Modus auditor BPK minta uang ke pegawai Pemkab Bogor
Bandung (ANTARA) - Para saksi yang dihadirkan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap modus-modus permintaan uang dalam perkara dugaan suap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Barat.
Mujiyono, Kasubbag Keuangan Kecamatan Cibinong dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin, mengaku sempat dimintai uang oleh auditor BPK bernama Gerry Ginanjar Trie Rahmatullah yang kini berstatus tersangka oleh KPK.
Menurutnya, Gerry meminta uang senilai Rp900 juta yang merupakan asumsi 10 persen dari nilai pagu pekerjaan infrastruktur di beberapa kelurahan yang ada di Kecamatan Cibinong.
"Setelah permintaan Gerry, saya melaporkan ke camat, kemudian camat memanggil lurah. Kemudian saya sampaikan ada permintaan dari BPK, 10 persen dari infrastruktur," ujarnya lagi.
Mujiyono menyebutkan, saat itu semua lurah keberatan dengan adanya permintaan BPK, karena kondisi keuangan yang memprihatinkan. Para lurah bahkan mengaku siap diaudit secara terang-terangan oleh auditor BPK mengenai seluruh laporan pekerjaan infrastruktur.
"Jangankan untuk menutupi Rp900 juta, untuk menangani COVID-19 warga yang terpapar saja bingung. Gerry tetap meminta uang antara lima persen sampai 10 persen. Saya menyampaikan, para lurah siap diperiksa oleh BPK. Lurah tidak ada takutnya," ujar Mujiyono.
Saksi lainnya, Achmad Wildan, Kabag Anggaran Pada BPKAD Kabupaten Bogor mengaku pernah dimintai uang dengan alasan ongkos ketik oleh auditor BPK bernama Hendra Nur Rahmatullah yang kini juga berstatus tersangka oleh BPK.
Saat itu, Wildan sempat ingin memberikan uang tunai senilai Rp5 juta, tapi ditolak oleh Hendra dengan alasan nominalnya terlalu kecil.
"Saya berikan awalnya Rp5 juta, tapi ditolak oleh Hendra. Tambah lagi atuh karena dua orang katanya, dengan Pak Amir (pegawai BPK). Akhirnya ditambah Rp5 juta lagi," kata Wildan.
Sementara, Rieke Iskandar Sekretaris Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Bogor, mengaku memberi uang kepada terdakwa Ihsan Ayatullah, Kasubag Kasda BPKAD Kabupaten Bogor karena Ihsan dimintai uang oleh auditor BPK.
"Tidak ada temuan di KONI. Ihsan minta tolong, bahasa di teleponnya dia perlu uang buat BPK, bisa bantu tidak Rp150 juta. Jadi saya berikan Rp50 juta," kata Rieke.
Ihsan Ayatullah saat dimintai tanggapan oleh majelis hakim yang diketuai oleh Hera Kartiningsih, menyebutkan bahwa ia dimanfaatkan oleh auditor BPK bernama Hendra untuk meminta uang ke sejumlah pegawai Pemkab Bogor.
Ia juga menegaskan bahwa penarikan uang yang dirinya lakukan ke pegawai Pemkab dan pengusaha bukan atas dasar perintah terdakwa Bupati nonaktif Ade Yasin ataupun mantan Bupati Rachmat Yasin.
"Saya melakukan ini tanpa ada permintaan AY dan RY. Selalu saya sampaikan kepada SKPD untuk menemui BPK langsung. Saudara Hendra sering memanfaatkan saya untuk meminta uang ke SKPD," kata Ihsan.
Sebelumnya, Ade Yasin dan tiga pegawai Pemkab Bogor didakwa oleh Jaksa KPK memberi uang suap Rp1,9 miliar untuk meraih predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
Jaksa KPK Budiman Abdul Karib mengatakan uang suap itu diberikan kepada empat pegawai BPK yang juga telah menjadi tersangka pada perkara tersebut.
"Sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberikan uang yang keseluruhannya berjumlah Rp1.935.000.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara," kata Budiman.
Mujiyono, Kasubbag Keuangan Kecamatan Cibinong dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin, mengaku sempat dimintai uang oleh auditor BPK bernama Gerry Ginanjar Trie Rahmatullah yang kini berstatus tersangka oleh KPK.
Menurutnya, Gerry meminta uang senilai Rp900 juta yang merupakan asumsi 10 persen dari nilai pagu pekerjaan infrastruktur di beberapa kelurahan yang ada di Kecamatan Cibinong.
"Setelah permintaan Gerry, saya melaporkan ke camat, kemudian camat memanggil lurah. Kemudian saya sampaikan ada permintaan dari BPK, 10 persen dari infrastruktur," ujarnya lagi.
Mujiyono menyebutkan, saat itu semua lurah keberatan dengan adanya permintaan BPK, karena kondisi keuangan yang memprihatinkan. Para lurah bahkan mengaku siap diaudit secara terang-terangan oleh auditor BPK mengenai seluruh laporan pekerjaan infrastruktur.
"Jangankan untuk menutupi Rp900 juta, untuk menangani COVID-19 warga yang terpapar saja bingung. Gerry tetap meminta uang antara lima persen sampai 10 persen. Saya menyampaikan, para lurah siap diperiksa oleh BPK. Lurah tidak ada takutnya," ujar Mujiyono.
Saksi lainnya, Achmad Wildan, Kabag Anggaran Pada BPKAD Kabupaten Bogor mengaku pernah dimintai uang dengan alasan ongkos ketik oleh auditor BPK bernama Hendra Nur Rahmatullah yang kini juga berstatus tersangka oleh BPK.
Saat itu, Wildan sempat ingin memberikan uang tunai senilai Rp5 juta, tapi ditolak oleh Hendra dengan alasan nominalnya terlalu kecil.
"Saya berikan awalnya Rp5 juta, tapi ditolak oleh Hendra. Tambah lagi atuh karena dua orang katanya, dengan Pak Amir (pegawai BPK). Akhirnya ditambah Rp5 juta lagi," kata Wildan.
Sementara, Rieke Iskandar Sekretaris Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Bogor, mengaku memberi uang kepada terdakwa Ihsan Ayatullah, Kasubag Kasda BPKAD Kabupaten Bogor karena Ihsan dimintai uang oleh auditor BPK.
"Tidak ada temuan di KONI. Ihsan minta tolong, bahasa di teleponnya dia perlu uang buat BPK, bisa bantu tidak Rp150 juta. Jadi saya berikan Rp50 juta," kata Rieke.
Ihsan Ayatullah saat dimintai tanggapan oleh majelis hakim yang diketuai oleh Hera Kartiningsih, menyebutkan bahwa ia dimanfaatkan oleh auditor BPK bernama Hendra untuk meminta uang ke sejumlah pegawai Pemkab Bogor.
Ia juga menegaskan bahwa penarikan uang yang dirinya lakukan ke pegawai Pemkab dan pengusaha bukan atas dasar perintah terdakwa Bupati nonaktif Ade Yasin ataupun mantan Bupati Rachmat Yasin.
"Saya melakukan ini tanpa ada permintaan AY dan RY. Selalu saya sampaikan kepada SKPD untuk menemui BPK langsung. Saudara Hendra sering memanfaatkan saya untuk meminta uang ke SKPD," kata Ihsan.
Sebelumnya, Ade Yasin dan tiga pegawai Pemkab Bogor didakwa oleh Jaksa KPK memberi uang suap Rp1,9 miliar untuk meraih predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
Jaksa KPK Budiman Abdul Karib mengatakan uang suap itu diberikan kepada empat pegawai BPK yang juga telah menjadi tersangka pada perkara tersebut.
"Sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberikan uang yang keseluruhannya berjumlah Rp1.935.000.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara," kata Budiman.