Ini sejarah makam Mariang Janggut di Ipu Mea Bartim

id Ini sejarah makam Mariang Janggut di Ipu Mea Bartim,Suku Dayak,Barito Timur

Ini sejarah makam Mariang Janggut di Ipu Mea Bartim

Damang Kepala Adat Desa Ipu Mea, Yuliantoni (60) memperlihatkan bagian makam Mariang Janggut yang memiliki sejarah adat dan budaya Dayak Maanyan di sana. (Foto Antara Kalteng/Habibullah)

Tamiang Layang (Antaranews Kalteng) - Mariang Janggut atau Janggut Merah merupakan salah satu makam leluhur warga Dayak Maanyan yang terletak di Desa Ipu Mea Kecamatan Karusen Janang Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah, dijaga kelestariannya karena memiliki nilai sejarah adat dan budaya khas Dayak. 

Demang Kepala Adat Desa Ipu Mea, Yuliantoni (60) yang merupakan generasi ke-8 dari leluhur Mariang Janggut mengatakan, makam leluhur mereka tersebut telah ada sekitar 500 tahun yang lalu. 

"Dahulu, ada acara ritual adat di wilayah Kedemangan Paju Epat (sekarang Kecamatan Paju Epat) yang disebut 'ijjambe'. Pada saat itu, sepasang tulang bersama tulang belulang lainnya dibakar. Saat keenam kalinya, sepasang tengkorak itu meloncat dari api dan ketujuh kalinya langsung menghilang," kata pria yang akrab disapa Pak Adat, Jumat.

Konon kabarnya, tengkorak tersebut kemudian ditemukan di balai dan kini dijadikan lokasi makam. Antara tempat ritual Ijjambe dengan lokasi makam berjarak sekitar satu kilometer lebih.

Saat itu, kabarnya para balian yang sedang melaksanakan ritual Ijjambe, mengalami kesurupan massal dan menyampaikan bahwa tengkorak tersebut minta dibawa pulang ke Desa Ipu Mea dan minta dibuatkan sandung (rumah) sendiri. 

Sepasang tengkorang itu adalah sepasang suami istri yang menjadi luluhur Dayak Ma'anyan di Desa Ipu Mea. Menurut kepercayaan sebagian masyarakat, nama kedua luluhur itu tidak boleh sembarangan disebut.

Yang boleh menyebutnya hanya masih keturunannya l dan hanya disebut pada acara ritual adat Midid atau menyajikan persembahan kepada luluhur.

Ritual Miwid awalnya dilaksanakan pada bulan Agustus. Dalam perkembangannya, pelaksanaan ritual Miwid ditetapkan tiap tanggal 25 Agustus setiap tahunnya.

Dalam ritualnya, ada beberapa jenis penganan khas suku Dayak Ma'anyan yang dibuat seperti nasi ketan, nasi biasa, lamang, ketupat, cucur, sangkuai, dan lainnya. Dan hewan yang harus ada yakni ayam biring atau ayam merah. 

"Jadi, dalam ritual ini bisa bernazar (niat). Misalnya, jika sukses maka akan melaksanakan Ritual Miwid disini dan makam ini bisa menjaga kampung dari marabahaya," kata Yuliantoni.

Konon menurut cerita, pernah pula keluar jenggot kawat berwarna kuning dari tengkorak. Namun disayangkan, kawat tersebut telah raib diambil salah satu keturunan Mariang Janggut.

Bagian keturunan yang mengambil besi kuning itu terkena tulah atau disebut kualat dan saat ini disebutkan hanya tersisa satu orang saja. Jika meninggal, maka keturunannya akan habis.

Ritual Miwid terus dilaksanakan keluarga secara turun temurun hingga saat ini. Pengunjungnya tidak hanya dari Kabupaten Barito Timur, tapi dari Jakarta bahkan ada warga negara asing yang datang berkunjung.

"Kemungkinan pada bulan Desember 2018, ada keluarga dari Sampit, Kotawaringin Timur yang akan datang ke sini untuk melaksanakan ritual Miwid karena bernazar jika usahanya sukses dan kini mulai sukses," tutup Damang Kepala Adat Desa Ipu Mea, Yuliantoni.