Jakarta (ANTARA) - Psikolog remaja dan anak Vera Itabiliana menyampaikan bahwa penggunaan platform media sosial bisa mempengaruhi perkembangan psikologis remaja, termasuk pada bagaimana mereka mengenali dan membangun identitas diri.
"Pengaruh paling signifikan adalah perubahan cara remaja membangun identitas diri atau bagaimana mereka mengenali dirinya," kata lulusan Universitas Indonesia itu saat dihubungi dari Jakarta pada Kamis.
"Media sosial membuat mereka lebih cepat terekspos pada standar sosial, tren, dan opini dari orang lain. Ini membuat proses pencarian jati diri yang sebenarnya alamiah menjadi jauh lebih kompleks," ia menambahkan.
Menurut Vera, proses pencarian jati diri secara alami membutuhkan waktu, eksplorasi, dan interaksi nyata.
Proses ini menjadi lebih rumit kalau remaja terus menerus terpapar informasi tentang standar sosial, tren, dan opini orang di platform media sosial.
Paparan informasi semacam itu bisa membuat remaja mendefinisikan diri dari kacamata orang lain, bukan berdasarkan pengalaman personal mereka.
Vera mengemukakan bahwa penggunaan media sosial juga dapat mempengaruhi kemampuan remaja dalam mengatur emosi.
"Remaja jadi lebih mudah membandingkan diri, lebih sensitif terhadap penilaian sosial, dan cenderung mencari validasi dari luar," kata Vera.
"Media sosial bekerja dengan mekanisme reward, yakni notifikasi, likes, yang sangat menarik bagi otak remaja yang sedang mencari stimulasi," katanya.
Vera mengatakan bahwa platform media sosial bisa mendatangkan banyak peluang dan manfaat bagi remaja.
Platform media sosial bisa menjadi ruang berekspresi, ruang belajar, serta ruang untuk membangun koneksi sosial yang positif bagi remaja.
Namun, Vera mengingatkan bahwa penggunaan media sosial bisa mendatangkan lebih banyak dampak negatif tanpa adanya pendampingan.
"Tanpa pendampingan, efek negatifnya bisa lebih dominan," katanya.
Vera menyampaikan bahwa remaja termasuk kelompok yang paling rentan mengalami dampak negatif penggunaan media sosial, karena mereka belum sepenuhnya mampu mengatur kontrol diri dan menilai risiko.
"Otak remaja belum matang secara penuh, terutama bagian prefrontal cortex yang mengatur kontrol diri dan penilaian risiko," katanya.
Kondisi yang demikian membuat remaja lebih mudah terdorong oleh impuls, sulit mengontrol perilaku, dan tidak selalu dapat mempertimbangkan konsekuensi dari interaksi mereka di ruang digital.
Selain itu, kebutuhan remaja untuk diterima dan membangun identitas membuat mereka lebih peka terhadap reaksi orang lain.
Perubahan hormonal yang membuat emosi naik turun berpengaruh pula pada kerentanan mereka.
Kombinasi faktor biologis, sosial, dan emosional membuat remaja lebih rentan terdampak tekanan di ruang digital.Oleh karena itu, Vera menekankan pentingnya pendampingan dari orang tua, peningkatan literasi digital, dan penguatan konsep diri untuk mencegah dampak jangka panjang penggunaan media sosial terhadap kesehatan mental remaja.
