Jakarta (ANTARA) - Bagi orang tua dan penyedia layanan kesehatan yang mempertimbangkan antara operasi dan antibiotik untuk mengobati apendisitis sederhana pada anak, sebuah studi terbaru memberikan wawasan menarik.

Apendektomi adalah prosedur bedah yang biasanya direkomendasikan untuk pasien dengan apendisitis, kondisi yang menyebabkan peradangan dan infeksi pada usus buntu, sehingga menimbulkan nyeri perut yang hebat, mual, dan muntah.

Dikutip dari Medical Daily, Rabu, meskipun merupakan salah satu operasi yang paling umum dilakukan di rumah sakit, apendektomi juga termasuk salah satu prosedur paling mahal selama perawatan rawat inap.

Peneliti dalam studi terbaru menyarankan pengobatan dengan antibiotik sebagai alternatif yang aman dan hemat biaya dibandingkan dengan apendektomi laparoskopi untuk kasus apendisitis sederhana pada anak.

“Kami tahu bahwa manajemen nonoperatif apendisitis itu aman dan efektif. Jadi, yang ingin diketahui oleh para ahli bedah adalah apakah pendekatan nonoperatif ini juga hemat biaya. Studi kami membantu menjawab pertanyaan tersebut. Analisis biaya ini menunjukkan bahwa manajemen nonoperatif untuk apendisitis akut sederhana pada anak adalah strategi yang paling hemat biaya dalam satu tahun dibandingkan dengan operasi langsung,” kata Dr. Peter C. Minneci, salah satu penulis studi, dalam rilis berita.

Baca juga: Pengobatan penderita Apendisitis di Palangka Raya terbantu JKN-KIS

Baca juga: Pengidap kanker anak kemungkinan besar hadapi tantangan kesehatan saat dewasa

Baca juga: Pengidap kanker anak kemungkinan besar hadapi tantangan kesehatan saat dewasa

Studi ini meninjau data dari 1.068 pasien yang dirawat untuk apendisitis akut sederhana di berbagai rumah sakit di Midwest antara tahun 2015 dan 2018.

Dari total pasien, 370 di antaranya memilih diobati hanya dengan antibiotik, sementara 698 lainnya menjalani apendektomi laparoskopi mendesak.

Pengobatan dengan antibiotik melibatkan pemberian antibiotik intravena selama setidaknya 24 jam.

Saat menganalisis biaya kedua metode pengobatan, peneliti menemukan perbedaan lebih dari 1.000 dolar AS atau Rp15,98 juta, dengan apendektomi laparoskopi menelan biaya rata-rata 9.791 dolar AS atau Rp156,46 juta, sedangkan pengobatan nonoperatif sebesar 8.044 dolar AS, setara Rp128,54 juta.

Namun, kualitas hidup yang disesuaikan dengan tahun hampir sama, dengan skor sedikit lebih tinggi untuk manajemen nonoperatif (0,895) dibandingkan dengan operasi (0,884).

Karena skor kualitas hidup yang lebih rendah mencerminkan penurunan kesehatan dan disfungsi, studi ini menyimpulkan bahwa meskipun apendektomi laparoskopi lebih mahal, prosedur ini tidak secara signifikan meningkatkan hasil kesehatan pasien dibandingkan dengan manajemen nonoperatif.

“Manajemen nonoperatif terbukti lebih murah dan lebih efektif dalam tiga analisis, termasuk analisis yang menggunakan hari disabilitas dan metode alternatif untuk menghitung kualitas hidup serta biaya selama satu tahun,” demikian bunyi rilis berita tersebut.

“Temuan studi kami menambah manfaat lain dari pendekatan hanya menggunakan antibiotik, yakni strategi ini tidak hanya aman dan efektif untuk anak-anak, tetapi juga hemat biaya. Singkatnya, manajemen nonoperatif adalah terapi awal yang aman, hemat biaya, dan menjadi alternatif yang masuk akal untuk operasi,” ujar Dr. Minneci.


Pewarta : Putri Hanifa
Editor : Rendhik Andika
Copyright © ANTARA 2024