Sampit (ANTARA) - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) mengenai sengketa lahan antara warga dengan perusahaan tambang PT Bumi Makmur Waskita (BMW) yang akhirnya mencapai suatu kesepakatan.
“Alhamdulillah, setelah beberapa kali koordinasi pada hari ini permasalahan sengketa lahan tambang di Kecamatan Parenggean sudah mendapatkan hasil yang kami tuangkan dalam berita acara, memang ada tumpang tindih dan ada sedikit penyerobotan,” kata Ketua Komis I DPRD Kotim Angga Aditya Nugraha di Sampit, Senin.
RDP yang digelar di ruang rapat paripurna DPRD Kotim itu diikuti oleh anggota Komisi I, perwakilan masyarakat dan perusahaan terkait, ATR/BPN Kotim dan Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan.
Hasil RDP tersebut dituangkan dalam berita acara yang dibacakan oleh Wakil Ketua Komisi I DPRD Kotim Eddy Mashamy yang berisikan empat poin utama beserta penjabarannya.
Pertama, pada lahan PT BMW yang dibeli oleh Muer seluas kurang lebih 14 hektare terdapat permasalahan sengketa dengan masyarakat.
“Sengketa lahan itu diajukan oleh masyarakat dengan alas hak yang disampaikan berupa SPT dan sertifikat hak milik. Sedangkan lahan Muer dijual kepada PT BMW alas haknya berupa SPT saja,” sebut Eddy.
Kedua, hasil analisis penyelesaian sengketa lahan pada area tersebut dengan mempertimbangkan berbagai aspek diperoleh hasil sebagai berikut;
Untuk area klaim masyarakat dengan alas hak berupa SPT, terjadi klaim oleh Abdul Hamid D Sutrisno dan Syarif pada lahan yang dibeli oleh PT BMW dari Muer sekitar 8,4 hektare. Pada lokasi yang sama, area tersebut juga diklaim oleh Jhonpran sekitar 7,7 hektare.
Perolehan lahan PT BMW berasal dari pembelian dari Muer. Muer memperoleh lahan dari penyerahan pemilik-pemilik lahan sesuai dengan nama yang tertera pada SPT yang dinyatakan merupakan lahan garapan sejak 1980.
Perolehan lahan Abdul Hamid D Sutrisno dinyatakan merupakan lahan garapan sendiri pada SPT dinyatakan merupakan lahan garapan sejak 1986. Perolehan lahan Syarif berasal dari pembelian dari Abdul Hamid D Sutrisno dan sebagian lagi dari Muer.
Baca juga: Education Expo Sampit 2025 ajang perkuat sinergi lembaga pendidikan
SPT yang dijual oleh Muer merupakan bagian dari SPT keluarga pemilik tanah yang dijualnya kepada PT BMW. Perolehan lahan Jhonpran berasal dari pembelian dari warga Desa Karang Tunggal
Nama pada SPT adalah nama dari warga Desa Karang Tunggal tersebut register SPT yang dimiliki oleh PT BMW adalah 2008, lebih tua dibandingkan SPT milik Abdul Hamid D Sutrisno, yakni pada 2016 dan SPT milik Jhonpran pada 2013.
Lokasi tanah sengketa secara administrasi masuk dalam wilayah Desa Bajarau, di sekitar perbatasan antara Desa Bajarau dengan Kelurahan Parenggean pada saat itu. Semenjak Desa Bajarau terbentuk pada 2003, yang berwenang untuk meregister SPT di lokasi tersebut adalah Pemerintah Desa Bajarau.
SPT yang dimiliki oleh PT BMW diregister oleh Pemerintah Kelurahan Parenggean pada 2008. SPT yang dimiliki Abdul Hamid D Sutrisno diregister oleh Pemerintah Desa Bajarau pada 2016.
SPT yang dimiliki Syarif merupakan pembelian dari Abdul Hamid D Sutrisno dan Muer sehingga SPT nya ada yang di register oleh Pemerintah Desa Bajarau dan satunya lagi di register oleh Pemerintah Kelurahan Parenggean.
Kemudian, SPT yang dimiliki Jhonpran diregister oleh pemerintah Desa Karang Tunggal pada 2013. Kesesuaian lokasi dengan SPT yang dimiliki berdasarkan lampiran Peta SPT 2008, SPT yang dijual oleh Muer diindikasi memang berada di lokasi tersebut.
