Anak kelas 1 SD disarankan jalani skrining pendengaran

id tht,pakar tht,periksa telinga, skrining pendengaran

Anak kelas 1 SD disarankan jalani skrining pendengaran

Ilustrasi - Petugas medis menunjukkan alat bantu dengar (ABD). ANTARA FOTO/Rahmad/aww/am.

Jakarta (ANTARA) -

Dokter spesialis telinga, hidung, tenggorok, dan bedah kepala leher menyarankan agar anak-anak sejak kelas 1 SD menjalani skrining pendengaran demi mendeteksi dini risiko gangguan pendengaran yang bisa mengganggu performa akademik.

"Anak kelas 1 hingga 6 SD, atau yang mengalami gangguan belajar perlu ikut skrining pendengaran atau langsung dikonsultasikan ke dokter THT di puskesmas atau RSUD," kata Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung dan Tenggorok Bedah Kepala Leher Indonesia (PERHATI KL) Jakarta Raya Dr. dr. Tri Juda Airlangga, Sp.THTBKL, Subsp.Kom (K) dalam seminar daring yang diadakan Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Rabu.

Berdasarkan studi pada tahun 2019 pada anak sekolah diketahui bahwa prevalensi gangguan pendengaran sebanyak 2 persen, dengan jenis gangguan pendengaran terbanyak tipe konduktif akibat kotoran telinga.

Baca juga: Dokter bagikan tips cegah gangguan pendengaran

"Dengan gangguan ini cukup bermakna yang mengakibatkan adanya gangguan atensi. Gangguan pendengaran walau derajat ringan bisa mengakibatkan gangguan atensi dan komunikasi. Kalau sudah (berlangsung) lama akademiknya akan turun," kata Airlangga.

Menurut dia, skrining pendengaran juga disarankan pada anak-anak yang mengalami gangguan dalam bicara dan tinggal kelas.

Dia merujuk studi mengatakan bahwa kecenderungan anak-anak mengalami gangguan pendengaran pada nada tinggi dengan keluhan telinga sering berdenging.

"Setelah dengar suara pakai headphone, telinga berdengung. Itu gejala awal. Kalau terus-terusan, akan terjadi gangguan pendengaran permanen," ujar Airlangga.

Baca juga: Yang perlu diperhatikan jika mengalami kondisi telinga kecil

Dalam kesempatan itu, Plt. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Maryati mengungkapkan di Indonesia prevalensi gangguan pendengaran pada anak usia lima tahun ke atas bisa sampai 2,6 persen antara lain tidak bisa mendengar dan ada kotoran telinga keras yang sulit dibersihkan.

Sementara itu, di DKI Jakarta, 10 kasus tertinggi terkait gangguan telinga antara lain terkait kotoran di telinga, telinga berair lalu gatal dan bunyi berdenging (tinitus) yang semuanya sangat mengganggu.

Maryati mengingatkan masyarakat bahwa gangguan pendengaran sangat menyebabkan tidak nyaman. Pada anak, kondisi ini bisa mengganggu porsi waktu mereka untuk belajar, bersosialisasi dan lainnya.

"Kalau ada gangguan merujuk anak ke puskesmas agar mendapatkan terapi sehingga tidak mengalami komplikasi. Petugas kesehatan di puskesmas dan rumah sakit sudah siap membantu anak agar sembuh," kata dia.

Baca juga: Profesor Jenny : Gangguan pendengaran pada lansia bisa dicegah

Baca juga: Berikut tips jaga kesehatan pendengaran

Baca juga: Telinga berair dan merasa pusing? Waspada radang telinga