Sampit (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah melalui Stasiun Meteorologi Haji Asan Sampit memprakirakan, akan terjadinya pergeseran awal musim kemarau akibat pengaruh bibit siklon di wilayah setempat.
"Pada dasarian III Mei kemarin curah hujan masih di atas 50 milimeter, sehingga kemungkinan untuk awal musim kemarau bergeser sedikit," kata Kepala sekaligus Prakirawan BMKG Kotim Mulyono Leo Nardo di Sampit, Rabu.
Sebelumnya, Stasiun Meteorologi Haji Asan Sampit memprakirakan curah hujan berangsur-angsur menurun pada dasarian III Mei, kemudian pada dasarian II Juni wilayah selatan Kotim akan memasuki musim kemarau.
Namun, Mulyono menyebutkan bahwa hasil pantauan pihaknya pada dasarian III Mei curah hujan di wilayah Kotim rata-rata masih di atas 50 milimeter yang termasuk dalam kategori hujan lebat. Kondisi ini bahkan masih terlihat dalam beberapa hari terakhir. Berdasarkan analisa pihaknya, hal ini dipengaruhi adanya fenomena bibit siklon di wilayah utara Pulau Kalimantan.
Secara umum, bibit siklon adalah awal mula terbentuknya siklon tropis berupa badai besar yang bisa menyebabkan angin kencang, hujan deras, dan gelombang tinggi di laut. Bibit siklon ini terbentuk di daerah laut yang hangat, seperti di sekitar Indonesia.
"Ada yang namanya bibit siklon di wilayah utara Kalimantan sehingga kondisi tersebut mempengaruhi cuaca di wilayah Kalimantan, termasuk Kalteng. Keberadaan bibit siklon ini akan membentuk pertumbuhan awan hujan yang cukup signifikan," ujarnya.
Kendati demikian, pihak BMKG tidak dapat memprediksi berapa lama kondisi ini berlangsung. Pada rapat penyusunan dokumen kontinjensi bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di BPBD Kotim, pihaknya meminta seluruh pemangku kepentingan, agar tetap mewaspadai awal musim kemarau di dasarian II Juni 2025.
Hal ini bertujuan agar setiap pemangku kepentingan dapat melakukan persiapan dan upaya pencegahan sejak dini terhadap potensi karhutla yang meningkat pada musim kemarau.
"Kami tetap mewaspadai pada dasarian II Juni sudah masuk musim kemarau untuk wilayah selatan termasuk Kota Sampit, kemudian untuk wilayah tengah secara bertahap pada dasarian III Juni, seperti Kecamatan Parenggean dan sekitarnya," ujarnya.
Baca juga: Kotim susun dokumen penanggulangan bencana karhutla 2025-2027
Ia menambahkan, saat ini Kotim masih dalam fase pancaroba, tepatnya masa peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau. Adapun, jika mengacu pada prakiraan untuk 2025, awal musim kemarau terjadi pada pertengahan Juni, lalu puncaknya pada Agustus.
Musim kemarau tahun ini diprakirakan lebih singkat dibanding tahun lalu, sedangkan tingkat kekeringannya normal atau netral tanpa adanya pengaruh fenomena tertentu, seperti pada 2024 yang dipengaruhi fenomena La Nina sehingga tingkat kekeringan sedikit turun atau sering disebut kemarau basah.
"Meski musim kemarau diprakirakan lebih singkat, tapi karhutla tetap perlu kita waspadai terutama di wilayah selatan Kotim yang merupakan daerah gambut dan mudah terbakar," demikian Mulyono.
Baca juga: Pemkab Kotim perkuat regulasi peduli dan budaya lingkungan hidup di sekolah
Baca juga: Pemkab Kotim optimis pertahankan predikat KLA
Baca juga: Bupati akui estimasi pendapatan turun di rancangan perubahan KUA-PPAS 2025