Sampit (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah mengusulkan alokasi dana bantuan darurat untuk membantu masyarakat kurang mampu dalam mengakses layanan kesehatan yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan.
“Kadang ketika sakit masyarakat tidak dapat berpikir panjang, apalagi kalau tengah malam, mereka biasanya langsung ke UGD. Setelah diperiksa ternyata dokter menyarankan rawat jalan, bukan opname sehingga biayanya tidak ditanggung BPJS, padahal warga itu tidak mampu,” kata Anggota DPRD Kotim Sihol Parningotan Lumban Gaol di Sampit, Jumat.
Ia menjelaskan, usulan ini disampaikan sebagai tindak lanjut atas aspirasi masyarakat terkait aturan baru dari BPJS Kesehatan yang mewajibkan peserta untuk memulai proses berobat di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti puskesmas atau klinik.
Apabila, pasien tersebut tidak dapat ditangani di FKTP, baru dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan ke rumah sakit jika diperlukan. Dalam aturan ini, kondisi gawat darurat dikecualikan dan pasien bisa langsung dibawa ke UGD rumah sakit.
Namun, kondisi di lapangan masih ada masyarakat yang langsung datang ke UGD untuk berobat, terutama ketika malam hari saat puskesmas dan klinik pada umumnya sudah tutup.
Sebenarnya, pasien yang datang ke UGD tetap dilayani. Tetapi, sejalan dengan aturan baru tersebut, pasien yang tidak memerlukan rawat inap (opname), maka biayanya tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan sehingga pasien harus membayar sendiri.
Baca juga: Dispora berharap kepengurusan KONI Kotim rangkul kaum muda
Aturan inilah yang banyak dikeluhkan masyarakat, khususnya warga kurang mampu. Terlebih bagi mereka yang iuran BPJS Kesehatannya ditanggung pemerintah daerah dan mengira bisa mendapat layanan kesehatan secara gratis tetapi justru diminta membayar.
“Sebenarnya aturan itu kalau orang mampu tidak masalah, tapi kalau menyangkut masyarakat miskin itu tentu berat. Mereka harus membayar sendiri, karena tidak perlu opname tadi sehingga statusnya menjadi pasien umum,” jelasnya.
Oleh karena itu, pada perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kotim 2025 ini, Gaol sebagai bagian dari Komisi III yang membidangi terkait kesehatan mengusulkan dana bantuan darurat sebesar Rp2 miliar melalui Dinas Kesehatan.
Dana tersebut nantinya digunakan untuk membantu pasien kurang mampu yang harus dilarikan ke UGD namun biaya pengobatannya tidak masuk tanggungan layanan BPJS Kesehatan.
Ia juga menyinggung terkait perlunya regulasi dalam pengalokasian anggaran tersebut, sehingga ia mengajak pihak eksekutif dan legislatif bersama-sama mencari regulasi yang tepat agar dapat menjadi dasar hukum yang kuat.
Ia menambahkan, sekalipun alokasi dana darurat tersebut tidak dapat dilaksanakan pada perubahan APBD 2025 ini karena belum adanya regulasi yang kuat, maka ia berharap pada penyusunan APBD murni 2026 mendatang hal ini bisa diprioritaskan.
“Hal ini perlu menjadi perhatian kita bersama karena ini menyangkut masalah kemanusiaan. Di satu sisi kita memerlukan regulasi sebagai payung hukum kita, di sisi lain jangan sampai ada masyarakat yang tidak bisa berobat hanya karena status administratif,” demikian Gaol.
Baca juga: Kotim segera miliki pusat layanan haji dan umrah terpadu
Baca juga: Anggaran Rp3 miliar diusulkan untuk perbaikan jalan menuju RS Pratama Parenggean
Baca juga: Puluhan pelaku UMKM siap ramaikan Sampit Trade Festival 2025
