Jakarta (ANTARA) - Walau memiliki gejala mirip, ada sejumlah hal yang membedakan antara flu biasa dan COVID-19, sehingga Anda yang sebenarnya flu atau pilek tak perlu khawatir dinyatakan terpapar virus corona oleh orang lain atau pihak-pihak dengan motif tertentu, apalagi tanpa prosedur tes antigen atau PCR.
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Vito A. Damay mengatakan,
antara COVID-19 dan flu umumnya sama-sama memiliki gejala pilek, hidung tersumbat.
Baca juga: COVID-19 diprediksi bisa jadi penyakit musiman seperti flu
Tetapi pada COVID-19, juga ada demam, batuk, tenggorokan tak nyaman, kadang juga mual, diare, timbul bercak-bercak kemerahan di kulit mirip seperti alergi, badan terasa lemas, mudah lelah sehingga membuat penderitanya ingin terus beristirahat.
Selain itu, sekitar 87 persen orang dengan COVID-19 tidak bisa mencium aroma baik itu makanan, tubuhnya, maupun yang lainnya atau disebut anosmia. Gejala ini dialami pasien walau hidungnya tak tersumbat.
"Walau sama-sama pilek, hidung tersumbat, meler, tetapi COVID-19 biasanya punya gejala anosmia atau tidak bisa mencium aroma atau kehilangan (kemampuan) indera penciumannya. 87 persen orang dengan COVID-19 punya keluhan anosmia," kata Vito yang bepraktik di Siloam Hospitals Lippo Village itu melalui pesan video yang diunggah di laman media sosialnya, dikutip Minggu.
Penyebab anosmia ini bukan hidung tersumbat atau pilek, melainkan karena neuron sensorik penciuman tidak bisa mengekspresikan gen yang mengkode protein reseptor ACE2 (yang digunakan virus SARS-CoV-2 untuk memasuki sel manusia), ungkap studi dalam jurnal Science Advances pada 24 Juli 2020.
Baca juga: Pakar: Penyintas COVID-19 tetap harus proteksi diri dengan vaksin
Seperti dikutip dari laman resmi HMS, peneliti salah satunya profesor neurobiologi di Blavatnik Institute, Harvard Medical School (HMS), Sandeep Robert Datta, menemukan, virus corona mengubah indera penciuman pada pasien, tidak dengan menginfeksi neuron secara langsung tetapi mempengaruhi fungsi sel pendukung.
Sementara itu, orang dengan flu tidak mengalami anosmia. Walau hidungnya tersumbat, namun dia masih bisa menghirup aroma misalnya makanan. Jadi, anosmia bukan berarti karena hidungnya tersumbat karena pileknya.
Perbedaan lain antara flu dan COVID-19, yakni infeksi virus SARS-CoV-2 menyebabkan paru-paru basah sehingga akan tampak bercak-bercak atau bulat-bulat pada hasil rontgen thorax pasien COVID-19.
Orang dengan COVID-19 juga mengalami penurunan saturasi oksigen yang ini tidak didapatkan pada orang dengan flu biasa. Walaupun sama-sama punya gejala hidung tersumbat, saturasi oksigen pada oximeter orang yang terkena flu tidak akan turun dari angka normal (yakni 95-100 persen).
Hal lain yang membedakan, COVID-19 menyebabkan D-Dimer naik atau gangguan pembekuan darah yang tidak didapatkan pada orang dengan flu biasa.
Terakhir, untuk memastikan seseorang terkena COVID-19 atau flu maka dia perlu menjalani tes PCR, terutama bila mempunyai riwayat kontak dengan pasien COVID-19.
"Kalau flu harus diswab juga? ya karena gejalanya mirip sebaiknya Anda lakukan daripada menyesal apalagi kalau punya riwayat kontak dengan orang yang positif," ujar Vito.
Istilah diCOVIDkan juga bisa merujuk pada kondisi yang membuat Anda terpapar COVID-19 karena abai pada protokol kesehatan. Vito yang kerap menjadi pembicara dan moderator acara kesehatan itu berpesan agar Anda tetap mematuhi protokol kesehatan yakni mengenakan masker, rajin mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas untuk membantu mencegah penularan dan penyebaran COVID-19.
"Tidak pakai masker itu namanya Anda di-COVID-kan. Kalau Anda menularkan pada orang lain itu berarti Anda meng-COVID-kan orang lain. Jangan mau diCOVIDkan, jangan mau ditularkan atau menularkan pada orang lain, pakai maskernya," demikian pesan dia.