100 Ayunan Disiapkan Dalam Tradisi "Manuyang Anak"

id Tradisi Manuyang Anak, 100 Ayunan, sampit, kotim, Fajrurrahman

100 Ayunan Disiapkan Dalam Tradisi "Manuyang Anak"

Bupati Kotim H Supian Hadi (kanan) dan Wakil Bupati HM Taufiq Mukri hadir saat acara "manuyang anak" tahun 2016 lalu. Tradisi ini digelar setiap bulan Maulid atau Rabiul Awal. (Foto Antara Kalteng/Norjani)

Sampit (Antara Kalteng) - Sebanyak 100 ayunan disiapkan dalam tradisi "manuyang anak" yang akan digelar di Gedung Serbaguna, Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah pada Kamis (14/12) malam.

"Sementara ini kami siapkan 100 ayunan, tapi kami juga mengantisipasi kemungkinan membeludaknya peserta seperti yang terjadi tahun lalu. Makanya lokasinya di Gedung Serbaguna karena lebih luas," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kotawaringin Timur, Fajrurrahman di Sampit, Senin.

`Manuyang anak` atau berarti mengayun anak, merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat melayu yang dipengaruhi budaya Islam. Tradisi turun temurun ini sebagai simbol rasa syukur atas kelahiran anak sekaligus doa bagi masa depan sang anak.

Ayunan dibuat dari kain panjang tujuh lapis dan lapisan ke tujuh adalah kain kuning sebagai simbol bahwa keluarga sangat menjaga sang anak.

Pernik anyaman dari daun kelapa berbentuk burung sebagai lambang harapan cita-cita anak kelak, sedangkan anyaman berbentuk keris melambangkan harapan agar anak menjadi orang yang giat dan suka bekerja keras.

Pernik lainnya yaitu anyaman gunungan untuk perempuan, perlambang harapan agar anak memiliki derajat yang tinggi, sedangkan anyaman bentuk melebar bagi laki-laki sebagai harapan agar menjadi orang terhormat.

Selain itu, ayunan biasanya juga digantungi buah-buahan dan kue tradisional sebagai simbol rejeki. Sedangkan di bawah ayunan diletakkan `piduduk` yang biasanya berisi gula, kelapa, beras, telur dan lainnya yang akan diberikan kepada bidan atau tokoh masyarakat sebagai bentuk terima kasih dan rasa hormat.

Tidak jarang, "manuyang anak" dimanfaatkan masyarakat untuk melaksanakan tasmiyah atau pemberian nama kepada anak yang baru lahir. Warga sangat bangga karena tasmiyah anak mereka bisa dilakukan pada sebuah acara besar yang dihadiri kepala daerah, tokoh agama dan masyarakat.

Tradisi "manuyang anak" juga menjadi gambaran kasih sayang orang tua kepada anak. Ini beranjak dari kebiasaan orang tua di jaman dahulu yang biasa menidurkan anak dalam ayunan sambil melantunkan shalawat, seraya berdoa agar anak mereka kelak menjadi anak yang bertakwa, berbakti, sukses, dan bermanfaat bagi orang lain.

"`Manuyang anak` ini merupakan tradisi bernuansa Islam yang kemudian kami kemas agar lebih menarik menjadi bagian sajian pariwisata daerah. Setiap tahun pesertanya terus meningkat dan pengunjung pun meningkat karena tradisi ini makin dikenal luas," kata Fajrurrahman.

Kegiatan ini juga merupakan bagian dari upaya pemerintah daerah mengembangkan pariwisata. Pemerintah daerah sudah bertekad menjadikan Kotawaringin Timur sebagai daerah tujuan wisata, khususnya di Kalimantan Tengah.