Jakarta (Antara Kalteng) - Anggota DPR nonaktif dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Musa Zainuddin dituntut 12 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan karena terbukti menerima uang Rp7 miliar dari pengusaha terkait program optimalisasi dalam proyek pembangunan infrasktruktur di Maluku dan Maluku Utara.
"Menyatakan terdakwa Musa Zainuddin telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah bersama-sama melakukan tindak pidana."
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Musa Zainuddin berupa pidana penjara selama 12 tahun dan pidana denda sejumlah Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ariawan Agustiartono dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Musa juga dituntut membayar uang pidana tambahan senilai Rp7 miliar yaitu dari uang yang diterimanya.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Musa Zainuddin untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp7 miliar selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap. Jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 2 tahun," tambah jaksa Ariawan.
Jaksa juga menuntut pencabutan hak politik Musa karena sebagai anggota DPR ia dinilai mencederai kepercayaan yang telah diberikan masyarakat.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Musa Zainuddin berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah terdakwa Musa Zainuddin selesai menjalani pihak pokoknya," ucap jaksa Ariawan.
JPU mengungkapkan bahwa perbuatan pidana yang dilakukan Musa selaku anggota DPR meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perwakilan meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perwakilan rakyat yang diharapkan menjadi pendukung utama dalam upaya pemberantasan korupsi yang menjadi komitmen seluruh komponen bangsa.
"Perbuatan terdakwa membawa akibat yang bersifat masif yakni menyangkut pemerataan penyediaan infrastruktur penunjang untuk meningkatkan ekonomi rakyat terutama di kawasan timur RI, terdakwa tidak kooperatif dengan tidak mengakui semua perbuatannya, terdakwa telah merusak sistem check and balance antara legislatif dan eksekutif, terdakwa menyalahgunakan kewenangan yang diberikan kepadanya untuk melakukan kejahatan," ungkap jaksa Ariawan.
Dalam perkara ini, Musa Zainuddin bersama-sama dengan Amran Hi Mustary selaku Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara menerima hadiah uang sejumlah Rp7 miliar dari Abdul Khoir selaku Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama agar mengusulkan program prioritas dalam proyek pembangunan infrakstruktur Jalan Taniwel-Saleman dan rekonstruksi Jalan Piru-Saisala di BPJN IX Maluku dan Maluku Utara.
Awalnya, pada September 2015 di hotel Grand Mahakam Jakarta, Musa diperkenalkan kepada Abdul Khoir oleh Amran dan Musa menyampaikan bahwa dirinya adalah ketua kelompok fraksi (Kapoksi) dari PKB di Komisi V menggantikan Mohamad Toha.
Musa juga menyampaikan mempunyai dana tambahan seluruhnya sebesar Rp500 miliar terdiri atas Rp200 juta dana optimalisasi serta tambahan dana aspirasi sebesar Rp160 miliar dengan Rp140 miliar akan dialokasikan ke Maluku dan Maluku Utara.
Beberapa hari kemudian, Musa, Abdul Khoir dan Amran menyepakati program Musa akan dikerjakan Abdul Khoir dan So Kok Seng alias Aseng yang meliputi proyek pembangunan jalan Taniwel-Saleman senilai Rp56 miliar akan dikerjakan So Kok Seng dan rekonstruksi Piru-Waisala Maluku senilai Rp52 miliar diberikan Abdul Khoir.
Abdul Khoir akan memberikan 8 persen "fee" dari nilai proyek jalan Taniwel-Saleman sebesar Rp4,48 miliar dan proyek rekosntruksi Piru-Waisala Maluku sebesar Rp3,52 miliar.
Untuk memenuhi kewajiban fee 8 peren, Aseng mentransfer uang Rp3,5 miliar pada 9 November 2015 dan Rp980 juta pada 16 November 2015. Sedangkan anak buah Abdul Khoir bernama Erwantoro juga menyerahkan kepada orang kepercayaan Musa bernama Jailani sejumlah Rp3,8 miliar dalam bentuk dolar Singapura di parkiran Blok M Square pada 16 November 2015.
Erwantoro kembali menyerahkan Rp3 miliar dalam bentuk dolar Singapura kepada Jailani pada 17 November 2015 di kantor PT Windhu Tunggal Utama. Sisa fee diberikan kepada Jailani pada 28 Desember 2015 di foo hall mall Senayan City sebesar Rp1,2 miliar dalm bentuk pecahan dolar Singapura melalui Erwantoro.
Beberapa hari kemudian, Jailani menyerahkan Rp7 miliar campuran rupiah dan dolar Singpaura dari Abdul Khoir kepada Mutakin dalam 2 tas ransel hitam lalu Mutakin kembali ke rumah jabatan Musa dan meletakkan 2 ransen itu dalam kamar tidur Musa.
"Dalam persidangan terungkap fakta adanya proses transaksional antara terdakwa selaku penyelenggara negara dengan Abdul Khoir yang bertindak sebagai pengusaha yang menginginkan untuk menjadi pelaksana proyek yang diusulkan oleh terdakwa dengan difasilitasi oleh Amran Hi Mustary nanti sebagai user dalam proyek. Proses transaksional tersebut terjadi saat terdakwa sebagai penyelenggara negara dan Abdul Khoir sebagai pegnusaha sepakat tentang pemberian commitment fee 8 persen kemudian diwujudkan masing-masing oleh para pihak yaitu terakwa memasukkan proyek pembangunan jalan Taniwel-Saleman senilai Rp56 miliar dan rekonstruksi Piru-Waisala provinsi Maluku senilai Rp52 miliar hingga akhirnya disetujui dalam program kerja anggaran kementerian PUPR tahun anggaran 2016," papar jaksa Ariwan.
Atas tuntutan itu, Musa dan tim pengacaranya akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada 1 November.
Terkait perkara ini, sudah ada delapan orang yang dijatuhi vonis yaitu anggota Komisi V dari fraksi PDI-P Damayanti Wisnu Putrani yang divonis 4,5 tahun penjara, dua rekan Damayanti yaitu Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini alias Uwi divonis masing-masing 4 tahun penjara, bekas anggota Komisi V dari Golkar Budi Supriyanto divonis 5 tahun penjara, bekas anggota Komisi V dari fraksi Partai PAN Andi Taufan Tiro divonis 9 tahun penjara, Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary divonis 6 tahun penjara, Abdul Khoir sudah divonis 4 tahun penjara dan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng divonis 4 tahun penjara.
Sedangkan 1 orang masih berstatus tersangka di KPK yaitu Wakil Ketua Komisi V dari fraksi PKS Yudi Widiana Adia.