Peduli lingkungan PT GBSM basmi tikus dengan Burung Hantu

id PT GBSM,Kebun Sawit,Sawit Seruyan,Burung Hantu

Peduli lingkungan PT GBSM basmi tikus dengan Burung Hantu

Burung hantu atau yang dalam Bahasa Latin dikenal sebagai Tyto Alba. Burung tersebut saat ini digunakan PT GBSM untuk membasmi hama tikus di kawasan perkebunan sawitnya. (Istimewa)

Palangka Raya (Antaranews Kalteng) - Wakil Ketua Komisi B DPRD Kalimantan Tengah HM Asera memberi apresiasi kepada PT. Gawi Bahandep Sawit Mekar (GBSM), karena sudah mengembangkan penggunaan burung hantu untuk membasmi hama tikus.

Menurutnya, inovasi perusahaan yang berlokasi di Seruyan Hilir tersebut, layak menjadi percontohan bagi perusahaan lain.

“Saya Salut, itu sangat bagus. Kami memberi penghargaan tinggi. Upaya tersebut harus dikembangkan seluas-luasnya bagi kepentingan dalam melestarikan lingkungan,” kata Asera, di Palangkaraya, Senin

Penggunaan burung hantu atau yang dalam Bahasa Latin dikenal sebagai Tyto Alba tersebut sebagai pemangsa tikus, menurut Asera, memang berdampak sangat positif. Dengan demikian, hal itu bisa mengurangi penggunaan pembasmi hama berbahan kimia, yang tidak hanya memiliki dampak buruk bagi lingkungan tetapi juga kesehatan manusia.
 





Burung hantu atau yang dalam Bahasa Latin dikenal sebagai Tyto Alba. Burung tersebut saat ini digunakan PT GBSM untuk membasmi hama tikus di kawasan perkebunan sawitnya. (Istimewa)

Apresiasi tersebut juga diberikan pengamat lingkungan Berry Nahdian Furqon. Menurut Berry, pemanfaatan predator alami seperti burung hantu sangat positif bagi lingkungan dan memang harus dilakukan.

“Pemanfaatan burung hantu bisa mengurangi pemakaian racun tikus. Ini jelas membantu perbaikan lingkungan,” kata mantan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) tersebut.

Berry menambahkan, pemanfaatan burung hantu sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Terutama, ketentuan bahwa perkebunan kelapa sawit harus ramah lingkungan. Memang, berbeda dengan pelarangan penggunaan jenis pestisida tertentu, baik RSPO dan ISPO tidak menyebut langsung bahwa pembasmian hama tikus harus dilakukan dengan burung hantu.

Tetapi idealnya, lanjut dia, ke depan semua perusahaan perkebunan kelapa sawit memang harus menggunakan predator alami dan juga zero pestisida.

Terkait pemanfaatan burung hantu untuk membasmi tikus diungkapkan Manajer Research and Development PT. GBSM, Andi Panca. Menurut Andi, hingga saat ini di seluruh area kebun terdapat 45 gufon atau kandang burung hantu. Pembuatan kandang dilakukan, karena burung hantu termasuk jenis burung yang tidak bisa membuat sarang.

“Awalnya kami membeli 20 ekor burung hantu. Sekarang sudah berkembang biak, dan menempati gufon-gufon yang ada. Ke depan, akan kita tambah sebanyak 50 gufon,” jelasnya.

Menariknya, penggunaan burung hantu bukan satu-satunya cara yang dilakukan PT. GBSM dalam membasmi hama kelapa sawit. Untuk membasmi hama ulat api, misalnya, perusahaan juga mengembangkan tanaman menguntungkan (benaficial plant) seperti ulam raja atau biasa disebut kenikir (Cosmos Caudatus) yang berfungsi memancing predator ulat api yaitu Sycanus.

Sedangkan untuk membasmi kumbang tanduk, PT. GBSM juga mempergunakan metode biological control yaitu memancing hama tersebut dengan feromon agar terperangkap.

“PT. GBSM sangat konsen dengan metode biological control. Kami akan terus mengembangkan pengendalian hama secara biologi dalam jangka panjang,” demikian Andi.