Jakarta (ANTARA) - Kader PDI-Perjuangan Saeful Bahri diketahui melaporkan lobi yang ia lakukan ke mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan kepada Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto agar terjadi Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR bagi Harun Masiku.
"Kami perlihatkan komunikasi via 'whatsapp' 8 Januari 2020, Saeful menyampaikan 'saya otw ke DPP, saya jelaskan lisan, semalam kami masih meeting dengan Wahyu, ada Mas Arif juga, intinya Wahyu masih dalam lobi itu, surat sudah terbit tapi masih 'on going process' karena kita dia belum sempat 'ngedrop' ke semua komisioner', apakah pernah disampaikan 'chat' ini dari Saeful ke saksi?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Takdir Suhan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
"Karena saya di tengah-tengah pertemuan dengan Mendagri, saya kirim surat 7 Januari yang intinya menolak permohonan dari PDIP, setelah surat itu saya kirim ke Donny dan Saeful atas jawaban tersebut saya tidak beri atensi apa-apa karena kejadian OTT yang terjadi kepada saudara terdakwa sehingga tidak memahami pesan tersebut," jawab Hasto di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Jakarta, Kamis.
Baca juga: Kader PDIP didakwa suap Komisioner KPU Rp600 juta
Hasto menyampaikan hal tersebut menggunakan sarana "video conference" untuk terdakwa Saeful Bahri yang berada di rumah tahanan (rutan) KPK di gedung KPK lama sedangkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, majelis hakim dan sebagian penasihat hukum berada di pengadilan Tipikor Jakarta.
"Ketika saya kirim surat penolakan dari KPU tujuan saya adalah kira-kira langkah hukum apa untuk dilakukan, tapi sebelum hal itu terjadi sudah dilakukan OTT," tambah Hasto.
"Tapi benar ada 'chat' dari terdakwa?" tanya jaksa Takdir.
"Betul," jawab Hasto.
Hasto bersaksi untuk terdakwa Saeful Bahri yang juga merupakan kader PDIP didakwa bersama-sama Harun Masiku ikut menyuap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta agar mengupayakan Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI daerah Sumatera Selatan I kepada Harun Masiku.
Baca juga: Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kembali diperiksa KPK
Dalam dakwaan disebutkan bahwa meski Nazaruddin Kiemas sudah meninggal dunia, namun ia tetap mendapat suara tertinggi di dapil Sumsel I yaitu 34.276 suara dalam pileg. Pada Juli 2019 rapat pleno PDIP memutuskan Harun Masiku yang hanya mendapat suara 5.878 sebagai caleg pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazaruddin Kiemas.
Atas keputusan rapat pleno DPP PDIP tersebut, Hasto lalu meminta Donny Tri Istiqomah selaku penasihat hukum PDIP untuk mengajukan surat permohonan ke KPU RI. Namun KPU membalas surat DPP PDIP itu dengan menyatakan tidak dapat mengakomodir permohonan DPP PDIP karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Harun Masiku lalu meminta Saeful agar Harun dapat menggantikan Riezky Aprilia dengan cara apapun yang kemudian disanggupi Saeful.
Baca juga: Calon yang diusung Partai PDIP wajib sekolah partai
Saeful bersama Donny Tri Istiqomah lalu menemui Harun Masiku di Restoran di Hotel Grand Hyatt Jakarta pada 13 Desember 2019 dan disepakati biaya operasional untuk Wahyu adalah sebesar Rp1,5 miliar dengan harapan Harun dapat dilantik sebagai anggota DPR pada Januari.
Uang diserahkan pada 17 Desember 2019 dari Harun Masiku kepada Saeful sebesar Rp400 juta. Selanjutnya ditukarkan menjadi 20 ribu dolar Singapura untuk diberikan kepada Wahyu sebagai "down payment".
Uang diberikan melalui Agustiani sedangkan sisa uang dari Harun dibagi rata Saeful dan Donny masing-masing Rp100 juta.
Pada 26 Desember 2019, Harun lalu meminta Saeful mengambil uang Rp850 juta dari Patrick Gerard Masako. Uang itu digunakan untuk operasional Saeful sejumlah Rp230 juta, untuk Donny Tri Istiqomah sebesar Rp170 juga dan kepada Agustiani Tio sejumlah Rp50 juta sedangkan sisanya Rp400 juta ditukarkan menjadi 38.350 dolar Singapura untuk DP kedua kepada Wahyu Setiawan.
Pada 8 Januari 2020, Wahyu Setiawan menghubungi Agustiani agar mentransfer sebagian uang yang diterima dari Saeful yaitu sejumlah Rp50 juta ke rekening BNI atas nama Wahyu. Namun sebelum uang ditransfer, Agustiani dan Wahyu diamankan petugas KPK dengan menyita 38.350 dolar Singapura.