SPT 2016 yang dimiliki Abdul Hamid D Sutrisno diindikasi memang berada di lokasi tersebut.
Namun berdasarkan lampiran Peta SPT yang dimiliki oleh PT. BMW, kepemilikan lahan Abdul Hamid D Sutrisno bukan berada di lokasi tanah yang saat ini sedang disengketakan, melainkan di sebelah luar, dan hal ini ditandatangani sendiri oleh Abdul Hamid D Sutrisno.
SPT 2016 yang dimiliki Syarif jika mengacu SPT milik Abdul Hamid D Sutrisno, diindikasi memang berada di lokasi tersebut. Sedangkan SPT 2008 jika mengacu SPT milik Muer, diindikasi bukan berada pada lokasi yang diklaim oleh Syarif. SPT 2013 yang dimiliki Jhonpran sulit dipastikan berada di lokasi tersebut,” jelasnya.
Jika melihat kondisi tutupan pada tahun-tahun sebelumnya, kondisi tutupan lahan pada tanah sengketa diindikasi identik ada kemiripan dan menyambung dengan tanah di sebelahnya yang juga merupakan milik pihak yang telah menyerahkan kepada Muer dan saat ini area tersebut telah dijual kepada Robert B.
Baca juga: 295 pelajar bersaing di FLS3N SMA sederajat di Kotim
Selanjutnya, untuk area klaim masyarakat dengan alas hak berupa SHM, terjadi klaim oleh Tokaji, Widodo dan Mulyani pada lahan yang dibeli oleh PT. BMW dari Muer dengan luas total klaim yang masuk tanah yang disengketakan seluas kurang lebih 5 hektare.
Perolehan lahan PT BMW berasal dari pembelian dari Muer, yang memperoleh lahan dari penyerahan pemilik-pemilik lahan sesuai dengan nama yang tertera pada SPT dinyatakan merupakan lahan garapan sejak 1980.
Sementara perolehan lahan Tokaji ditunjukkan dengan SHM atas nama orang lain yang terdiri atas 3 SHM.
“Berdasarkan analisis terhadap Peta Desa (kapling tanah) yang menjadi acuan Peta Bidang, posisi tanah yang ditunjukkan oleh Tokaji, Widodo dan Mulyani tidak seluruhnya sesuai dengan Peta Bidang dari masing-masing nama yang terdapat di SHM,” lanjut Eddy.
Berdasarkan hal-hal di atas, untuk sengketa tanah dengan alas hak berupa SPT jika tidak ada kesepakatan atau ada keberatan dari salah satu pihak, disarankan untuk menempuh jalur hukum untuk mencari kepastian.
Adapun, untuk tanah dengan alas hak berupa SHM, diminta PT BMW untuk menyelesaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Apabila terdapat penggantian kerugian lahan maka penetapan harga melalui lembaga appraisal resmi yang ditunjuk oleh instansi terkait dalam hal sengketa lahan ini dengan mempedomani hasil analisis dari ATR/BPN Kotim.
“Selama proses penyelesaian sengketa, tidak ada pemberhentian aktivitas PT BMW, diminta kepada semua pihak untuk dapat menjaga ketertiban dan keamanan wilayah di lokasi tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang,” pungkasnya.
Angga menambahkan, jika ada pihak yang kemudian tidak sepakat dengan hasil yang tertuang dalam berita acara tersebut maka Komisi I DPRD Kotim menyarankan untuk menempuh jalur hukum di pengadilan agar mendapat kepastian hukum.
“Untuk mendapat kepastian hukum kami serahkan ke pengadilan, jadi silakan jika ingin menempuh jalur hukum. Tetapi, pada RDP tadi alhamdulillah semua menerima dengan hasil itu dan setuju agar kerangka berita acara untuk disahkan,” demikian Angga.
Baca juga: Puluhan tim sepak bola di Kotim siap ramaikan HNR Cup 2025
Baca juga: DPRD sayangkan minimnya partisipasi Kotim dalam FBIM 2025
Baca juga: Legislator Kotim minta tindak tegas kasus pemukulan terhadap kepala desa