Sampit (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah mempertimbangkan kemungkinan memberi tali asih bagi pemilik bangunan di bantaran sungai jika bangunannya harus dibongkar untuk keperluan operasional ekskavator amfibi dalam rangka normalisasi sungai.
“Kami akan sosialisasikan ke pemilik rumah yang dapur-dapurnya menjorok ke sungai, supaya dibongkar. Tapi saya akan tetap mempertimbangkan anggaran sekedar tali asih karena bagaimanapun mereka adalah warga kita,” kata Halikinnor di Sampit, Minggu.
Dalam rangka penanganan banjir dalam kota Pemkab Kotim melakukan normalisasi sungai dan drainase. Bahkan, untuk memperlancar upaya tersebut pemerintah daerah telah melakukan pengadaan ekskavator amfibi senilai Rp5,3 miliar.
Tujuan agar kegiatan normalisasi yang tidak bisa dilakukan melalui darat karena terhalang rumah warga, tetap bisa dilanjutkan dengan menerjunkan alat berat ke sungai. Namun, kemudian muncul masalah baru lantaran banyak bangunan warga yang menjorok ke sungai dan menghambat kinerja ekskavator amfibi.
Halikinnor telah mengimbau warga yang memiliki bangunan menjorok ke sungai agar segera membongkar bangunannya. Disamping, menghambat kinerja ekskavator amfibi, keberadaan bangunan tersebut jelas melanggar aturan sesuai yang tertuang dalam Permen PUPR Nomor 28 Tahun 2015 Tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau.
Namun, kebanyakan warga yang memiliki bangunan di bantaran, khususnya yang menjorok ke sungai, tak mempedulikan imbauan tersebut. Kendati demikian, pemerintah daerah berusaha tetap bersikap persuasif dengan menggencarkan sosialisasi dan menyiapkan tali asih agar warga mau membongkar bangunannya.
Baca juga: Pemkab Kotim ajukan raperda pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat Dayak
“Paling tidak ekskavator amfibi itu bisa bermanuver di sungai untuk membersihkan. Kalau sungai lancar, harapan kita ketika terjadi banjir akibat curah hujan tinggi dan air pasang, begitu sungai surut maka banjir pun segera surut,” jelasnya.
Halikinnor menambahkan, penanganan banjir ini tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah daerah, tapi perlu dukungan masyarakat. Hal ini merupakan tanggung jawab bersama, sehingga ia berharap masyarakat pun mau bekerja sama, salah satunya dengan membantu kelancaran normalisasi sungai.
Terpisah, Camat Mentawa Baru Ketapang Irpansyah menyampaikan sesuai instruksi bupati pihaknya telah menyampaikan imbauan dan sosialisasi ke warga agar mau membongkar sendiri bangunan yang menjorok ke sungai agar kinerja ekskavator amfibi berjalan lancar.
Namun, hal tersebut menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat dan justru lebih banyak yang tidak setuju hingga menuntut ganti rugi kepada pemerintah apabila bangunan mereka dibongkar.
“Kami sudah sering menyampaikan imbauan ke masyarakat, tapi ada yang pro dan kontra. Kebanyakan dari mereka tidak setuju dan minta ganti rugi, hal ini pun telah kami sampaikan saat rapat bersama dinas terkait dan pimpinan,” ujarnya.
Terkait kemungkinan dilakukan penindakan tegas atau pembongkaran secara paksa, menurut Irpansyah hal tersebut merupakan kewenangan pimpinan. Untuk saat ini pihaknya mengutamakan pendekatan persuasif kepada masyarakat dan selalu berkoordinasi dengan dinas terkait.
Baca juga: Bupati Kotim dukung Bunda PAUD tingkatkan peran memajukan pendidikan
Baca juga: Disdik telusuri video pornografi diduga pelajar Kotim
Baca juga: PT Globalindo Alam Perkasa bergerak cepat membantu korban banjir di Kotim
“Kami akan sosialisasikan ke pemilik rumah yang dapur-dapurnya menjorok ke sungai, supaya dibongkar. Tapi saya akan tetap mempertimbangkan anggaran sekedar tali asih karena bagaimanapun mereka adalah warga kita,” kata Halikinnor di Sampit, Minggu.
Dalam rangka penanganan banjir dalam kota Pemkab Kotim melakukan normalisasi sungai dan drainase. Bahkan, untuk memperlancar upaya tersebut pemerintah daerah telah melakukan pengadaan ekskavator amfibi senilai Rp5,3 miliar.
Tujuan agar kegiatan normalisasi yang tidak bisa dilakukan melalui darat karena terhalang rumah warga, tetap bisa dilanjutkan dengan menerjunkan alat berat ke sungai. Namun, kemudian muncul masalah baru lantaran banyak bangunan warga yang menjorok ke sungai dan menghambat kinerja ekskavator amfibi.
Halikinnor telah mengimbau warga yang memiliki bangunan menjorok ke sungai agar segera membongkar bangunannya. Disamping, menghambat kinerja ekskavator amfibi, keberadaan bangunan tersebut jelas melanggar aturan sesuai yang tertuang dalam Permen PUPR Nomor 28 Tahun 2015 Tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau.
Namun, kebanyakan warga yang memiliki bangunan di bantaran, khususnya yang menjorok ke sungai, tak mempedulikan imbauan tersebut. Kendati demikian, pemerintah daerah berusaha tetap bersikap persuasif dengan menggencarkan sosialisasi dan menyiapkan tali asih agar warga mau membongkar bangunannya.
Baca juga: Pemkab Kotim ajukan raperda pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat Dayak
“Paling tidak ekskavator amfibi itu bisa bermanuver di sungai untuk membersihkan. Kalau sungai lancar, harapan kita ketika terjadi banjir akibat curah hujan tinggi dan air pasang, begitu sungai surut maka banjir pun segera surut,” jelasnya.
Halikinnor menambahkan, penanganan banjir ini tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah daerah, tapi perlu dukungan masyarakat. Hal ini merupakan tanggung jawab bersama, sehingga ia berharap masyarakat pun mau bekerja sama, salah satunya dengan membantu kelancaran normalisasi sungai.
Terpisah, Camat Mentawa Baru Ketapang Irpansyah menyampaikan sesuai instruksi bupati pihaknya telah menyampaikan imbauan dan sosialisasi ke warga agar mau membongkar sendiri bangunan yang menjorok ke sungai agar kinerja ekskavator amfibi berjalan lancar.
Namun, hal tersebut menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat dan justru lebih banyak yang tidak setuju hingga menuntut ganti rugi kepada pemerintah apabila bangunan mereka dibongkar.
“Kami sudah sering menyampaikan imbauan ke masyarakat, tapi ada yang pro dan kontra. Kebanyakan dari mereka tidak setuju dan minta ganti rugi, hal ini pun telah kami sampaikan saat rapat bersama dinas terkait dan pimpinan,” ujarnya.
Terkait kemungkinan dilakukan penindakan tegas atau pembongkaran secara paksa, menurut Irpansyah hal tersebut merupakan kewenangan pimpinan. Untuk saat ini pihaknya mengutamakan pendekatan persuasif kepada masyarakat dan selalu berkoordinasi dengan dinas terkait.
Baca juga: Bupati Kotim dukung Bunda PAUD tingkatkan peran memajukan pendidikan
Baca juga: Disdik telusuri video pornografi diduga pelajar Kotim
Baca juga: PT Globalindo Alam Perkasa bergerak cepat membantu korban banjir di Kotim