Baca juga: Hasto jelaskan alasan PDIP tunjuk Harun Masiku menjadi anggota PAW DPR
Baca juga: KPK cecar 22 pertanyaan ke Ketua KPU Arief Budiman terkait suap pengurusan PAW
"Kami perlihatkan komunikasi via 'whatsapp' 8 Januari 2020, Saeful menyampaikan 'saya otw ke DPP, saya jelaskan lisan, semalam kami masih meeting dengan Wahyu, ada Mas Arif juga, intinya Wahyu masih dalam lobi itu, surat sudah terbit tapi masih 'on going process' karena kita dia belum sempat 'ngedrop' ke semua komisioner', apakah pernah disampaikan 'chat' ini dari Saeful ke saksi?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Takdir Suhan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
"Karena saya di tengah-tengah pertemuan dengan Mendagri, saya kirim surat 7 Januari yang intinya menolak permohonan dari PDIP, setelah surat itu saya kirim ke Donny dan Saeful atas jawaban tersebut saya tidak beri atensi apa-apa karena kejadian OTT yang terjadi kepada saudara terdakwa sehingga tidak memahami pesan tersebut," jawab Hasto di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Jakarta, Kamis.
Baca juga: Kader PDIP didakwa suap Komisioner KPU Rp600 juta
Hasto menyampaikan hal tersebut menggunakan sarana "video conference" untuk terdakwa Saeful Bahri yang berada di rumah tahanan (rutan) KPK di gedung KPK lama sedangkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, majelis hakim dan sebagian penasihat hukum berada di pengadilan Tipikor Jakarta.
"Ketika saya kirim surat penolakan dari KPU tujuan saya adalah kira-kira langkah hukum apa untuk dilakukan, tapi sebelum hal itu terjadi sudah dilakukan OTT," tambah Hasto.
"Tapi benar ada 'chat' dari terdakwa?" tanya jaksa Takdir.
"Betul," jawab Hasto.
Hasto bersaksi untuk terdakwa Saeful Bahri yang juga merupakan kader PDIP didakwa bersama-sama Harun Masiku ikut menyuap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta agar mengupayakan Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI daerah Sumatera Selatan I kepada Harun Masiku.
Baca juga: Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kembali diperiksa KPK
Dalam dakwaan disebutkan bahwa meski Nazaruddin Kiemas sudah meninggal dunia, namun ia tetap mendapat suara tertinggi di dapil Sumsel I yaitu 34.276 suara dalam pileg. Pada Juli 2019 rapat pleno PDIP memutuskan Harun Masiku yang hanya mendapat suara 5.878 sebagai caleg pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazaruddin Kiemas.
Atas keputusan rapat pleno DPP PDIP tersebut, Hasto lalu meminta Donny Tri Istiqomah selaku penasihat hukum PDIP untuk mengajukan surat permohonan ke KPU RI. Namun KPU membalas surat DPP PDIP itu dengan menyatakan tidak dapat mengakomodir permohonan DPP PDIP karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Harun Masiku lalu meminta Saeful agar Harun dapat menggantikan Riezky Aprilia dengan cara apapun yang kemudian disanggupi Saeful.
Baca juga: Calon yang diusung Partai PDIP wajib sekolah partai
Saeful bersama Donny Tri Istiqomah lalu menemui Harun Masiku di Restoran di Hotel Grand Hyatt Jakarta pada 13 Desember 2019 dan disepakati biaya operasional untuk Wahyu adalah sebesar Rp1,5 miliar dengan harapan Harun dapat dilantik sebagai anggota DPR pada Januari.
Uang diserahkan pada 17 Desember 2019 dari Harun Masiku kepada Saeful sebesar Rp400 juta. Selanjutnya ditukarkan menjadi 20 ribu dolar Singapura untuk diberikan kepada Wahyu sebagai "down payment".
Uang diberikan melalui Agustiani sedangkan sisa uang dari Harun dibagi rata Saeful dan Donny masing-masing Rp100 juta.
Pada 26 Desember 2019, Harun lalu meminta Saeful mengambil uang Rp850 juta dari Patrick Gerard Masako. Uang itu digunakan untuk operasional Saeful sejumlah Rp230 juta, untuk Donny Tri Istiqomah sebesar Rp170 juga dan kepada Agustiani Tio sejumlah Rp50 juta sedangkan sisanya Rp400 juta ditukarkan menjadi 38.350 dolar Singapura untuk DP kedua kepada Wahyu Setiawan.
Pada 8 Januari 2020, Wahyu Setiawan menghubungi Agustiani agar mentransfer sebagian uang yang diterima dari Saeful yaitu sejumlah Rp50 juta ke rekening BNI atas nama Wahyu. Namun sebelum uang ditransfer, Agustiani dan Wahyu diamankan petugas KPK dengan menyita 38.350 dolar Singapura.
Baca juga: Hasto jelaskan alasan PDIP tunjuk Harun Masiku menjadi anggota PAW DPR
Baca juga: KPK cecar 22 pertanyaan ke Ketua KPU Arief Budiman terkait suap pengurusan PAW