditugaskan untuk melakukan berkebun komunitas, sementara kelompok kontrol harus menunggu satu tahun untuk mulai berkebun.
Semua peserta memakai monitor aktivitas selama penelitian. Mereka juga rutin menjalani pengukuran tubuh dan melakukan survei berkala tentang asupan gizi dan kesehatan mental mereka.
Setelah menganalisis data, tim melaporkan bahwa berkebun komunitas memberikan solusi berbasis alam untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi faktor risiko kanker dan penyakit kronis lainnya pada orang dewasa.
"Temuan ini memberikan bukti nyata bahwa berkebun komunitas dapat memainkan peran penting dalam mencegah kanker, penyakit kronis, dan gangguan kesehatan mental," kata penulis senior sekaligus profesor di Departement of Environmental Studies, CU Boulder, Jill Litt seperti diungkap Medical Xpress.
Dia mengatakan, kemana pun seseorang pergi, orang-orang mengatakan ada sesuatu tentang berkebun yang membuat mereka merasa lebih baik.
Litt berharap profesional kesehatan, pembuat kebijakan, dan perencana lahan akan melihat temuan studi ini dan mempertimbangkan untuk membuat taman komunitas dan ruang lain yang mendorong lebih banyak orang untuk berkumpul dan menikmati alam bersama.
Baca juga: Bolehkah pasien kanker positif COVID-19 jalani kemoterapi?
Baca juga: Kenali 10 faktor risiko dan tanda kanker ovarium
Baca juga: Dokter : Kanker tidak bisa sembuh tapi dapat dikendalikan