Pecat PNS pemerkosa pegawai Kemenkop UKM

id perkosa,pemerkosa pegawai Kemenkop UKM,Kemenkop UKM ,Kalteng,Pecat PNS pemerkosa pegawai Kemenkop UKM,Batara Munti

Pecat PNS pemerkosa pegawai Kemenkop UKM

Ilustrasi - Pemerkosaan. (ANTARA News / Insan Faizin Mubarak)

Jakarta (ANTARA) - Tim Independen Pencari Fakta kasus kekerasan seksual dan pemerkosaan pegawai Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) merekomendasikan dua pegawai negeri sipil (PNS) yang merupakan pelaku utama dalam kasus tersebut untuk diberhentikan.

"Dua orang PNS yang awalnya hanya menerima sanksi penurunan masa jabatan satu tahun direkomendasikan untuk diberhentikan sebagai PNS," kata Ketua Tim Independen Pencari Fakta kasus kekerasan seksual dan pemerkosaan pegawai Kementerian Koperasi dan UKM Ratna Batara Munti di Jakarta, Selasa.

Hasil penelusuran tim independen diketahui kedua PNS tersebut tidak hanya melakukan pemerkosaan, tetapi juga melakukan pelecehan seksual kepada korban di sebuah tempat hiburan malam dan di dalam mobil.

"Tindakan pelaku tersebut setelah korban dibujuk dan dicekoki minuman keras," ujarnya.

Sementara, untuk dua pelaku lainnya yang turut serta dalam kejahatan tersebut direkomendasikan agar kontraknya sebagai tenaga honorer diputus, dan satu pelaku lainnya direkomendasikan agar masa jabatannya diturunkan.

Secara umum, tim independen mengeluarkan beberapa poin rekomendasi penting atas kasus yang terjadi di akhir tahun 2019 tersebut. Pertama, merekomendasikan soal sanksi kepada empat pelaku yang juga menjadi desakan publik atas kasus itu.

Rekomendasi itu didasari surat perintah penghentian penyidikan (SP3) meskipun keempat pelaku sudah menjadi tersangka.

"Jadi ada empat pegawai yang masih bekerja di sini dan sanksinya kita evaluasi berdasarkan temuan tim independen," kata Ratna.

Ia mengatakan sanksi yang direkomendasikan tersebut merujuk kepada berat atau ringannya perbuatan pelaku kepada korban.

Kedua, tim independen juga menyoroti respons internal Kemenkop UKM atas kasus yang dilaporkan korban dan keluarganya ke Kepala Biro pada tahun 2019. Temuan tim independen, ada semacam upaya melindungi pelaku dan mala-administrasi yakni pemalsuan tanda tangan surat pengunduran diri korban.

Padahal, pengakuan korban yang diperoleh tim independen surat pengunduran beserta tanda tangan tersebut bukan dibuat dan ditandatangani oleh korban.