Sukamara Lestarikan Tradisi Betawakan Banyu Pada Lebaran

id betawakan banyu, camat sukamara, lebaran

Sukamara Lestarikan Tradisi Betawakan Banyu Pada Lebaran

Tradisi betawakan banyu yang dilaksanakan masyarakat Sukamara di sekitar Sungai Jelai. (Foto Antara Kalteng/Gusti Jainal)

Sukamara (Antara Kalteng) - Kecamatan Sukamara memiliki sebuah tradisi khas saat merayakan lebaran, baik lebaran Idul Fitri maupun lebaran Idul Adha, yaitu tradisi betawakan banyu atau lempar air.

"Masyarakat Kabupaten Sukamara khususnya di Kecamatan Sukamara memiliki tradisi yang sudah turun temurun, yaitu tradisi lempar air atau lebih dikenal dengan betawakan banyu, dan ini hanya dilaksanakan pada saat lebaran saja," kata Camat Sukamara, Kabupaten Sukamara, Zainudin, Minggu.

Menurutnya, tradisi betawakan banyu ini merupakan tradisi turun-temurun dalam perayaan Idul Fitri maupun Idul Adha dan ini terus dipertahankan, dimana pelaksanaannya betawakan banyu ini biasanya dilakukan setiap sore selama tiga atau tujuh hari berturut-turut.

Karena sudah tradisi, tanpa disuruh atau dikomando masyarakat tetap melaksanakannya tanpa ada campur tangan pemerintah. Baru sekitar tiga tahun terakhir ini pemerintah berusaha turut campur tangan sehingga pelaksanaan dapat berjalan dengan baik.

"Pelaksanaan tradisi betawakan banyu ini dilaksanakan masyarakat mulai pelaksanaan lebaran, dan untuk lebaran Idul Fitri biasanya dilaksanakan selama 3 hari, sedangkan lebaran Idul Adha dilaksanakan 7 hari," ungkap Zainudin

Dikatakannya, pelaksanaan betawak banyu ini diharapkan dapat menjadi agenda pemerintah daerah khususnya di Dinas kepemudaan, olahraga dan pariwisata, sehingga tradisi ini bisa terus dipertahankan dan menjadi destinasi wisata andalan Sukamara dalam menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.

Sedangkan tradisi lempar air diikuti oleh masyarakat dengan menggunakan perahu maupun klotok yang dihiasi, dimana perahu atau klotok yang terus berjalan di sepanjang sungai Jelai yang ada hunian penduduk di bantaran sungainya.

Dengan membawa air yang telah dibungkus dengan plastic kecil, mereka yang di perahu melemparkan air dalam kepada peserta lainnya baik yang berada di kelotok atau perahu maupun masyarakat yang ada di jamban-jamban sepanjang sungai.

"Tradisi betawak banyu ini, siapapun yang kena lemparan tidak akan marah apakah itu masyarakat maupun pihak keamanan, dan untuk diketahui biasanya air yang digunakan adalah air biasa dan air kesumba atau air yang diwarnai yang sudah dibungkus dengan plastik kecil- kecil dan dilemparkan kepada lawan, seperti perang-perangan," jelas Zainudin

"Dalam tradisi tersebut kebanyakan yang ikut para muda-mudi, sedangkan yang tua hanya sedikit dan hampir tidak ada, dan kelihatan hanya ikut nonton dengan para masyarakat pendatang," tambahnya.