Indonesia jadi negara kuat bila persoalan stunting teratasi

id persoalan stunting,Menko PMK,Muhadjir Effendy,Kalteng, stunting

Indonesia jadi negara kuat bila persoalan stunting teratasi

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy. ANTARA/HO-Kemenko PMK/aa. (Handout Kemenko PMK)

Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyatakan apabila persoalan stunting dapat teratasi maka Indonesia akan menjadi negara yang kuat.

"Untuk mewujudkan semua itu, perlu pemenuhan gizi yang optimal sejak dini. Edukasi ini perlu ditanamkan kepada para mahasiswa sehingga masalah stunting dapat diantisipasi," ujar Muhadjir dalam keterangan di Jakarta, Senin.
 
Ia  mengatakan guna mewujudkan mimpi itu, anak-anak muda, khususnya mahasiswa, harus dibekali persiapan yang matang sehingga dapat menjadi bagian dari generasi yang unggul dan menciptakan keturunan yang berkualitas di masa yang akan datang.
 
Menurutnya, stunting dapat terjadi dari sejak proses kehamilan dan setelah bayi terlahir. Sehingga sangat dibutuhkan pemberian makanan tambahan bagi Balita serta edukasi yang baik terhadap para calon orang tua.
 
"Oleh Karena itu, maka sangat penting peran dan keterlibatan perguruan tinggi memberikan edukasi kepada mahasiswa dan masyarakat, terutama untuk memperbaiki permasalahan gizi dan anemia pada remaja," katanyar.
 
Di sisi lain, kata dia, persoalan stunting juga tidak hanya berkaitan dengan permasalahan kesehatan saja. Namun terdapat faktor lain yang berpengaruh seperti kondisi sosial ekonomi dan perilaku masyarakat.
 
Dengan demikian, kata dia, upaya penanggulangannya memerlukan peran dan dukungan dari semua sektor.
 
"Intervensi spesifik dan sensitif harus berjalan beriringan. Data P3KE yang kita miliki dapat dimaksimalkan sehingga intervensi dapat tepat sasaran dan terus berkesinambungan," kata Muhadjir Effendy.

Sementara itu, berdasarkan data SSGI tahun 2022, saat ini angka prevalensi stunting di Indonesia berada di angka 21,6 persen. Angka tersebut masih harus ditekan hingga mencapai 14 persen hingga akhir 2024 sebagaimana target Presiden Joko Widodo.