Legislator Seruyan soroti harga karet yang kerap tidak stabil

id Dprd seruyan, atinita, harga karet dan rotan tidak stabil, seruyan, kuala pembuang, dapil III seruyan, kalteng

Legislator Seruyan soroti harga karet yang kerap tidak stabil

Anggota DPRD Seruyan Atinita. (ANTARA/Radianor)

Kuala Pembuang (ANTARA) - Legislator Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah Atinita kembali menyampaikan harga komoditas karet dan rotan yang ada di daerah pemilihan (dapil) III meliputi Kecamatan Seruyan Tengah, Seruyan Hulu, Batu Ampar dan Suling Tambun kerap tidak stabil, sehingga mempengaruhi pertumbuhan perekonomian masyarakat.

“Jadi, untuk harga karet dan rotan di dapil III ini sering sekali harganya tidak stabil. Tentu ini sangat berpengaruh pada perekonomian masyarakat, makanya perlu langkah dari pemkab untuk membantu petani,” kata Atinita di Kuala Pembuang, Selasa.

Menurut dia, untuk dapil III itu masih banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada tanaman karet ataupun rotan, karena di wilayah tersebut untuk jenis komoditas dimaksud masih sangat banyak, sehingga masyarakatnya lebih terfokus terhadap potensi itu.

Lanjut dia, hal itu memang ada beberapa pertimbangan sehingga masyarakat di daerah tersebut banyak melakukan aktivitas perkebunan karet, kopi dan juga rotan.

“Di sana memang untuk perkebunan ada karet dan kopi. Pertimbangannya karena dua komoditas ini bisa disimpan lama, lalu ada juga mereka yang memanfaatkan sumber daya alam (SDA) seperti rotan untuk mata pencaharian maupun menambah penghasilan,” ungkapnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, satu kendala yang kini dihadapi masyarakat yakni harga komoditas seperti karet dan rotan yang kerap kali kurang stabil, hal ini tentu akan berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat khususnya petani.

Seperti halnya karet, pada kondisi normal harganya bisa mencapai Rp20 ribu per kilogram, sedangkan pada saat ini hanya berkisar pada angka Rp5 ribu sampai Rp6 ribu saja per kilogramnya.

“Jadi sangat jauh. Untuk rotan juga terkadang harganya tidak stabil, tentu ini sangat menyulitkan masyarakat. Sementara masih banyak masyarakat yang berprofesi dengan memanfaatkan komoditas tersebut,” demikian Atinita.