Bantahan DPR terkait hoaks hak buruh di RUU Ciptaker

id RUU Ciptaker,Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin ,Bantahan DPR terkait hoaks hak buruh di RUU Ciptaker

Bantahan DPR terkait hoaks hak buruh di RUU Ciptaker

Arsip-Ketua DPR Puan Maharani (kanan) berbincang dengan Wakil ketua DPR Aziz Syamsuddin (kiri) saat akan memimpin Rapat Paripurna masa persidangan III 2019-2020, di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (12/5/2020). Dalam rapat paripurna tersebut beragendakan penyampaian Pemerintah terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM dan PPKF) RAPBN TA 2021 dan pengambilan keputusan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 atau Perppu Corona menjadi UU. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp)

Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin membantah kabar bohong atau hoaks yang beredar di media sosial, khususnya terkait hak-hak buruh yang ada dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang telah disetujui menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR pada Senin (5/10).

Dia menegaskan bahwa uang pesangon, Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kabupaten (UMK), dan HMSP tetap ada dalam RUU Ciptaker.

"Poin-poin yang terdapat dalam Undang Undang Cipta Kerja seperti Uang Pesangon, UMP, UMK, HMSP yang dikabarkan dihilangkan, itu tidak benar atau informasi bohong," kata Azis di Jakarta, Rabu.

Dia menjelaskan terkait uang pesangon tetap ada dalam RUU Ciptaker yaitu tercantum dalam Bab IV Pasal 89 tentang perubahan Pasal 156.

Baca juga: MPR minta pemerintah evaluasi RUU Ciptaker terkait meluasnya penolakan

Baca juga: Menaker ajak serikat buruh beri masukan penyusunan PP UU Cipta Kerja


Dalam Pasal 156 ayat (1) disebutkan bahwa "dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

Pasal 156 ayat (2), (3), dan (4) mengatur pemberian uang pesangon, uang penghargaan, dan uang pengganti hak berdasarkan masa kerja para pekerja.

"Uang pesangon tetap ada tercantum di Bab IV Pasal 89 tentang perubahan Pasal 156 dan upah minimum tetap ada," ujar Azis.

Terkait upah minimum diatur dalam Bab IV Pasal 88 ayat (3) yang menyebutkan "Kebijakan pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi, upah minimum; struktur dan skala upah; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu; bentuk dan cara pembayaran upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.

Azis juga menegaskan bahwa tidak benar dalam RUU Ciptaker terdapat aturan upah buruh yang dihitung per-jam, hak cuti hilang dan "outsourcing" diganti dengan kontrak seumur hidup.

Baca juga: Masyarakat Gumas diminta beri masukan atau tanggapan terhadap RUU

Baca juga: Cermati dampak RUU Cipta Kerja terhadap tata ruang daerah

"Jangan sampai informasi yang salah semua ini terus disebarkan dan berdampak pada hajat hidup orang banyak," katanya.

Dalam Pasal 79 ayat (3) disebutkan bahwa cuti yang ada dalam ayat (1) huruf b yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.

Lalu di ayat (4) disebutkan, pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Azis mengatakan, tidak akan adanya status karyawan tetap juga merupakan informasi yang bohong atau hoaks karena dalam UU Cipta Kerja status karyawan tetap masih ada yaitu tercantum dalam Bab IV pasal 89 tentang perubahan terhadap pasal 56 Uu 13 Tahun 2003.

"Semua pekerja pasti mengharapkan menjadi karyawan tetap, jadi tidak mungkin di hapuskan," katanya.

Azis menjelaskan, terkait kabar bahwa perusahaan yang dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kapanpun, merupakan hal yang tidak benar.

Menurut dia, perusahaan tidak bisa melakukan PHK secara sepihak dan tercantum dalam Bab IV Pasal 90 tentang perubahan terhadap Pasal 151 UU 13 Tahun 2003.

Baca juga: DPRD Kalteng teruskan aspirasi OKP terkait RUU Omnibus Law ke DPR RI

"Semua ada aturannya dan tidak boleh sepihak," katanya.

Dia juga menekankan bahwa tidak benar jaminan sosial dan kesejahteraan terhadap para pekerja akan dihilangkan. Menurut dia, Jaminan Sosial masih tetap ada dan tercantum di Bab IV Pasal 89 tentang perubahan terhadap Pasal 18 UU 40 Tahun 2004.

Selain itu, dia membantah terkait isu karyawan berstatus tenaga kerja harian, karena status karyawan tetap masih ada dan tercantum dalam Bab IV Pasal 89 tentang perubahan terhadap Pasal 56 Ayat 1 UU 13 Tahun 2003.

"Jadi tidak ada karyawan berstatus tenaga kerja harian, cek dalam aturan dan pasal dengan cermat," ujarnya.

Politisi Partai Golkar itu juga membantah kabar hoaks bahwa pekerja yang meninggal, ahli warisnya tidak dapat pesangon. Menurut dia dalam Bab IV Pasal 61 diatur bahwa ahli waris tetap mendapatkan pesangon.

Dalam Pasal 61 ayat (5) disebutkan bahwa "dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama".

Baca juga: Jangan ada unjuk rasa terkait UU Cipta Kerja di Bartim, kata Bupati

Baca juga: Lima harapan Kalteng terhadap RUU Cipta Kerja, kata Teras Narang

Baca juga: RUU Cipta Kerja naikkan posisi tawar tenaga kerja Indonesia