DPRD Kotim berharap Bulog konsisten serap gabah petani

id Kotim, kalteng, Sampit, kotim, Kotawaringin Timur, panen, gabah, bulog

DPRD Kotim berharap Bulog konsisten serap gabah petani

Suasana aktivitas panen padi oleh para petani di Desa Lampuyang, Kecamatan Teluk Sampit, Rabu (24/9/2025). ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi

Sampit (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menyoroti penyerapan gabah petani lokal oleh Bulog yang dinilai belum optimal, bahkan belakangan petani mengeluhkan hasil panen yang tidak terserap.

“Setelah sekitar satu bulan setelah panen raya terakhir kali itu, para petani pada pusing untuk menjual gabah keringnya, karena Bulog tidak bisa menampung lagi. Alasan teknisnya saya tidak tau, tapi informasi dari petani itu gudangnya penuh,” kata Wakil Ketua II DPRD Kotim Rudianur di Sampit, Rabu.

Rudianur menjelaskan, saat panen raya pada April 2025 di Desa Lampuyang, Kecamatan Teluk Sampit, yang dihadiri oleh kepala daerah dan seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) dan instansi vertikal terkait telah bersama-sama mendengarkan arahan dari Presiden.

Salah satu arahannya, agar Bulog menyerap GKP dari petani, diambil, ditimbang dan dibayar langsung dengan harga Rp6.500 per kilogram. Kebijakan ini bertujuan melindungi petani dari kerugian dan menjaga stabilitas harga serta ketersediaan pangan di Indonesia.

Namun, informasi yang ia terima belakangan penyerapan hasil panen petani, khususnya di Desa Lampuyang sempat terhenti dengan alasan gudang Bulog penuh.

“Tetapi menurut saya itu bukan alasan. Karena kalaupun gudangnya penuh, Bulog masih bisa sewa gedung lain, sehingga tentu ada alasan lain,” imbuhnya.

Terlepas dari alasan tersebut, tidak terserapnya hasil panen ini jelas berdampak langsung terhadap para petani.

Hasil panen petani lokal sempat menumpuk, sedangkan petani menggantungkan hidup dengan menjual hasil panen untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan untuk modal bertani musim berikutnya.

Baca juga: Pemkab Kotim perjuangkan tuntutan terkait lahan sawit koperasi yang diambil alih Agrinas

Situasi ini pun dimanfaatkan oleh para tengkulak dari luar daerah, terutama dari Kalimantan Selatan yang sebelumnya memang sering menyerap hasil panen petani Kotim.

Petani lokal pun tidak punya pilihan lain untuk menjual hasil panennya, meskipun harga yang ditawarkan para tengkulak lebih rendah dari Bulog, yakni sekitar Rp6.000 ke bawah.

Ironisnya, gabah dari petani lokal ini biasanya diolah dan dikemas di luar daerah, tetapi kemudian kembali ke Kotim dalam bentuk produk dan dijual dengan harga yang lebih mahal.

Oleh karena itu, ia berharap hal ini bisa menjadi bahan evaluasi pemerintah daerah dan tentunya Bulog setempat, agar program yang dijalankan bisa konsisten demi kesejahteraan para petani.

“Saya yakin pemerintah daerah khususnya Bulog harus melakukan evaluasi agar arahan dari pusat ini bisa berjalan. Jangan sampai gabah petani menumpuk, apalagi sekarang petani di Desa Lampuyang sudah panen lagi dan saya lihat tengkulang dari Kalsel mulai berdatangan,” pungkasnya.

Kepala Perum Bulog Kantor Cabang Kotim, Muhammad Azwar Fuad mengakui bahwa kurang lebih seminggu terakhir pihaknya belum menyerap gabah hasil panen petani lokal, lantaran anggaran untuk penyerapan tersebut sudah mencapai target.

Meski tak disebutkan nominal anggarannya, namun ia menyampaikan bahwa Bulog Pusat menargetkan penyerapan gabah setara 3 juta ton guna mencapai swasembada pangan, khususnya komoditas beras.

“Sehingga, Bulog waktu itu masih berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Keuangan. Alhamdulillah, Senin kemarin sudah diputuskan bahwa Bulog tetap melanjutkan penyerapan dengan tambahan anggaran dari pemerintah pusat,” bebernya.

Oleh karena itu, ia mengimbau para petani tidak perlu khawatir karena dalam waktu dekat Bulog Kantor Cabang Kotim akan melanjutkan penyerapan gabah, baik yang sudah dipanen sebelumnya maupun yang sedang panen.

Hal ini juga sudah dikoordinasikan dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kotim dan Balai Penyuluh Pertanian (BPP) agar disampaikan kepada para petani setempat.

“Untuk anggarannya, pada prinsipnya memang tidak disebutkan nominalnya, tetapi selama masih ada panen gabah dan harganya itu di bawah Harga Pokok Penjualan (HPP) itu Bulog harus menyerap,” demikian Fuad.

Baca juga: UKPBJ Kotim perkuat kapasitas aparatur desa dalam belanja barang dan jasa

Baca juga: Operasional Koperasi Merah Putih di Kotim disambut positif masyarakat

Baca juga: Dinkes Kotim jemput bola ke RT-RT untuk tingkatkan partisipasi CKG


Pewarta :
Uploader : Admin 2
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.