Antrean para pelanggan yang antusias memadati sebuah toko makanan ringan khas Indonesia di Nanning, Daerah Otonom Etnis Zhuang Guangxi, China selatan.
Meski di luar sedang turun hujan, mereka mengantre untuk mendapatkan "kue berbentuk kura-kura" yang baru saja dipanggang, yang melambangkan harapan akan kesehatan dan umur panjang.
Toko yang terletak di lingkungan populer di kalangan warga Tionghoa Indonesia yang kembali ke China itu dimiliki oleh Wei Zhaoxia, yang juga merupakan warga Tionghoa Indonesia. Berbagai macam hidangan khas Indonesia tersedia di toko ini, termasuk kue lapis legit (nine-layer cake), pangsit ketan, kue semprong (coconut rolls), dan kue sagu.
Wei menamai tokonya dengan nama belakang sang ibu.
"Saya mewarisi keahlian memasak dari ibu saya," ungkap Wei.
"Di perkebunan milik warga Tionghoa perantauan, makanan ringan Indonesia adalah makanan khas rumah tangga," imbuhnya.
Beberapa tahun belakangan ini, popularitas kuliner khas Indonesia di China semakin meningkat, yang menunjukkan semakin eratnya pemahaman dan pertukaran budaya antara kedua negara.
Toko Wei pun selalu ramai dikunjungi para pelanggan, yang pulang dengan membawa tas yang penuh dengan berbagai macam makanan.
Seorang pelanggan tetapnya, Li Junyang, datang bersama teman-temannya untuk berbelanja.
"Menjelang Festival Musim Semi, kue-kue ini memiliki dua fungsi, yaitu untuk dinikmati sendiri dan sebagai hadiah," ujarnya kepada Xinhua.
Wei mengaitkan kesuksesan tokonya dengan kemampuan beradaptasi dan inovasi.
"Kami telah mengadaptasi resep-resep kami menjadi lebih sehat, memadukan berbagai biji-bijian dan mengurangi kandungan minyak serta gula," sebutnya.
Pertukaran kuliner ini merupakan sebuah bukti dari hubungan yang semakin erat antara China dan ASEAN, khususnya di Guangxi, di mana kedekatan budaya dan geografis mendorong pertukaran tradisi yang kaya. Nanning, sebagai kota tuan rumah tetap untuk Pameran China-ASEAN (China-ASEAN Expo), telah menjadi sebuah lokasi meleburnya beragam budaya, yang menarik minat masyarakat ASEAN untuk berbagai kesempatan.
"Saya menyadari potensi makanan khas Indonesia sejak 20 tahun lalu. Dan kemunculan media sosial semakin meningkatkan jangkauan kami, menarik pelanggan baru, termasuk banyak pelajar Indonesia," imbuh Wei.
Hal serupa juga disampaikan Colin Cai, seorang pengusaha warga Tionghoa Indonesia lainnya, yang turut merasakan kesibukan dalam perdagangan yang dinamis ini. Restoran miliknya di Zona Pengembangan Ekonomi Guangxi-ASEAN juga sangat sibuk, terutama menjelang Festival Musim Semi.
"Bulan sebelum Tahun Baru adalah bulan tersibuk bagi kami. Seiring dengan semakin terkenalnya makanan khas Indonesia, kami menjadi lebih sibuk dari sebelumnya, bahkan seluruh keluarga ikut terlibat dalam membuat makanan ringan," kata Cai.
Baik Wei maupun Cai menekankan pentingnya keaslian dalam sajian kuliner mereka, dengan memasok bahan-bahan makanan langsung dari Indonesia. "Internet dan perdagangan lintas batas yang lebih baik menjadikan lebih mudah untuk mendapatkan produk-produk Indonesia," kata Cai, sembari mengungkapkan kepuasannya atas peningkatan jumlah pelanggan di toko miliknya
Luo Shelan, seorang anggota keluarga Tionghoa Vietnam di Komunitas Warga Tionghoa Perantauan di Liucheng, Luzhou, menambah kekayaan tradisi pertukaran budaya lewat kue lapis legit khas Indonesia buatannya.
"Setiap pesanan merupakan karya cinta, yang memerlukan persiapan yang teliti," ujarnya.
Berangsur-angsur, Luo semakin dikenal oleh warga setempat, yang mencerminkan peningkatan daya tarik kuliner khas Indonesia.
"Kini, saya mengundang teman-teman saya untuk membuat kue tersebut, (dan) berbagi video secara daring," imbuh Luo, yang berharap dapat menginspirasi semakin banyak orang untuk menggeluti usaha pembuatan kue khas Indonesia.
Seiring berakhirnya hari, Wei berdiri di pintu masuk tokonya, dengan wajah ceria yang penuh harapan dan antusiasme.
"Di tahun yang baru, saya berharap kue kami dapat menjangkau area yang lebih luas lagi, seiring kami menyempurnakan metode pengawetan untuk distribusi yang lebih luas," tuturnya berharap, yang menyuarakan aspirasi rekan-rekannya di industri penganan khas Indonesia.
Jangkauan kudapan khas Indonesia telah meluas hingga ke daerah-daerah yang memiliki komunitas warga Tionghoa Indonesia yang besar seperti Fujian, Guangxi, dan Hainan, menyebar ke seantero China melalui kekuatan internet.
Di platform-platform daring China, resep jajanan khas Indonesia bermunculan, dan banyak penggemar kuliner di seluruh negara itu akan membeli bahan-bahan makanan secara daring dan mencoba membuatnya sendiri.
Gu Jia, wanita berusia 20-an tahun, membagikan resep puding berlapis kelapa buatannya di Xiaohongshu, atau Little Red Book, platform media sosial China yang berfokus pada gaya hidup.
"Saya mengetahui tentang puding itu saat bepergian ke Indonesia, dan saya menyukainya. Jadi, saya membeli bahan-bahan, seperti dedaunan pewarna, santan, (dan) tapioka secara daring untuk membuatnya dan menyajikannya kepada keluarga saya," katanya.
Penjualan daring jajanan tersebut, terutama selama Festival Musim Semi, telah melonjak, dengan sebuah toko aneka kudapan melaporkan penjualan lebih dari 1.000 kue santan berlapis setiap bulannya. Sejumlah platform media sosial dibanjiri resep kue khas Indonesia, dengan banyak penggemar membuatnya untuk disajikan dalam berbagai acara keluarga. Selesai