"Dalam konteks peragaan, tidak ada lagi istilah keliling, tidak boleh ada lagi ada keliling. Sirkus itu tidak ada," katanya dalam diskusi virtual tentang nasib lumba-lumba yang diselamatkan di Bali, yang dipantau di Jakarta, Senin.
Hal itu, kata dia, karena peragaan keliling tidak memenuhi domain atau faktor-faktor yang memenuhi kesejahteraan satwa, seperti terkait masalah nutrisi dan kesehatan fisik dan mental.
Mentalitas, katanya, sangat bisa terganggu dalam kasus peragaan keliling. Untuk itu, KLHK terus berusaha memperbaiki terkait praktik tersebut.
Baca juga: Bangkai lumba-lumba ditemukan terdampar di Pantai Ujung Genteng
KLHK juga sudah berbicara dengan pengelola kebun binatang agar tidak ada lagi atraksi keliling. "Agar satwa bisa beradaptasi di habitat berpagar yang ada di lokasi masing-masing," kata Indra Semiawan.
Sebelumnya, KLHK telah melarang peragaan lumba-lumba di luar lingkungan lembaga konservasi dengan pada 5 Februari 2020 merupakan batas izin paling akhir dan tidak bisa diperpanjang.
Dalam diskusi tersebut, aktivis sekaligus aktivis lingkungan Nadine Chandrawinata menyampaikan rasa terima kasihnya atas pelarangan sirkus lumba-lumba keliling oleh KLHK.
Ia juga mendorong agar lebih banyak perhatian diberikan kepada kelayakan hidup satwa, secara khusus menyoroti penyelamatan tujuh ekor lumba-lumba yang dijadikan peragaan dengan ditunggangi oleh tamu di sebuah lokasi di Sanur, Bali.
"Mereka sama-sama makhluk hidup, aku cuman ingin sedikit diperhatikan kelayakan hidupnya. Baik di darat maupun di laut," demikian Nadine.
Baca juga: Burung Pelanduk Kalimantan ditemukan setelah 172 tahun "hilang"
Baca juga: Peluncuran tata cara pengakuan Masyarakat Hukum Adat diharapkan tekan potensi konflik
Baca juga: KLHK: Luas hutan terbakar turun signifikan pada 2020