Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Yanto berpendapat bahwa pernyataan Presiden Prabowo Subianto soal vonis untuk koruptor seharusnya diberikan 50 tahun bukan merupakan intervensi.
Yanto menjelaskan bahwa pernyataan Presiden dimaksudkan sebagai imbauan agar jika alat bukti sudah lengkap sesuai dengan Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka jangan diberikan vonis ringan.
"Kan imbauannya begitu, jadi tidak intervensi, tidak intervensi kepada yudikatif. Intervensi itu ‘kalau merah, kau bikin hijau’, nah itu intervensi. Beliau kan tidak begitu. Jadi, kami tidak merasa diintervensi," kata Yanto di Gedung MA, Jakarta, Kamis.
Ia juga menjelaskan bahwa pernyataannya tersebut disampaikan usai menyaksikan tayangan televisi mengenai cuplikan Presiden soal vonis 50 tahun.
"Saya kebetulan juga nonton tv waktu beliau menyatakan statement (pernyataan, red.). Jadi, statement beliau kan begini, ‘kalau sudah jelas-jelas’, kalau enggak salah, mohon dikoreksi ya, ‘kalau sudah jelas-jelas terbukti korupsi dan korupsinya besar begitu, nah di 50 tahun.’ Nah itu enggak intervensi ya, kan penegasan saja," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional, di Jakarta, Senin (30/12), mengkritik hakim-hakim yang menjatuhkan vonis ringan kepada koruptor.
"Kalau sudah jelas-jelas melanggar, mengakibatkan kerugian triliunan, ya semua unsur, terutama hakim-hakim, vonisnya jangan ringanlah," kata Presiden.
Presiden mengatakan bahwa rakyat mengerti kalau melakukan tindak pidana korupsi hingga ratusan triliun maka seharusnya vonisnya sekian tahun.
"Vonisnya ya 50 tahun, begitu kira-kira," ujar Presiden.