Palangka Raya (ANTARA) - Cuaca ekstrem memengaruhi produksi ikan di Provinsi Kalimantan Tengah, yakni penurunan produksi ikan tangkap di pelabuhan perikanan akibat para nelayan mengurangi bahkan menghentikan aktivitasnya untuk sementara waktu.
"Penurunannya itu, akibat cuaca ekstrem sekitar 2-9 Januari 2020 lalu, mencapai sekitar 40 persen jika dibandingkan kondisi normal," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kalteng Darliansjah di Palangka Raya, Minggu.
Umumnya saat Januari kondisi cuaca sudah musim hujan, sehingga curah hujan yang meninggi dan angin kencang berpengaruh terhadap aktivitas nelayan. Bahkan pengaruh kondisi cuaca itu bisa dilihat tak hanya pada aktivitas di laut, namun juga di darat.
Darli menjelaskan saat kondisi cuaca ekstrem tersebut, nelayan dengan kapal yang gt nya kecil tidak berani melaut atau mencari ikan seperti biasanya. Sama halnya dengan kapal yang gt nya besar, hanya sebagian saja yang berani melaut.
"Kalau kita melihatnya pada saat cuaca ekstrem, memang terjadi penurunan produksi tangkapan ikan. Hanya saja jika melihat dari total tahun hasilnya tetap meningkat, yakni perbandingan antara tahun 2018 dengan 2019," ucapnya.
Kondisi itu pada akhirnya membuat ikan tangkapan atau non budidaya, menjadi salah satu komoditas yang masuk dalam prospek inflasi kedepan yang dirilis Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kalteng.
Adapun dalam rilis TPID, kondisi terkini dan rencana aksi dari DKP Kalteng, yaitu ikan tangkapan misalnya jenis gabus, agak sulit dikendalikan karena tidak bisa dibudidayakan dan produksinya bergantung pada tangkapan nelayan.
"Pada kolam bioflok memiliki persediaan ikan nila sekitar 200 kilogram, ikan lele sekitar 200 kilogram dan ikan patin sekitar 700 kilogram," ungkapnya.
Lebih lanjut Darli menuturkan, bekerja sama dengan pihak lainnya DKP Kalteng berupaya meningkatkan budidaya kolam penyangga. Upaya itu sebagai salah satu cara membantu masyarakat yang keberatan dengan kenaikan harha ikan di pasaran akibat berkurangnya produksi ikan.
Berkurangnya aktivitas nelayan tentu memengaruhi kondisi perekonomian mereka, hanya saja dari evaluasi pihaknya, umumnya nelayan juga memiliki pekerjaan lainnya selain melaut untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya.
"Penurunannya itu, akibat cuaca ekstrem sekitar 2-9 Januari 2020 lalu, mencapai sekitar 40 persen jika dibandingkan kondisi normal," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kalteng Darliansjah di Palangka Raya, Minggu.
Umumnya saat Januari kondisi cuaca sudah musim hujan, sehingga curah hujan yang meninggi dan angin kencang berpengaruh terhadap aktivitas nelayan. Bahkan pengaruh kondisi cuaca itu bisa dilihat tak hanya pada aktivitas di laut, namun juga di darat.
Darli menjelaskan saat kondisi cuaca ekstrem tersebut, nelayan dengan kapal yang gt nya kecil tidak berani melaut atau mencari ikan seperti biasanya. Sama halnya dengan kapal yang gt nya besar, hanya sebagian saja yang berani melaut.
"Kalau kita melihatnya pada saat cuaca ekstrem, memang terjadi penurunan produksi tangkapan ikan. Hanya saja jika melihat dari total tahun hasilnya tetap meningkat, yakni perbandingan antara tahun 2018 dengan 2019," ucapnya.
Kondisi itu pada akhirnya membuat ikan tangkapan atau non budidaya, menjadi salah satu komoditas yang masuk dalam prospek inflasi kedepan yang dirilis Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kalteng.
Adapun dalam rilis TPID, kondisi terkini dan rencana aksi dari DKP Kalteng, yaitu ikan tangkapan misalnya jenis gabus, agak sulit dikendalikan karena tidak bisa dibudidayakan dan produksinya bergantung pada tangkapan nelayan.
"Pada kolam bioflok memiliki persediaan ikan nila sekitar 200 kilogram, ikan lele sekitar 200 kilogram dan ikan patin sekitar 700 kilogram," ungkapnya.
Lebih lanjut Darli menuturkan, bekerja sama dengan pihak lainnya DKP Kalteng berupaya meningkatkan budidaya kolam penyangga. Upaya itu sebagai salah satu cara membantu masyarakat yang keberatan dengan kenaikan harha ikan di pasaran akibat berkurangnya produksi ikan.
Berkurangnya aktivitas nelayan tentu memengaruhi kondisi perekonomian mereka, hanya saja dari evaluasi pihaknya, umumnya nelayan juga memiliki pekerjaan lainnya selain melaut untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya.