Sampit (ANTARA) - Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah Sutik menyarankan pemerintah kabupaten setempat tetap mengawasi kegiatan pengelolaan hutan tanaman rakyat (HTR) di daerah itu.
"Kami meminta kepada pemerintah daerah supaya melakukan inventarisasi sejumlah izin dan lahan untuk hutan tanaman rakyat di Kotim. Hal ini bertujuan guna mengurangi terjadi sengketa lahan antara PBS (perusahaan besar swasta) dan masyarakat," kata Sutik di Sampit, Senin.
Hutan tanaman rakyat adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.
Aturan sudah jelas mengarahkan bahwa HTR bertujuan untuk membantu masyarakat. Tujuan ini harus dikawal pemerintah daerah agar tercapai sesuai harapan.
Pemerintah daerah tetap bertanggung jawab mengawasi meski kewenangan terkait operasional HTR ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah berhak dan sudah seharusnya tetap memantau HTR karena operasionalnya berada di daerah ini.
Pemantauan dilakukan agar HTR berjalan sesuai aturan. Saat ini diduga ada aktivitas HTR yang dinilai tidak sejalan dengan yang diharuskan sehingga perlu menjadi perhatian pemerintah daerah.
"Tidak perlu dipungkiri lagi di Kotim ada banyak lahan yang diduga mengantongi izin HTR namun fakta di lapangan justru disulap jadi perkebunan kelapa sawit. Contohnya di Kecamatan Cempaga Hulu dan Mentaya Hilir Selatan," tegas Sutik.
Baca juga: DPRD Kotim pelajari LKPJ Bupati terkait pembangunan di tengah pandemi
Berdasarkan aturan, masyarakat berhak dan mampu mengelola kawasan hutan apabila diberi kesempatan melalui persetujuan pengelolaan HTR. Tujuan pemberian persetujuan pengelolaan HTR untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya sehingga dapat mengoptimalisasi pemanfaatan Kawasan Hutan Produksi.
Perhutanan sosial ini diharapkan bisa memberikan status hukum yang legal dan sah kepada masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan untuk mengelola kawasan hutan secara langsung dengan prinsip padat karya.
Pemerintah juga sudah menegaskan sejumlah larangan bagi pemegang persetujuan pengelolaan HTR. Sejumlah larangan itu diantaranya memindahtangankan persetujuan pengelolaan HTR.
Penegasan lainnya yaitu dilarang menanam kelapa sawit pada areal persetujuan pengelolaan HTR dan menggunakan peralatan mekanis pada areal pengelolaan HTR dengan zonasi atau bloking lindung.
Pengelola HTR juga dilarang mengagunkan areal persetujuan pengelolaan HTR, menebang pohon
pada areal persetujuan pengelolaan HTR dengan zonasi atau bloking lindung, membangun sarana dan prasarana yang mengubah bentang alam pada areal persetujuan pengelolaan HTR dengan zonasi atau bloking lindung.
Larangan lainnya yaitu dilarang menyewakan areal persetujuan pengelolaan HTR, menggunakan
persetujuan pengelolaan HTR untuk kepentingan lain yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Untuk itulah pemerintah daerah perlu menginventarisasi HTR ini untuk melihat sejauh mana operasionalnya mematuhi aturan-aturan tersebut," demikian Sutik.
Baca juga: Ketua DPRD Kotim minta normalisasi sungai dilakukan optimal
Baca juga: DPRD Kotim minta penanganan stunting ditingkatkan
Baca juga: Petani milenial Kotim yakinkan sektor pertanian sangat menjanjikan
"Kami meminta kepada pemerintah daerah supaya melakukan inventarisasi sejumlah izin dan lahan untuk hutan tanaman rakyat di Kotim. Hal ini bertujuan guna mengurangi terjadi sengketa lahan antara PBS (perusahaan besar swasta) dan masyarakat," kata Sutik di Sampit, Senin.
Hutan tanaman rakyat adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.
Aturan sudah jelas mengarahkan bahwa HTR bertujuan untuk membantu masyarakat. Tujuan ini harus dikawal pemerintah daerah agar tercapai sesuai harapan.
Pemerintah daerah tetap bertanggung jawab mengawasi meski kewenangan terkait operasional HTR ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah berhak dan sudah seharusnya tetap memantau HTR karena operasionalnya berada di daerah ini.
Pemantauan dilakukan agar HTR berjalan sesuai aturan. Saat ini diduga ada aktivitas HTR yang dinilai tidak sejalan dengan yang diharuskan sehingga perlu menjadi perhatian pemerintah daerah.
"Tidak perlu dipungkiri lagi di Kotim ada banyak lahan yang diduga mengantongi izin HTR namun fakta di lapangan justru disulap jadi perkebunan kelapa sawit. Contohnya di Kecamatan Cempaga Hulu dan Mentaya Hilir Selatan," tegas Sutik.
Baca juga: DPRD Kotim pelajari LKPJ Bupati terkait pembangunan di tengah pandemi
Berdasarkan aturan, masyarakat berhak dan mampu mengelola kawasan hutan apabila diberi kesempatan melalui persetujuan pengelolaan HTR. Tujuan pemberian persetujuan pengelolaan HTR untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya sehingga dapat mengoptimalisasi pemanfaatan Kawasan Hutan Produksi.
Perhutanan sosial ini diharapkan bisa memberikan status hukum yang legal dan sah kepada masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan untuk mengelola kawasan hutan secara langsung dengan prinsip padat karya.
Pemerintah juga sudah menegaskan sejumlah larangan bagi pemegang persetujuan pengelolaan HTR. Sejumlah larangan itu diantaranya memindahtangankan persetujuan pengelolaan HTR.
Penegasan lainnya yaitu dilarang menanam kelapa sawit pada areal persetujuan pengelolaan HTR dan menggunakan peralatan mekanis pada areal pengelolaan HTR dengan zonasi atau bloking lindung.
Pengelola HTR juga dilarang mengagunkan areal persetujuan pengelolaan HTR, menebang pohon
pada areal persetujuan pengelolaan HTR dengan zonasi atau bloking lindung, membangun sarana dan prasarana yang mengubah bentang alam pada areal persetujuan pengelolaan HTR dengan zonasi atau bloking lindung.
Larangan lainnya yaitu dilarang menyewakan areal persetujuan pengelolaan HTR, menggunakan
persetujuan pengelolaan HTR untuk kepentingan lain yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Untuk itulah pemerintah daerah perlu menginventarisasi HTR ini untuk melihat sejauh mana operasionalnya mematuhi aturan-aturan tersebut," demikian Sutik.
Baca juga: Ketua DPRD Kotim minta normalisasi sungai dilakukan optimal
Baca juga: DPRD Kotim minta penanganan stunting ditingkatkan
Baca juga: Petani milenial Kotim yakinkan sektor pertanian sangat menjanjikan